• Friday, 13 April 2018
  • Ngasiran
  • 0

Temanggung dan sekitarnya pada masa lalu merupakan pusat peradaban. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya berbagai peninggalan sejarah masa lalu. Peninggalan sejarah berupa situs dan reruntuhan candi tersebar hampir di seluruh pelosok Kabupaten Temanggung.

Berbagai peninggalan sejarah masa lalu ini membuktikan peradaban Hindu dan Buddha pernah ada dan berkembang di Temanggung dan sekitarnya. Saat ini Temanggung-lah yang menjadi basis agama Buddha di Jawa Tengah.

Akan tetapi, jarang ada masyarakat yang mau belajar sejarah. Situs-situs bersejarah peninggalan peradaban Hindu Buddha saat ini bahkan banyak yang dalam keadaan tidak terurus. Karena itu, selain mengunjungi vihara, Kegiatan Safari Vihara Pemuda Buddhis Temanggung juga mengunjungi situs-situs peninggalan sejarah Hindu Buddha masa lalu.

“Kalau tahun lalu Safari Vihara ditujukan untuk mengunjungi, mengajak, dan mempelajari sejarah masuknya agama Buddha vihara yang dikunjungi, kali ini agak berbeda. Kami mencoba mencari titik temu agama Buddha yang pernah berkembang pada saat itu, apakah ada hubungan dengan yang berkembang saat ini?” tutur Ana Surahman, salah satu penggagas acara Safari Vihara.

Baca juga: Menelusur Situs Kayumwungan, Konon Terkait dengan Borobudur

Acara yang digelar pada, Minggu, (8/4) dengan mengunjungi Vihara Ananda, Desa Piyudan, Kecamatan Jumo. Acara ini diikuti oleh sekitar 50 pemuda Buddhis dari berbagai vihara di Temanggung.

Selesai melakukan pujabakti dan berkegiatan di vihara, kegiatan dilanjutkan dengan mengunjungi arca Ganesya yang ditempatkan warga di sebuah sendang pemandian umum desa. “Arca ini sempat hilang beberapa kali tetapi selalu kembali. Karena itu, atas inisiatif warga arca ini ditempatkan di kali dan dikasih terali dari linggis,” ujar Pak Hadi, sesepuh umat Buddha Vihara Ananda.

Selain arca, di Desa Piyudan juga terdapat beberapa tempat bersejarah. “Arca ini sangat berharga bagi kami, terutama umat Buddha, karena itu gamelan yang ada di vihara saat ini kami kasih nama Rantamsari sesuai dengan nama sendang tempat kami menaruh Ganesya. Di atas gumuk ini juga ada tempat bernama pertapaan Buddho,” imbuhnya.

Selesai mengunjungi arca Ganesya, perjalanan dilanjutkan ke Situs Gumuk Candi. Perjalanan memakan waktu sekitar sepuluh menit menggunakan sepeda motor dari Vihara Ananda menuju situs cakra empat palang ini.

Di Gumuk Candi, pemuda Buddhis melakukan puja dan meditasi. “Ini adalah karya leluhur kita yang wajib kita hargai,” ajak Ana, sebelum memimpin meditasi.

Situs Gumuk Candi memiliki daya tarik tersendiri. Di situs ini terdapat cakra empat palang, sebuah yoni, dan beberapa batuan kemuncak candi. Di Temanggung, hanya di Gumuk Candi yang ada cakra dengan empat palang. Baca: Situs Gumuk Candi, Candi Para Dewa 

Selasai dari Gumuk Candi, perjalanan dianjutkan ke Situs Stapan. Situs Stapan berada tak jauh dari Gumuk Candi, berada di atas bukit lainnya.

Di situs ini, waktu lebih banyak digunakan untuk ngobrol santai tentang batuan candi di daerah masing-masing. Ketua Pemuda Vihara Giyono mengatakan bahwa di sebuah makam desanya pun dulu terdapat beberapa batu tua. “Ada makam yang disebut Stono Buddho,” tuturnya.

Apakah agama Buddha yang berkembang di Temanggung saat ini ada hubungan dengan masa lalu? Untuk menjawab ini tentu harus ada kajian lebih lanjut.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *