Pagi itu, Minggu (8/12) sejak pagi hari ruang dapur Mbah Sukoyo, Kepala Dusun Krecek sudah terlihat mengepul. Hingga siang hari, bara api dalam pawon (tungku tradisional) tidak pernah berhenti menganga, melahap setiap kayu bakar yang dimasukkan. Tangan cekatan Sutiah (57), sang penguasa dapur sesekali terlihat membolak-balik karon nasi dengan centong kayu, kadang juga menambah kayu dalam tungku.
“Ini untuk makan orang satu dusun, jadi adange (menanak) nasinya harus banyak,” tutur Sutiah. Sutiah adalah istri kepala Dusun Krecek, sebagai pemilik dapur ia menjadi pimpinan memasak untuk hajatan dusun. Ia dibantu oleh puluhan ibu-ibu yang tak kalah sibuk dengan tugas masing-masing. Ada yang bertugas mencuci beras, mengupas aneka sayuran, memotong tempe, menggoreng dan menyiapkan bumbu. Semua dikerjakan dengan penuh kegembiraan. Obrolan-obrolan ringan dengan canda tawa dari ibu-ibu di dapur sesekali terdengar.
Sementara kaum perempuan sibuk di dapur, para laki-laki juga tak kalah sibuk menyiapkan keperluan di luar rumah. Mereka ada yang mengambil kayu bakar, ada yang menyiapkan lampu penerang jalan, mengambil daun pisang untuk alas makanan gendurian, meminjam karpet hingga menyapu jalanan yang akan digunakan untuk gendurian.
“Ini adalah hajatan bersama, pesta kita bersama jadi harus dikerjakan bersama-sama,” ajak Suyanto, Manggalia Dusun Krecek. Ya, hari itu masyarakat Dusun Krecek tengah bersyukur setelah berhasil menggelar upacara Merti Dusun dengan menyelenggarakan Festival Dusun Krecek, Sabtu 30 November – 2 Desember 2019. Juga sebagai syukuran penggunaan gamelan Arya Badracari yang baru diterima guna pinjam pakai masyarakat Dusun Krecek.
Baru-baru ini Dusun Krecek memang mendapat pinjaman gamelan dari Yayasan Dharmamega Bumi Borobudur. Tak sembarangan, gamelan itu adalah produksi Sanggar Bimo Putro, pimpinan Danang Suseno seorang putra dalang kondang Ki Manteb Soedarsono. Sebagai masyarakat dusun yang mencintai seni budaya, mendapat pinjaman gamelan adalah berkah yang luar biasa. “Tidak menyangka, saya kira becanda Om Salim bisik-bisik mau kasih pinjaman gamelan dan sekarang terlaksana. Tentu kita wajib bersyukur, ini adalah berkah yang luar biasa,” tutur Sukoyo.
Pukul 18.00 semua hidangan gendurian sudah siap di dapur. Sukoyo, sebagai sesepuh dusun keluar dari dapur membawa bara api beralas genteng menuju tempat gamelan. Di tengah-tengah gamelan, Mbah Sukoyo duduk bersila menyalakan kemenyan, doa dipanjatkannya, selesai membaca doa Mbah Sukoyo berdiri membunyikan beberapa gong, kendang, dan perangkat gamelan lain.
Gendurian dilakukan di jalanan dusun, tepat luar rumah Mbah Sukoyo. Mulai dari para sesepuh dusun, orang dewasa, pemuda, anak-anak, perempuan maupun laki-laki ikut dalam acara ini. Barisan rapi memanjang saling berhadapan terlihat di bawah cahaya rembulan yang temaram.
Upacara gendurian dipimpin oleh Suyanto, Manggalia Dusun Krecek dengan membacakan doa-doa dalam bahasa Jawa dan dilengkapi dengan pembacaan paritta pemberkahan. Semua proses berjalan dengan hening. Usai upacara, masyarakat makan bersama dengan lahap.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara