Foto     : Ana Surahman

Cilacap, sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki komunitas umat Buddha, dengan beberapa vihara tersebar di berbagai kecamatan. Salah satu vihara cukup besar di Cilacap adalah Vihara Buddha Parami, terletak di Jalan Babakan, Dusun Pedongkelan, Desa Jepara Kulon, Kecamatan Binangun.

Romo Puji Riyanto, sesepuh umat Buddha sekaligus Ketua Majelis Agama Buddha Indonesia (Magabudhi) Kabupaten Cilacap, menjelaskan bahwa keberadaan agama Buddha di dusun ini dimulai pada tahun 1968. Romo Nayadiwirya dan Bhante Gandhako disebut-sebut sebagai tokoh penting akan keberadaan dan perkembangan awal Agama Buddha di dusun ini.

“Rama Naya menemukan agama Buddha pada tahun 1966, saat itu ada pembaruan Kepala Desa, dan yang terpilih adalah Pak Markum dari angkatan darat. Dialah yang memberikan petunjuk kepada para sesepuh dan tokoh di sini mengenai agama Buddha,” jelas Romo Puji dalam wawancara dengan BuddhaZine pada Selasa, 25 Juni 2024.

Awal-awal munculnya agama Budddha,  umat berkegiatan di vihara lama bernama Sariputra yang terletak di ujung dusun. Seiring perkembangan umat, Rama Nayadiwiriya menghibahkan sebidang tanah seluas 32 meter persegi untuk didirikan vihara baru. Pada tahun 1985, di bawah prakarsa Bhante Gandhako, vihara baru yang lebih besar dibangun dan dinamakan Vihara Gandha Parami.

Pada awalnya, umat Buddha di Dusun Pedongkelan mencapai 40 persen dari total penduduk. Namun, menurut Romo Puji, jumlah tersebut semakin menurun karena kesulitan birokrasi dalam mengurus surat nikah. “Nikah di sini hanya sebatas pemberkahan, belum sampai ke pencatatan sipil, dan ketika ada transmigrasi, mereka harus memiliki surat nikah. Akibatnya, mereka tercatat sebagai penganut agama lain,” tambahnya.

Setelah vihara baru berdiri, Bhante Gandhako wafat dan bimbingan umat beralih ke Bhante Jagaro hingga awal 2000-an. Pada tahun 2010, Bhante Dhammatejo hadir untuk membina umat dan memprakarsai pemugaran vihara agar lebih luas dan megah. Pemugaran dilakukan dengan menggeser posisi Dhammasala dan menambah lahan, sehingga vihara kini memiliki halaman yang cukup luas.

“Dengan pemugaran ini, nama vihara pun diganti menjadi Vihara Buddha Parami, yang bertahan hingga saat ini,” ujar Romo Puji.

Saat ini, Vihara Buddha Parami dilengkapi dengan Dhammasala yang besar, halaman luas, serta fasilitas kuti, dapur, dan kamar mandi di bagian belakang Dhammasala. Jumlah umat di vihara ini sekitar 50 Kepala Keluarga yang aktif melaksanakan puja bakti setiap malam Rabu, serta merayakan hari-hari besar Agama Buddha. Namun, ada kekhawatiran mengenai berkurangnya generasi muda Buddhis di dusun ini. Romo Puji menyampaikan bahwa Sekolah Minggu pun sudah tidak aktif karena minimnya anak-anak.

“Kalau puja bakti di sini malam Rabu, itu mengikuti perhitungan Jawa Aboge, jadi agama mengikuti tradisi. Namun, Sekolah Minggu sudah tidak aktif karena kurangnya generasi anak-anak, dan remajanya juga sangat sedikit,” tutupnya.

Komunitas Buddha di Dusun Pedongkelan, Cilacap menghadapi tantangan besar, terutama dalam melestarikan Buddha Dhamma di kalangan generasi muda.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *