• Thursday, 22 September 2022
  • Deny Hermawan
  • 0

Tahun 2020 lalu, sempat ada lagu bernuansa tradisional Jawa yang viral. “Lathi” judulnya, merupakan merupakan garapan grup musik EDM Weird Genius dengan menggandeng penyanyi Sara Fajira. Lagu yang liriknya mengandung kalimat bahasa Jawa ini berhasil menduduki peringkat teratas dalam tangga lagu di berbagai negara.

Tahun ini, ada juga lagu apik yang mengandung lirik bahasa Jawa. Lagu yang dirilis penyanyi Ardhito Pramono ini berjudul “Wijayakusuma”, yang juga merupakan judul album terbarunya.

Jika “Lathi” lirik utamanya berbahasa Inggris, maka lirik utama “Wijayakusuma” berbahasa Indonesia. Dan jika aransemen musik “Lathi” sangat modern dan kekinian, penuh nuansa elektronik, maka aransemen musik “Wijayakusuma” lebih menonjolkan atmosfer pop klasik berbalut etnis di bagian tertentu. 

Album “Wijayakusuma” juga menjadi album Ardhito Pramono yang menggunakan bahasa Indonesia sepenuhnya. Wijayakusuma sendiri dalam kultur Jawa adalah bunga spesial yang mekar di malam hari. Konon siapapun melihat bunga tersebut mekar akan mendapatkan apapun yang diinginkan.

“Wijayakusuma itu kan sebuah bunga yang sakti banget. Jadi bikin lagu ini sebenarnya ada bunga Wijayakusuma-nya di situ,” kata Ardhito Pramono dalam konferensi pers perilisan album “Wijayakusuma” di kawasan Jakarta Selatan pada bulan Juli 2022.

Ardhito mengaku mendapat banyak arahan dari musisi Narpati Awangga atau Oomleo yang juga menulis beberapa lirik dalam album Wijayakusuma. Kata Ardhito, Oomleo menceritakan bagaimana kisah bunga sakti Wijayakusuma kepadanya.

“Jadi sangat menghidupkan kembali semangat yang sudah mati. Kisah-kisah tentang Wijayakusuma, pokoknya banyak banget yang bisa menghidupkan orang-orang yang patah semangat. Pokoknya sakti banget deh bunga itu,” tutur Ardhito.

Di dalam kanal YouTube-nya, Ardhito Pramono menjelaskan bahwa lagu “Wijayakusuma” sebenarnya ditulis karena ia terinspirasi oleh kejadian saat ia menyaksikan sebuah kegiatan transaksional antara orang asing yang ingin menguasai sebuah lahan dengan cara membeli presentase lahan itu 99%, dan disisakan 1% untuk adat di salah satu pulau eksotis di Indonesia.

“Bukannya bangga, saya malah merenung melihat begitu banyaknya seni dan kekayaan budaya asli Indonesia mulai pudar. Bahkan dalam pola pengkaryaan, sering kali kita malah condong melihat ke kesenian luar. Melupakan aksara dan tergoda oleh gita dan irama. Semua jadi terdengar sama. Lewat karya ini, izinkan kami menceritakan keresahan, menuturkan harapan. Menyatukan kembali energi yang perlahan pudar karena ‘this and that‘ (ini dan itu),” kata Ardhito.

Di lagu ini, Ardhito berkolaborasi dengan Peni Candra Rini, seorang komposer dan penyanyi kontemporer/tradisional Jawa. Peni menyanyikan bagian lirik lagu yang berbahasa Jawa.

Begini lirik yang Peni nyanyikan:

Sang pinuja atma, rasa, raga
Ngenggoni welas asih
Oh Maitreya, ndika kang anggayuh kawijayan

Wit buka dumugi akhir
Nuduhke kasaenan tumrap jagad

Sira tan bisa amupus karsa
Menika sifat lan kinodrating janma

BuddhaZine lantas menghubungi seorang rekan Buddhis yang juga sarjana sastra Jawa UGM, Aji Setyawijaya, untuk menerjemahkan bait tersebut. Hasilnya seperti ini:

Sang terpuja atma, rasa, (dan) raga.
(Yang) memiliki welas asih
Oh Maitreya, engkau yang mencapai kejayaan

Awal membuka sampai akhir
Menunjukkan kebaikan kepada jagad

Engkau tak bisa memupus karsa
Itulah sifat dan terkodratnya manusia

Kepada BuddhaZine, Peni Candra Rini mengaku bahwa dialah yang mengarang lirik tersebut. “Lirik dari saya mas,” ujarnya pada pertengahan September 2022.

Dia juga membenarkan terjemahan lirik ke dalam bahasa Indonesia di atas. Meski demikian, Peni enggan menjawab pertanyaan, kenapa ada sosok Maitreya di dalam lirik yang ditulisnya. 

Sekilas tentang Maitreya

Dalam agama Buddha Bodhisatwa Maitreya adalah Buddha yang akan datang. Dalam bahasa Tionghoa, Maitreya terkenal sebagaiMile Pusa (彌勒菩薩).

Maitreya bertempat tinggal di surga Tusita, yang merupakan tempat tinggal bagi para bodhisatwa sebelum mencapai tingkat ke-buddha-an. Buddha Sakyamuni juga bertempat tinggal di sini sebelum terlahir sebagai Siddharta Gautama di dunia.

Dalam Cakkavatti-Sihanada Sutta, Sutta ke-26 dari Digha Nikaya dikatakan bahwa:

“Pada saat itu kota yang sekarang merupakan Varanasi akan menjadi sebuah ibu kota yang bernama Ketumati, kuat dan makmur, dipadati oleh rakyat dan berkecukupan. Di Jambudvipa akan terdapat84.000 kota yang dipimpin oleh Ketumati sebagai ibu kota. Dan pada saat itu orang akan memiliki usia kehidupan sepanjang84.000 tahun, di kota Ketumati akan bangkit seorang raja bernama Sankha, seorang Cakkavati (Raja Dunia), seorang raja yang baik, penakluk keempat penjuru. Dan pada saat orang memiliki harapan hidup hingga 84.000 itulah muncul di dunia seorang Yang Terberkahi, Arahat, Sammasambuddha bernama Metteya.”

Sementara di dalam Buddhavacana Maitreya Bodhisattva Sutra disebutkan juga:

“O, Arya Sariputra! Pada saat Buddha baru tersebut dilahirkan di dunia Jambudvipa. Situasi dan kondisi dunia Jambudvipa ini jauh lebih baik daripada sekarang! Air laut agak susut dan daratan bertambah. Diameter permukaan laut dari keempat lautan masing-masing akan menyusut kira-kira 3000 yojana, Bumi Jambudvipa dalam10.000 yojana persegi, persis kaca dibuat dari permata lazuardi dan permukaan buminya demikian rata dan bersih.”

Diyakini, nanti Maitreya akan terlahir di bumi ketika ajaran Buddhadharma sudah lenyap. Ia akan membimbing manusia menuju pencerahan menggunakan metode pengembangan cinta kasih (maitri/metta).

Budai Sebagai Maitreya

Budai atau Hotei dalam bahasa Jepang, Bố Đại dalam bahasa Vietnam, adalah nama seorang biksu dari eksentrik Tiongkok eksentrik yang hidup di Tiongkok selama masa Dinasti Liang Akhir (907-923 CE). Ia berbadan tambun dan digambarkan selalu tertawa. Ia sering kali diasosiasikan dengan Buddha Maitreya atau Buddha Tertawa yang menggambarkan kebahagiaan. Budai sendiri dalam Buddhisme Tiongkok diyakini sebagai emanasi dari Maitreya. Figur Budai seringkali muncul dalam pernak-pernik budaya China.

Patung Budai merupakan figur utama dalam altar-altar I Kuan Tao, dimana dia selalu diasosiasikan dengan nama Sanskerta Maitreya. Menurut aliran I Kuan Tao, atau yang di Indonesia bertransformasi menjadi aliran Buddha Maitreya, Budai yang dianggap Maitreya memberikan banyak ajaran termasuk kecukupan, kedermawanan, kebijaksanaan, dan hati yang terbuka.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *