• Monday, 16 December 2019
  • Deny Hermawan
  • 0

Beberapa hari yang lalu, di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, muncul pemberitaan tentang ditemukannya arca Ganesha yang berukuran cukup besar. Sebenarnya, ini bukan temuan baru, sebab Ganesha “gimbal” yang ada di sana sudah lama diketahui oleh warga, namun tetap dibiarkan tak terurus, bahkan oleh pemerintah daerah setempat.

Ganesha memang merupakan salah satu dewata yang paling populer yang ada di Jawa. Banyak sekali peninggalan Ganesha yang bisa ditemukan di Nusantara. Bila berkunjung ke istana Pura Pakualaman di Jogja misalnya, begitu masuk pintu gerbang utama, di sebelah kanan akan terlihat arca Ganesha yang terlihat gagah. Salah satu kampus terkenal di Indonesia, ITB, juga memakai Ganesha sebagai logonya.

Daya tarik Ganesha sangatlah luas, tidak hanya di kalangan spiritual. Tato maupun t-shirt Ganesha sangat populer di seluruh dunia. Dia bahkan muncul dalam berbagai merek, pemasaran, budaya pop, dan mode di seluruh dunia.

Ganesha memang identik dengan agama Hindu. Secara umum, Ganesha dikenal sebagai “Pengusir segala rintangan”, “Pelindung seni dan ilmu pengetahuan”, maupun “Dewa kecerdasan dan kebijaksanaan”. Dalam tradisi wayang, ia disebut Bhatara Gana, dan merupakan salah satu putra Bhatara Guru, atau Dewa Siwa.

Namun tahukah bahwa dalam tradisi buddhis juga terdapat sosok Ganesha?

Bagi banyak umat buddhis Mahayana, Ganesha bisa dipandang sebagai sosok Bodhisattwa, atau juga dewa pelindung. Ganesha memang muncul dalam beberapa tradisi dalam Mahayana dan Wajrayana. Dalam satu tradisi, Ganesha Buddha dan Ganesha Hindu sama sekali tidak berhubungan. Namun dalam tradisi yang lain, Ganesha diyakini sebagai makhluk suci buddhis.

Banyak bentuk Ganesha buddhis dalam berbagai tradisi dunia. Mirip dengan versi Hindu, Ganesha buddhis atau yang sering disebut Ganapati diyakini mampu mengatasi rintangan dan membawa kesuksesan. Dalam buddhis Tiongkok, ia diyakini menjadi pasangan Dewi Kwan Im. Di Shingon, atau buddhis Tantra Jepang, ia populer disebut sebagai Kangiten. Di Jepang sendiri terdapat 250 kuil Kangiten yang berdiri sendiri, di mana ia diyakini sebagai dewa kemakmuran dan kebahagiaan.

Sebagai Nritta Ganapti, atau Ganesha yang menari, ia dikenal sebagai penghancur rintangan di kawasan Nepal. Sementara di Thailand, ia disebut Phra Phikanet, dewa keberuntungan dan kesuksesan. Di dalam buddhis Tibetan, salah satu wujud Ganesha adalah sebagai dewata kekayaan, yang diasosiasikan dengan Jambhala.

Dalam kebanyakan tradisi buddhis tantrik, Genesha atau Ganapati muncul sebagai dewa atau pelindung duniawi. Namun ada juga Ganapati Maha Rakta, bentuk buddhis Tantrik Ganapati berwarna merah, yang terkait dengan siklus Tantra Chakrasamwara. Bentuk Ganapati ini dianggap sebagai emanasi Bodhisattwa Avalokiteshvara. Ini adalah bentuk Ganapati merah dengan 12 tangan. Sementara menurut tradisi Atisha Dipankara (Kadam) terdapat sosok Ganapati Ragavajra yang sangat unik. Ganapati ini “menyatu” dengan pasangannya. Menurut simbolik dalam tantra yang kadang sarat dengan unsur tersirat, ini bermakna penyatuan antara elemen kebahagiaan dan kebijaksanaan.

Kembali ke Mahayana yang lebih umum, dalam tradisi ini dikenal adanya dua sutra yang memuat dharani pemujaan terhadap Ganapati. Yang pertama adalah Sutra Dharani Ganapati Emas, yang konon disabdakan Buddha kepada siswa utamanya Sariputra tatkala berada di Shravasti. Yang satu lagi adalah Arya Maha Ganapati Hrdaya Dharani, yang diyakini disampaikan Buddha kepada Ananda di Rajagriha.

Keduanya boleh diucapkan oleh siapapun tanpa membutuhkan abhiseka atau tuntunan khusus. Namun untuk mempraktikkannya, menurut tradisi buddhis biasanya diawali dengan berlindung pada Triratna, dilanjutkan dengan mengucapkan ikrar Bodhisattwa. Sesudah selesai membaca, ditutup dengan pelimpahan jasa, mendedikasikan kebajikan praktik demi pencerahan seluruh makhluk.

Inilah mantra dharani Ārya Mahā Gaṇapati Hṛdaya:

oṃ namo ‘stu te mahāgaṇapataye svāhā |
oṃ gaḥ gaḥ gaḥ gaḥ gaḥ gaḥ gaḥ gaḥ |
oṃ namo gaṇapataye svāhā |
oṃ gaṇādhipataye svāhā |
oṃ gaṇeśvarāya svāhā |
oṃ gaṇapatipūjitāya svāhā |
oṃ kaṭa kaṭa maṭa maṭa dara dara vidara vidara hana hana gṛhṇa gṛhṇa dhāva dhāva bhañja bhañja jambha jambha tambha tambha stambha stambha moha moha deha deha dadāpaya dadāpaya dhanasiddhi me prayaccha |

oṃ rudrāvatārāya svāhā |
oṃ adbhutavindukṣubhitacittamahāhāsam āgacchati |
mahābhayamahābalaparākramāya mahāhastidakṣiṇāya dadāpaya svāhā |
oṃ namo ‘stu te mahāgaṇapataye svāhā |
oṃ gaḥ gaḥ gaḥ gaḥ gaḥ gaḥ gaḥ gaḥ |
oṃ namo gaṇapataye svāhā |
oṃ gaṇeśvarāya svāhā |
oṃ gaṇādhipataye svāhā |
oṃ gaṇapatipūjitāya svāhā |
oṃ suru suru svāhā | oṃ turu turu svāhā | oṃ muru muru svāhā |

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *