Umat Buddha seluruh Kabupaten Blitar melakukan pujabhakti detik-detik Waisak 2562 BE/2018 lebih awal. Berdasarkan pantauan BuddhaZine, di keempat wihara Desa Boro, Kecamatan Selorejo serentak memulai pujabhakti pada pukul empat dini hari, ini lebih cepat dengan jadwal purnama penuh pukul 21.12,19 WIB (29/5).
Kerukunan antarumat beragama yang telah terbangun selama puluhan tahun menjadi alasan pujabhakti Waisak dilaksanakan dini hari. “Saat ini saudara-saudara kami umat muslim sedang melakukan ibadah puasa. Mereka baru bisa berkunjung untuk silaturahmi ke rumah umat Buddha pada malam hari. Karena itu, seluruh umat Buddha Blitar sepakat pujabhakti Waisak dilaksanakan pagi hari,” tutur Sugianto, Ketua Vihara Buddhasasana Jaya Kepada BuddhaZine.
Di Vihara Buddhasasana Jaya, ratusan umat Buddha Dusun Buneng telah berkumpul di ruang dharmasala. Sebelum memulai pujabhakti, umat menyanyikan beberapa lagu Buddhis: Tri Suci Waisak dan Taman Lumbini. Mereka menyanyikan lagu tersebut dengan khidmat. Pujabhakti mulai dari namakarapatha, Waisaka gatha, Pancasila Aradhana, Dhammadesana Aradana, penyampaian pesan Dhamma yang disampaikan oleh Bhikkhu Sukhito.
Bhikkhu Sukhito
Berdasarkan tema Waisak Sangha Theravada Indonesia (STI) tahun ini “Bertindak, Berucap, dan Berpikir Baik; Memperkokoh Keutuhan Bangsa”. Bhikkhu Sukhito menyampaikan agar umat Buddha menjunjung tinggi nilai-nilai Dharma agar umat Buddha tidak terjebak pada ujaran kebencian. “Kebencian menjadi masalah yang sangat kompleks bagi bangsa Indonesia saat ini.” Menurut bhikkhu asal Blitar ini, kebencian, pertikaian dapat mengganggu kehidupan sosial masyarakat.
“Pertengkaran dalam kehidupan sosial masyarakat sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama. Karena pada dasarnya setiap agama mengajarkan nilai kebajikan dan mengikis keburukan atau kekotoran batin.” Pertengkaran didasarkan pada ketidaktahuan dengan apa yang dilakukan, karena tidak melihat bahaya dari pertengkaran itu.
“Ketika para siswa Buddha terlibat dalam pertengkaran, maka Buddha selalu menasihati siswanya. Dalam kitab Dhammapada, Buddha berkata ‘siapa pun yang memendam kebencian di dalam dirinya, dengan berpikir bahwa ia telah menyiksa diriku, ia telah memukulku, ia telah mengalahkanku bahkan ia telah merampas hidupku, maka kebencian tidak akan lenyap dalam hatinya.’ Bhagava menyampaikan ‘di dunia ini, kebencian hanya dapat dilenyapkan dengan cinta kasih,’ ini adalah kebenaran abadi,” tegas Bhikkhu Sukhito.
“Saat di India, terjadi peperangan antara Raja Kosala dan Raja Ajatasatu. Pada peperangan yang pertama dimenangkan oleh Raja Ajatasatu, dan pada peperangan kedua dimenangkan oleh Raja Kosala. Buddha memberikan nasihat bahwa kemenangan akan menimbulkan kebencian, orang yang kalah hidup menderita, setelah dapat melenyapkan diri dari kebencian maka timbul kedamaian.
“Dengan berpikir kebaikan maka kebencian tidak timbul. Kebencian yang menghasut dapat dilawan dengan cinta kasih yang menenteramkan, melembutkan, dan menyejukkan. Mereka yang dapat menyandingkan kebencian dan cinta kasih, akan mudah mengembangkan cinta kasih yang berdekatan dengan belas kasih. Turut berduka atas kesulitan yang dialami orang lain,” sambung Bhikkhu Sukhito.
“Buddha mengajarkan tentang kerukunan, saling peduli, dan saling menolong. Melalui tindakan, ucapan, dan pikiran yang baik, maka kita dapat mengembangkan cinta kasih kepada semua makhluk. Melalui sikap peduli kepada orang lain, pikiran dapat terkendali dari nafsu-nafsu, tidak serakah, tidak penuh kebencian, dan tidak egois, maka seseorang akan hidup tanpa musuh dan kedamaian muncul. Selain itu, sebaiknya seseorang dapat memahami ajaran secara kontekstual bukan hanya tekstual,” tutup Bhikkhu Sukhito.
Setelah Dhammadesa usai, acara dilanjutkan dengan pemercikan tirta dan ditutup dengan tradisi sungkeman. Sungkeman merupakan kebiasaan untuk memohon maaf kepada orang yang lebih tua atas kesalahan yang diperbuat.
Baca juga: Umat Buddha Blitar Majukan Detik-detik Waisak demi Hormati Puasa
Pada acara kali ini, orangtua dan anak saling berhadapan, dan anak namaskara tiga kali, kemudian mencium tangan dan pipi orangtua masing-masing. Selesai memimpin dan menyampaikan Dammadesana di vihara ini, Bhante Sukhito bersama seorang samanera dan dua atthasilani melanjutkan perjalanannya untuk mengisi pesan Waisak menuju tiga vihara lain di desa Boro. Umat Vihara Buddha Bhumika sudah melaksanakan puja sejak pagi dan tinggal menunggu Dhamma saja.
Tepat pukul 06.30 bhante bersama rombongan datang untuk menyampaikan Dhamma. Perjalanan pun dilanjutkan menuju Vihara Buddha Nugraha. Di sana bhante juga hanya menyampaikan Dhamma. Terakhir, perjalanan bhante dan rombongan di Vihara Buddha Meta Loka.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara