• Tuesday, 24 September 2019
  • Ngasiran
  • 0

Semua relief naratif Candi Borobudur yang berjumlah sebanyak 1.460 penel telah berhasil diidentifikasi. Mulai dari Karmawibhangga di lantai dasar, Jataka dan Avadana di laintai 1 dan 2, Sutra Lalitawistara di lantai 1, Sutra Gandawyuha di lantai 2, 3 dan 4 dan diakhiri dengan Bhadracari di lantai 4.

Keberhasilan mengidentifikasi seluruh panel ukiran relif dengan berbagai teks dan sutra-sutra terkair dianggap mampu memberi sudut pandang baru untuk memahami Candi Borobudur secara utuh dan menyeluruh. Hal ini setidaknya yang diungkapkan oleh dua cendekiawan Buddhis; Firman Lie dan Wiliam Kwan usai mengikuti seminar Menyingkap Lantai Dasar Borobudur: KARMAWIBHANGGA; Ajaran Borobudur sebagai landasan hidup susila, cerdas, dan terampil, di Bollroome, Mal Emporium Pluit, Jakarta Sabtu (14/9).

“Aku senang sekali sih dapat pandangan yang berbeda, artinya selama ini kan relief Candi Borobudur kalau saya studi, saya melihatnyakan secara visual, secara arsitektural. Kemudian hari ini Om Salim memberikan gambaran langsung bagaimana hubungan kitab itu dengan visualnya, tetapi tidak hanya sekedar menguraikan ilustrasi kan, tetapi ada spirit yang lain memasukkan juga pesan-pesan. Saya kira itu keren, itu bagus!” Kata Firman Lee.

Sebagai seorang seniman grafis yang mempelajari Borobudur secara arsitektural, Firman Lee sebelumnya memaknai sebagai objek pradaksina. “Kalau saya dulu belajarnya kan arsitektural ke pradaksina itu penting, lalu bukan sekadar pradaksina kan kalau Borobudur, kalau lihat dari bawah dindingnya kan sempit, kalau pradaksina itu menggambarkan seperti itulah pikiran orang kalau baru mulai menapak.

Kalau di utara kamu hanya lihat di utara, kalau di selatan kamu hanya dapat melihat selatan. Lalu semakin di atas, makin kelihatan cakrawala makin luas, kemudian makin ke atas semakin gak ada batas. Nah dulu saya belajar secara arsitektural seperti itu, dan hari ini saya dapat lebih detail lagi. Saya pikir itu yang menyenangkan hari ini,” pungkasnya.

Sementara itu, Wiliam Kwan, Direktur Institut Pluralisme Indonesia (IPI) merasa bersyukur bisa mengikuti seminar. Menurutnya, keberhasilan Om Salim Lee dan Komunitas Jinabhumi Borobudur mengidentifikasi seluruh teks dan sutra Borobudur memberi tiga arti penting bagi perkembangan kajian Borobudur maupun perkembangan Buddhadharma ke depan, yaitu;

Pertama, kita bisa melihat Borobudur dengan cara yang berbeda. Sebelumnya kan kajian Borobudur itu lebih banyak berdasarkan ilmu arkeologi. Para ilmuan melihat dari sisi artefak-artefak tinggalan, kemudian mereka mencoba menghubungkan dengan sumber-sumber aneka rupa. Dan hari ini kita melihat, ternyata Borobudur itu bisa dimaknai dari sutra-sutra Buddhis.

Setelah dicocokkan, antara yang di sutra dengan relief-relief dan tatanannya itu sinkron semuanya. Ini menunjukkan bahwa kita sebagai umat Buddha harusnya semakin yakin untuk menggunakan sumber-sumber sutra itu, untuk mulai mempelajari segala hal tentang Buddhis, mulai dari sejarah perkembangan Buddhadharma, tentang interaksi sosial dalam komunitas Buddha kita, interaksi kita dengan umat agama lain, ya kerja bersama kita gak bisa hanya diam-diam saja sekarang. Kita harus mulai bergerak, itu satu hal yang menurut aku sangat bermanfaat pada sore ini.

Yang kedua, saya sebenarnya ikut prihatin juga dengan Borobudur. Borobudur itu memang kalau kita lihat sangat luar biasa sebagai warisan budaya, menjadi salah satu dari lima destinasi wisata utama di Indonesia. Dan ke depan pasti akan terus dikembangkan, karena itu saya ada sedikit kekawatiran juga kalau arahnya pariwisata tetapi tidak dimaknai dari sisi sesungguhnya yaitu; spiritualitas dan makna sosialnya, itu hanya nanti terjadi kekosongan melihat Borobudur. Kita hanya kagum pada bangunan fisik saja, nah umat Buddha dalam hal ini penting juga untuk ikut terlibat dalam menjaga Borobudur. Jangan hanya hadir pas Waisak saja, kita harus ikut berjuang.

Yang ketiga, Borobudur sebagai monumen agung yang dimiliki bangsa Indonesia tentu saja tidak bisa hanya dilihat menjadi satu bagian agama, termasuk agama Buddha itu sendiri. Tetapi harus digunakan sebagai simbol universal yang bisa mempersatukan elemen bangsa Indonesia untuk bekerja bersama, bekerja apa saja yang penting untuk persatuan. Lintas agama harus mulai dari situ, salah satu aspek yang bisa dikerjakan bersama ya di ekonomi, itu perlu dikerjakan.

Di Borobudur itu kan banyak orang membuat arca-arca, rumah makan itu untuk ekonomi. Tetapi kalau dilihat dari semangatnya kalau kita mau membantu mengembangkan wisata Borobudur kita bisa mulai menggarap spiritualitasnya. Dengan menggandeng kelompok lintas agama itu sangat kuat,” pungkas Wiliam Kwan yang juga seorang penggerak ekonomi masyarakat melalui pengembangan batik.

Seminar Menyingkap Lantai Dasar Borobudur: KARMAWIBHANGGA; Ajaran Borobudur sebagai landasan hidup susila, cerdas, dan terampil menghadirkan Salim Lee sebagai pembicara tunggal. Lebih dari 700 orang dari perlbagai kalangan hadir dalam acara ini, mulai dari para bhikkhu, tokoh lintas agama dan akademisi.

Salim Lee atau yang oleh murid-muridnya akrab disapa Om Salim adalah seorang praktisi dan guru Buddha dharma yang telah belajar dari banyak guru besar. Beliau merupakan pelopor riset-riset terobosan mengenai Muara Jambi dan banyak naskah Nusantara, termasuk naskah-naskah terkait Candi Borobudur.

Bersama Komunitas Jinabhumi Borobudur, sejak 10 tahun belakangan Om Salim secara intensif melakukan studi, penelitian dan kajian khusus mengenai nilai dan ajaran-ajaran Candi Borobudur. “Naskah fisik Borobudur yang digunakan sebagai cetak biru disain membangun Borobudur memang sampai sekarang tidak ditemukan. Hal ini dikarenakan kemungkinan besar pada waktu itu naskah-naskah tersebut tertulis di atas daun lontar. Akan tetapi, menjadi sangat jelas bahwa justru panel-panel relieh itulah naskah Borobudur yang terukir di batu. Sewaktu menelusuri dan menelitinya, meskipun merupka suatu tantangan, ternyata masih terdapat cukup banyak teks dan sutra-sutra dalam berbagai bahasa yang merupakan naskah ‘turunan’ pendukungnya,” tulis Jinabhumi Borobudur dalam release.

Studi dan kajian ini akan dibukukan dalam serial Buku Putih Borobudur yang akan mengungkap setiap ukiran telief dengan sutra-sutra terkait. Buku Putih Borobudur akan segera diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara