Banyak orang mungkin sepakat bahwa arca Prajnaparamita dari Jawa Timur adalah sebuah masterpiece yang memiliki nilai estetika dan sejarah yang besar, dari era Jawa kuno. Sampai-sampai, ada yang menjuluki sebagai “Mona Lisa dari Jawa”.
Arca Bodhisatwa Prajnaparamita tersebut berasal dari abad ke-13 zaman Kerajaan Singasari, yang ditemukan dalam kondisi yang hampir sempurna di reruntuhan Cungkup Putri dekat Candi Singasari, Malang, Jawa Timur.
Tradisi lokal menghubungkan arca ini dengan Ratu Ken Dedes, ratu pertama Singasari, mungkin sebagai perwujudan ratu yang dianggap sebagai seorang dewi. Pendapat lain menghubungkan arca ini dengan Ratu Gayatri Rajapatni, permaisuri Kertarajasa, raja pertama Majapahit. Saat ini, arca tersebut menjadi salah satu koleksi berharga Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
Mungkin banyak yang belum tahu, bahwa selain Arca Prajnaparamita Jawa Timur, ada juga arca serupa yang ditemukan di kawasan Muaro Jambi, Sumatera. Kedua arca memiliki kemiripan dalam gaya karena mereka diperkirakan dibuat pada periode yang sama. Namun sayangnya arca Prajnaparamita dari Jambi tidak lagi memiliki kepala dan ditemukan dalam kondisi yang relatif buruk.
Arca Prajnaparamita Jambi ditemukan di kawasan Candi Gumpung di kompleks percandian Muaro Jambi, pada saat pemugaran yang dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala pada tahun 1978. Arca yang terbuat dari bahan batu andesit itu ditemukan pada saat dilakukan pemugaran bangunan induk.
Keterangan yang diletakkan di dekat arca menyebut, kedua tangannya dalam Vitarkamudra.
Bodhisattwa Prajnaparamita sendiri adalah Dewi Kebijaksanaan dalam Agama Buddha mazhab Mahayana-Tantrayana.
Namun laman Kemdikbud.go.id menyebut, tangannya digambarkan dalam sikap Dharmacakramudra yang berarti ‘sedang memutar roda dharma’.
Pakaian yang dipakai berupa bawahan kain yang tipis, berhias motif batik ceplok, yang panjangnya hingga pergelangan kaki. Tali kastanya berupa untaian manik-manik, jenis perhiasannya berupa dua untai kalung, sepasang gelang lengan, sepasang gelang tangan, sebuah ikat dada dan sepasang gelang kaki.
Sang dewi duduk di atas lapik yang tertutup dengan kain panjangnya. Sikap kakinya padmasana yaitu kaki disilangkan sehingga telapak kaki kiri dan kanan terletak di atas kedua paha.
Gaya seni arca ini sangat mirip dengan arca Prajnaparamita dari Jawa Timur, yang lalu menghasilkan kesimpulan bahwa keduanya berasal dari periode yang sama yaitu sekitar abad-13 Masehi. Bedanya Arca Prajnaparamita dari Candi Gumpung itu tidak memiliki sandaran. Kini, meskipun bagian kepala sudah hilang dan bagian lengan terpotong, sisa-sisa gaya seni yang tinggi masih terlihat jelas dari setiap detail pahatan Prajnaparamita Jambi.
Arca tersebut kini ditampilkan di salah satu sudut Bandara Sultan Thaha Jambi. Pengunjung yang siap menempuh perjalanan udara lewat bandara itu bisa sejenak menikmati sisa-sisa keanggunan budaya masa lampau, atau bahkan bisa memberikan penghormatan dari hati kepada sang dewi.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara