Foto: Ngasiran
Kamis (29/2), tepat saat pemukulan gong, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Supriyadi, secara resmi membuka pembacaan tiga sutta di Catra Jinadhammo. Acara pembukaan ini menghadirkan bhikkhu sangha lintas mazab, pimpinan organisasi, tokoh masyarakat, serta umat Buddha, yang sebagian besar berasal dari Pulau Dewata.
Sebelum upacara pembukaan, pada pagi hari, bhikkhu sangha bersama ratusan umat Buddha melaksanakan pradaksina di kaki Candi Borobudur. Pradaksina dimulai dengan puja penghormatan kepada candi, dilanjutkan dengan melantunkan tisarana mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali searah jarum jam.
Setelah selesai pradaksina, para peserta melakukan arak-arakan menuju Catra Jinadhammo dengan membawa panji-panji Buddhis dan diiringi oleh musik gamelan Bali. Mereka berjalan dengan khidmat, menciptakan suasana sakral.
Melestarikan Budaya Puja
Pembacaan Sutta akan berlangsung selama 8 hari 24 jam tanpa jeda. Selama itu, bhikkhu sangha dan tim pembaca sutta secara bergantian membaca tiga sutta; Ratana sutta, Mangala Sutta, dan Karaniya Metta Sutta. Kegiatan ini dilakukan di Catra Jinadhammo, menghadap altar Buddha dengan latar belakang Catra yang baru saja selesai dibangun.
Tradisi pembacaan sutta selama 8 hari 24 jam tanpa jeda awalnya dilakukan di Desa Alas Angker, Bali. Yung Mertayasa, salah satu penggagas acara ini mengatakan, kegiatan ini merupakan salah satu upaya dalam melestarikan budaya puja.
“Kegiatan ini pertama kali dimulai pada tahun 2016 di bawah arahan Bhante Dhammasubho, dan sejak itu, kami telah secara konsisten mengadakannya setiap tahun di Alas Angker. Pada tahun 2018, kami juga melakukan pembacaan sutta di Candi Borobudur,” ungkap Yung Mertayasa.
Seiring berjalannya waktu, kegiatan ini mendapatkan dukungan luas, salah satunya dari Ibu Ratna, seorang praktisi spiritual yang berkomitmen untuk mendirikan sebuah catra.
“Catra yang sekarang berdiri megah di Catra Jinadhammo awalnya berada di Kawasan Candi Borobudur, tempat kami melakukan pembacaan sutta. Kini, berkat dukungan dari Mendiang Bhikkhu Jinadhammo, catra tersebut telah berdiri megah,” tambah Yung Mertayasa.
Terkait konsep Catra Jinadhammo, Yung Mertayasa menjelaskan bahwa Bhante Jinadhammo memandang catra sebagai simbol perlindungan, yang juga berfungsi sebagai antena untuk menerima budaya pemujaan.
“Proses pendirian Catra Jinadhammo telah melalui perjalanan panjang, dimulai dari Borobudur dan berakhir dengan pendirian megah di lokasi yang ditentukan,” tutup Mertayasa.
Upaya Sinergi
Bhikkhu Dittisampanno, yang mewakili Sangha Agung Indonesia (SAGIN), merasa terhormat dan bangga bisa berkontribusi dalam mendirikan Catra Jinadhammo. Menurutnya, inisiatif ini tidak hanya melibatkan pihak-pihak terkait, tetapi juga merupakan hasil sinergi lintas majelis, tradisi, bahkan agama, yang akan memberikan manfaat dan berkah bagi bangsa Indonesia.
“Saat ini, Pak Dirjen tengah berjuang untuk mendorong pemasangan Catra Borobudur. Pendirian Catra di Catra Jinadhammo ini diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap perjuangan Pak Dirjen dan umat Buddha untuk mendorong pihak terkait dalam pemasangan catra di Candi Borobudur,” ucap Bhante Ditti penuh harapan.
Hal itu juga didukung oleh Bhante Tejapunno, yang menekankan bahwa Catra Jinadhammo merupakan kristalisasi dari upaya-upaya yang luhur, dimulai dari tingkat desa hingga dukungan dari pemerintah.
Dengan demikian, budaya puja tidak hanya diekspresikan melalui upacara-upacara keagamaan, namun juga melalui pelestarian budaya yang dilakukan melalui pembangunan Catra Jinadhammo.
“Dengan tekad yang teguh dan niat yang baik, harapan untuk kesuksesan dalam melestarikan budaya puja semakin terwujud,” kata Bhante Tejapunnyo.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara