“Rasanya kita ada di dekat surga. Ini pertama kali saya jatuh cinta kepada Borobudur.” – Daoed Joesoef.
Rabu (23/1), Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef (1926-2018) meninggal dunia di RS Medistra, Jakarta Selatan. Beliau adalah salah satu guru bangsa yang patut dihormati atas jasa-jasanya tidak saja dalam dunia pendidikan, tetapi juga jasa beliau kepada umat Buddha Indonesia dan dunia. Berkat beliaulah Mandala Agung Borobudur dapat direstorasi dan diselamatkan dari kehancuran.
Seperti yang dicatat dalam buku Borobudur karangan beliau (2004), Borobudur ditemukan kembali pada zaman pemerintahan Hindia Belanda. Raffles yang kala itu menjabat sebagai Wali Negara Indonesia sering melaksanakan kunjungan kerja di daerah.
Baca juga: Sebuah Benang Merah: Candi Borobudur, Muaro Jambi, Nalanda, dan Mahavihara Vikramasila
Pada 1814, dia diberitahu oleh seseorang tentang keberadaan Mandala Agung Borobudur di Desa Bumisegoro, Magelang, Jawa Tengah.
Raffles kemudian mengutus Cornelius yang bersama dengan 200 warga desa membersihkan situs dari semak belukar dan timbunan tanah. Laporan kerja Cornelius menjadi bahan tulisan oleh Raffles dalam bukunya yang berjudul History of Java (1817).
Berkat buku inilah keberadaan Mandala Agung Borobudur mulai dikenal kembali oleh dunia. Berbagai penelitian dan pemugaran mulai dilakukan sejak itu.
Pada 1953 Daoed bersama sahabatnya Adi Putera Parlindungan yang kuliah di UGM pergi menjejakkan kaki di puncak Borobudur saat purnama terang benderang. Merasakan kedamaian luar biasa, Daoed jatuh cinta dengan keajaiban Borobudur.
Kontak pertamanya dengan candi itu betul-betul menyentuh nuraninya sehingga memotivasinya untuk melakukan riset khusus dan menulis buku tentang Borobudur. Sekembalinya ke Jakarta, Daoed tak habis pikir kenapa banyak orang yang tega membiarkan dan mencemarkan peninggalan leluhur Indonesia yang seharusnya dirawat dengan baik.
Kegigihan
Ketika sedang studi doktor di Universitas Sorbone, 1964-1972, ia mendapat informasi adanya dana pemugaran untuk tempat atau situs yang diakui sebagai warisan dunia. Menteri Pendidikan Mashuri kemudian menunjuknya sebagai penasihat delegasi Indonesia untuk UNESCO.
Berkat kegigihannya, Borobudur berhasil menang melawan situs Mohenjodaro dan Venesia. Dana turun dan aktifitas pemugaran dimulai pada 10 Agustus 1973. Pada 1978 beliau ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Di bawah kementeriannya inilah, pekerjaan restorasi terus dilakukan.
Pada 23 Februari 1983 proses pemugaran Candi Borobudur dinyatakan berakhir dan sukses. Pada 1991, UNESCO mengukuhkan Borobudur sebagai warisan dunia.
Baca juga: 10 Putaran, Peziarah Kuno Mengelilingi Mandala Borobudur
Dalam bukunya, Daoed Joesoef menyimpulkan bahwa nenek moyang Indonesia telah merintis pertumbuhan toleransi di Nusantara. Beliau memaparkan sejumlah nilai dari mandala agung tersebut yang mencakup nilai arkeologis, historis, spiritual, budaya, keilmuan, keindahan, ekonomi, dan politik.
Atas kerja kerasnya beliau mendapatkan penghargaan dari Dalai Lama XIV pada 28 Februari 2015. “Itu adalah bentuk rasa terima kasih Dalai Lama, atas jasa Bapak Daoed terhadap Borobudur,” ujar Khenpo Norbu Gyeltshen yang mewakili Dalai Lama.
Berkat usaha dan cintanya pada Borobudur, sekarang kita – umat Buddha maupun bukan, Indonesia maupun bukan, dapat menyaksikan warisan dunia peninggalan leluhur kita. Terima kasih Pak Daoed Joesoef. Selamat jalan. (Dari berbagai sumber)
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara