Periode masa Mataram Kuna di Jawa telah terbukti memiliki ketahanan pangan yang kuat, mampu menjaga ketersediaan pangan dalam waktu yang lama. Hal tersebut bisa dibuktikan dari relief di Candi Borobudur, maupun yang terbaru adalah temuan bekas lumbung atau tepat menyimpan padi, di kawasan Situs Liyangan, Jawa Tengah.
Hal tersebut disampaikan oleh Drs. Baskoro Daru Tjahjono, M.A. dalam temu ilmiah rutin yang diselenggarakan oleh Balai Arkeologi Provinsi D.I. Yogyakarta, dengan tema “Ketahanan Pangan pada Masa Jawa Kuna”, Rabu (10/3/2021). Acara digelar secara daring dan luring dengan peserta terbatas.
“Temuan baru itu di sebelah barat candi petirtaan yang merupakan konsentrasi temuan arang,” kata Baskoro yang merupakan arkeolog dan peneliti dari Balai Arkeologi DIY.
Ia menjelaskan, bekas lumbung padi tersebut telah diteliti oleh Balai Arkeologi DIY. Pihaknya belum bisa melakukan ekskavasi, namun telah mengupas bagian atas gundukan tanah. Di situ ditemukan tumpukan arang padi yang cukup tebal, sekitar 20-30 cm. Butir-butir arang padi itu masih dalam tangkainya.
Di kawasan itu menurut dia juga ditemukan arang kayu, yang melintang utara-selatan. Kemudian ada bekas anyaman bambu, dan bekas bambu utuh yang membujur barat-timur. Setelah disimpulkan, rupanya ini adalah bekas lumbung padi.
“Atap [lumbung] itu dari ijuk, kemudian di bawah atap itu ada anyaman bambu juga, kemudian baru usuk dan reng, kemudian baru konstruksi kayunya, bentuknya rumah panggung,” ujar Baskoro, menjelaskan konstruksi lumbung padi.
Lumbung itu, menurut dia alasnya berupa anyaman bambu, dan diatasnya onggokan padi yang diikat. Di atasnya diletakkan anyaman bambu lagi, dan ditumpangi onggokan ikatan padi lagi, sampai beberapa lapis.
Bentuk ketahanan pangan ini menurutnya juga tampak di paling tidak dua relief Candi Borobudur. Di salah satu relief terlihat sawah, yang di sebelah kirinya ada lumbung padi.
“Kemudian ada binatang anjing, untuk menjaga sawah,” jelasnya menjelaskan hewan di bawah relief lumbung padi.
Kemudian, di relief lain, terlihat orang Jawa masa lalu yang melakukan aktivitas penjemuran padi. Padi yang masih dengan rangkaiannya diikat dan digantung-gantung. Masih dalam relief yang sama, terlihat orang memikul onggokan padi.
“Mungkin mau dibawa ke lumbung, untuk disimpan,” jelas Baskoro.
Dirinya menambahkan, di masa lalu, setiap rumah memiliki lumbung padi untuk ketersediaan pangan satu keluarga. Selain itu, di lingkungan candi biasanya juga terdapat lumbung padi, untuk kepentingan makan dan minum peserta upacara keagamaan.
“Di dalam prasasti disebutkan bahwa dalam upacara penetapan Sima selalu diakhiri dengan perjamuan makan. Mungkin untuk persediaan itu dibuatkan lumbung padi,” ungkapnya.
Sementara itu pembicara lain Agni Sesaria Mochtar, S.S., M.A. menjelaskan, masyarakat Jawa Kuna sudah memiliki teknologi pangan dengan cara pengawetan. Menurut beberapa prasasti, dituliskan bahwa kala itu sudah dilakukan pengeringan dan pengasinan ikan, daging, dan telur, yang dihidangkan dalam upacara penetapan Sima.
“Paling banyak adalah ikan kakap, bawal, kembung, dan pari, udang juga. Kemudian ada daging yang dikeringkan,” ungkap peneliti Balai Arkeologi DIY itu
Yang menarik menurut Agni adalah penyebutan juga menu telur yang dikeringkan dan dalam prasasti tidak disebut diasinkan. Hal ini unik karena masyarakat kita sekarang lebih mengenal telur yang diasinkan.
“Bentuknya [telur yang dikeringkan] juga seperti apa saya masih bingung membayangkan,” kata dia.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara