Umat Buddha di Vihara Mudita Center, Sunter, Jakarta memulai tahun baru Imlek 2567 dengan sebuah kebiasaan yang patut diacungi jempol. Dalam peringatan malam Imlek, diadakan sesi anak bernamaskara kepada orangtua secara bersama-sama.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, sesi namaskara kepada orangtua adalah sesi paling sentimentil. Sejumlah orangtua secara bergantian berbaris di depan altar, kemudian anak-anaknya bernamaskara tiga kali secara bersama-sama dengan yang dipandu oleh pemimpin kebaktian. Kemudian mereka saling berpelukan saling mengungkapkan rasa cinta kasih. Tak sedikit orangtua ataupun anak yang berkaca-kaca menahan haru.
“Anda memulai kebiasaan yang sangat baik memulai tahun dengan bernamaskara kepada orangtua, karena orangtua adalah ladang kebajikan. Jika Anda bisa melakukan namaskara kepada orangtua, itu adalah sesuatu yang sangat luar biasa,” jelas Bhiksu Bhadrapala, Kepala Vihara Mudita Center.
“Jangan tunggu orangtua meninggal baru dinamaskara,” ujar Bhiksu Bhadrapala menyinggung tentang kebiasaan lama yang menganggap orang yang masih hidup tidak boleh dinamaskara. “Konsep ini harus dibuang.”
Peringatan Malam Imlek pada Minggu (7/2) di Mudita Center diisi dengan acara kesenian, puja pelita, Puja 88 Buddha, dan namaskara kepada orangtua.
Acara dimulai sejak pukul setengah 11 malam hingga pukul 2 dinihari. Umat yang hadir sedikit lebih sepi dibanding biasanya, mungkin akibat adanya teror bom yang terjadi beberapa waktu lalu sehingga sedikit mengurangi antusiasme umat. Penjagaan aparat keamanan pun cukup ketat.
Puja dipimpin oleh Kepala Vihara Bhiksu Bhadrapala yang didampingi oleh anggota Sangha yang tinggal di vihara tersebut. Puja terasa khusyuk terutama saat puja pelita. Semua umat masing-masing membawa pelita bertatakan bulatan dengan lubang di bagian atas. Lampu dimatikan membuat suasana makin khusyuk yang dilanjutkan dengan meditasi.
“Tahun ini kita memasuki tahun monyet api. Katanya tahun monyet api ini luar biasa, belum apa-apa Taiwan sudah gempa,” Bhiksu Bhadrapala memulai pesan Imlek.
“Kita tidak bisa menduga, apa pun bisa terjadi. Dalam sekejap semua bisa berubah total, inilah yang dikatakan Buddha sebagai anicca (tidak kekal). Ini kita harus bisa menerima. Banyak orang takut akan kematian.
“Saya baca sebuah artikel, sebenarnya sudah beberapa kali baca, Bhutan walaupun negara yang tidak kaya, tapi indeks kebahagiaan penduduknya adalah yang paling bahagia. Kenapa mereka bisa menjadi bahagia?
“Ternyata setelah diselidiki, penyebabnya adalah mereka melakukan kontemplasi tentang kematian. Suatu saat mereka akan mati, suatu saat mereka akan lepas dari jasadnya dan menjalani kehidupan baru lagi, sehingga mereka melihat kematian adalah suatu proses perubahan, bukan sesuatu yang menakutkan. Hal ini menyebabkan mereka bersyukur akan kehidupan mereka saat ini.”
Suhu Xian Bing, begitu ia akrab disapa, juga bercerita tentang sebuah riset di Amerika yang membandingkan antara perasaan takut menghadapi kematian dengan perasaan takut menghadapi dokter gigi! Ya, dokter gigi. Dan ternyata hasilnya mengejutkan. “Ternyata dari keduanya ini, level stres yang lebih tinggi ke dokter gigi,” ujar Suhu yang membuat para umat tersenyum.
Suhu juga mengungkapkan banyak ramalan yang menyebut tahun ini akan banyak bencana. Bisa benar, bisa tidak. Ia mengajak umat untuk tidak khawatir dengan melihat kembali apa yang diajarkan Buddha tentang hukum alam bahwa semua ada siklusnya. “Kalau memang kebetulan siklusnya sedang berputar di mana kita pas berada dan kita hidup saat ini, kita harus bisa menerimanya. Makanya, lepaskan kemelekatan,” Suhu berpesan.
Satu lagi, Suhu juga mengungkapkan ramalan yang menyebut tahun monyet api ini akan banyak menguji emosi. “Tapi tidak ada salahnya kita mencoba bersama-sama dari ce it (tanggal 1 lunar –red) sampai cap go (tanggal 15 lunar –red), saya tidak boleh marah-marah,” Suhu memberi tantangan. “Baju Anda sudah merah, jangan sampai wajah ikut merah, telinga pun ikut merah.”
“Jika Anda berhasil melakukannya, rekam memori itu untuk selama setahun ini, ‘Dulu saya dari ce it sampai cap go berhasil menahan marah’. Kalau Anda bisa melakukan itu, Anda bisa melatih lagi untuk mengurangi emosi. Kalau Anda pai pai (namaskara) meminta agar emosi tidak muncul, percuma kalau tidak latihan.
“Semoga di tahun yang baru ini kita semua bisa berbahagia, bisa ping ping an an (banyak rezeki), bisa memperoleh apa yang dicita-citakan, semoga semua makhluk bisa terbebas dari segala penderitaan,” tutup Suhu Xian Bing.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara