• Wednesday, 3 August 2022
  • Surahman
  • 0

Ratusan umat Buddha Kecamatan Jumo mengikuti ritual Grebeg Suro di sumber mata air Umbul Jumprit Dusun Jumprit, Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung pada Sabtu (30/7).  Ritual ini diselenggarakan oleh komunitas Open Punden Dusun Jumprit. Kurang lebih 500 orang lintas agama mengikuti ritual ini, terdiri dari umat Buddha dan warga desa sekitar Jumprit.

Rusdian Dwi Utomo, panita penyelenggara menyampaikan bahwa ritual ini sebagai wujud syukur serta untuk merawat sumber mata air Umbul Jumprit. Oleh karenanya, panitia mengundang perwakilan warga dari sembilan desa pengguna air Jumprit serta para tokoh lintas agama. Sementara sebagai perwakilan umat Buddha, panitia mengundang beberapa umat dari wilayah kecamatan Jumo beserta dua bhikkhu, yaitu Bhikkhu Sujjano dan Bhikkhu Khemadhiro.

“Grebeg Suro ini sebagai wujud syukur kami, di samping itu juga untuk mengingatkan kami agar bisa merawat sumber mata air di Jumprit ini. Kami juga meminta perwakilan setiap 9 desa untuk membawa tumpeng dan segenap uborampe ritual. Harapan kami ritual ini bisa menjadi agenda tahunan, tentunya dengan konsep yang lebih baik,” kata Dian.

Mengutip unggahan Medkom Sangha Theravadha Indonesia edisi 30 Juli 2022, kegiatan dilakukan dengan pembacaan paritta pemberkatan oleh umat Buddha yang hadir. Selain prosesi upacara Grebeg Suro, kegiatan ini juga dirangkai dengan pembersihan punden dan sadranan sendang Kali Progo.

Bhante Sujanno, Padesanayaka Jawa Tengah mengapresiasi atas pengadaan ritual ruwat sumber mata air ini. Bhante menjelaskan bahwa ritual ini menjadi wujud pelestarian budaya sekaligus untuk merawat sumber mata air sebagai sumber kehidupan yang memberikan banyak manfaat bagi semua maklhuk.

“Ini tujuannya kan untuk nguri-uri budaya, termasuk budaya perawatan lingkungan supaya sumber mata airnya tidak mati. Ini sangat baik sekali untuk dikembangkan. Makanya kami hadir bersama umat Buddha dari beberapa dusun seperti Sungapan, Bondalem, Ngemplak, Giyono, dan Rowo,” ungkap Bhante.  

Terkait keterlibatan umat Buddha dalam menggunakan air dari Umbul Jumprit sebagai air berkah di dalam perayaan hari besar Agama, Bhante memberikan himbauan kepada segenap umat Buddha.

“Sebagaimana kita tau sebagai umat Buddha juga turut menggunakan air dari Umbul Jumprit ini untuk perayaan hari besar Agama Buddha, Waisak khususnya. Jadi, seandainya dari umat Buddha ada ide untuk mengedakan ritual khusus umat Buddha di Jumprit ini bagus. Kita bisa mengadakan semacam ritual yang intinya untuk pelimpahan jasa, karena kita yakin kalau tempat-tempat seperti itu ada yang menghuni. Kita melipahkan jasa kepada para penghuni ini sebagai wujud turut andilnya umat Buddha untuk tempat tersebut. Apalagi mungkin dari umat Buddha di bawah umbul Jumprit ini ada yang ikut memakai airnya.”

Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir ini terdengar kabar kurang baik tentang kondisi sumber air Umbul Jumprit. Menurut Moch. Badrul Munif, perangkat Desa Ngadirejo, debit air dari sumber Umbul Jumprit megalami penurunan.

“Dari data PDAM, debit air dari Umbul Jumprit ini dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Tentu ini menjadi keprihatinan kita sebagai warga yang turut menggunakan air dari Jumprit,” kata Munif.

Mendengar hal ini, Bhante menyarankan umat Buddha juga bisa mengadakan kegiatan untuk menjaga debit air. “Kalau diijinkan dari umat Buddha bisa melakukan kagiatan penanaman pohon di area sumber air untuk menjaga kelimpahan air. Ini penting,” jelas Bhante.[MM]

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara