Dr. Hudaya Kandahjaya, seorang peneliti yang mumpuni terkait Candi Borobudur mengungkapkan keprihatinannya tentang kekeliruan terkait pengertian Borobudur yang beredar luas.
Informasi yang tersebar luas, baik di Wikipedia, YouTube, surat kabar, atau berbagai media sosial memuat kekeliruan pemahaman tentang Borobudur.
Pertama yang ia soroti adalah konsep tridhatu (kamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu) yang dahulu diajukan oleh sarjana asal Belanda, Stutterheim.
Sejak awal, gagasan yang ia cuplik berdasar yang ia temukan di Kitab Sang Hyang Kamahayanikan itu telah menimbulkan kontroversi dan banyak dibantah pakar lain.
“Padahal konsep dasar yang melatarbelakangi penyebutan tridhatu di Sang Hyang Kamahayanikan itu tidak ada hubungannya dengan Borobudur,” ujar Hudaya Kandahjaya, dalam acara Pembekalan Pengetahuan tentang Borobudur bagi Pemandu Wisata Candi Borobudur, Senin, 17 Oktober 2022 di Manohara Study Center, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
Selain kekeliruan itu, ia menggarisbawahi salah kaprah terkait dengan nama Borobudur yang disebut berasal dari kata Bhumisambharabuddhara. Prof. Johannes De Casparis, sang pencetus teori itu sudah menyampaikan bahwa gagasannya tahun 50-an itu salah.
“Saya sempat berkorespondensi dengan beliau pada tahun 80-an,” ungkap Hudaya.
Ia menerangkan, bahwa Borobudur sebenarnya berasal dari bahasa Singhala vara-budu-r (dalam bahasa Sanskerta vara-buddha-rupa), yang berarti arca Buddha istimewa.
“Hal semacam ini kalau dibiarkan tentu tidak membantu kita memahami pengertian Borobudur seperti yang dimaksud penciptanya,” kata Hudaya.
Ia mengkritik orang di zaman modern yang seringkali memandang apa yang dikerjakan orang di abad 8 atau 9 itu terbelakang. Persepsi itu menurut Hudaya salah, karena masyarakat Jawa era itu sudah sangat maju dan melampaui eranya.
Arsitektur Borobudur mengandung stupa berterawang, hanya ditemukan di Indonesia.
“Ada berbagai lompatan terobosan arsitektur yang tidak dimiliki di negara lain,” katanya.
Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI Supriyadi yang hadir dalam kesempatan ini mengatakan, para pemandu wisata selama ini telah memiliki pemahaman yang baik tentang Borobudur.
Terkait Candi Borobudur, bisa belajar dari pahatan relief, yang setiap pahatannya memberikan pelajaran penting tentang kehidupan. Karena itu semakin mendalam pemahaman yang dimiliki oleh pemandu wisata atau siapa pun, tentunya akan lebih baik.
“Mudah-mudahan kita semua bisa lebih terbuka, bisa saling bersinergi untuk pengembangan Borobudur,” harapnya.
Ketua panitia acara Gunawan Effendi menyampaikan, Candi Borobudur telah diakui sebagai candi begitu megah, namun banyak pengetahuan terkini tentang candi tersebut yang belum diketahui publik. Karena itu pihaknya menggandeng Dr. Hudaya Kandahjaya, yang dianggapnya sebagai salah satu peneliti paling unggul di dunia terkait Borobudur, untuk berbagi pengetahuan itu pada masyarakat, khususnya bagi pemandu wisata Borobudur.
“Acara ini merupakan bagian dari road trip Penerbit Karaniya bersama Dr. Hudaya Kandahjaya, yang mana acara telah diawali dengan seminar di STIAB Jinarakkhita Lampung pada 13 Oktober,” jelas Gunawan.
Sementara itu Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Magelang, Soni menyampaikan, pihaknya bersyukur, karena pemandu wisata bisa berkumpul bersama mendapatkan ilmu dan wawasan lengkap tentang Borobudur.
Menurutnya, para pemandu wisata siap menjadi penyelamat Borobudur, dari sisi penyampaian informasi kepada pengunjung, guna menjaga kesakralan dan keagungan Borobudur.
“Borobudur merupakan Dharma universal untuk segala umat. Yang membawa marwah kekeramatan adalah pramuwisata,” tegasnya.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara