• Wednesday, 6 February 2019
  • Surahman Ana
  • 0

Kurangnya koordinasi, komunikasi dan tumpang tindih peran menjadi persoalan serius dalam perjalanan sebuah organisasi. Persoalan ini ternyata juga dihadapi oleh organisasi-organisasi Buddhis, termasuk Keluarga Buddhayana Indonesia (KBI) Jawa Timur.

Karena itu, sebagai salah satu upaya memperbaiki kinerja organisasi, KBI Jawa Timur mengadakan rapat koordinasi, Sabtu (26/01). Acara yang dilaksanakan di Vihara Buddhayana Dharmavira Center (BDC) Surabaya ini dihadiri oleh para pengurus dan badan otonom KBI; Sangha Agung Indonesia (SAGIN) dan wilayah Jawa Timur, Majelis Buddhayana (MBI) Jawa Timur, Sekretariat Bersama Yayasan Buddhayana Indonesia (Sekber Yabudhi) beserta badan otonom; Wulan Bahagia, WBI, SIDDHI, SEKBER PMVBI, IMABI.

Bhante Viryanadi, salah satu pembina umat Buddha Jawa Timur menyampaikan kegelisahan terhadap kinerja organisasi yang belum bisa bekerja sama dengan baik. Kerja sama antar lembaga dalam tubuh KBI belum berjalan dengan baik sehingga membuat pembinaan umat belum efektif.

“Selama ini koordinasi kita masih lemah, antara SAGIN, Yayasan, MBI tidak bisa sinkron, ini menimbulkan masalah yang berlarut-larut. Bahkan antara MBI dengan badan otonom sendiri belum bisa berkomunikasi dengan baik, belum memahami tugas dan fungsi pokoknya masing-masing,” kata bhante.

Jika ini tidak segera diatasi, menurut bhante organisasi tidak akan berkembang, pembinaan umat Buddha yang tersebar desa-desa tidak akan bisa dilakukan dengan baik. “Ini adalah momentum untuk kita bersama melakukan evaluasi. Setelah kepengurusan yang baru dibentuk, kemarin saya langsung minta untuk diadakan rapat koordinasi yang melibatkan semua elemen pengurus dalam tubuh organisasi KBI, ini penting untuk kemajuan kita bersama, terutama untuk umat Buddha,” imbuhnya.

Menanggapi persoalan tumpang tindih dan salah pengertian antara organisasi dalam tubuh KBI, Bhikkhu Nyanasila yang merupakan Sekretaris Jenderal SAGIN memaparkan rumusan-rumusan fungsi dan tugas pokok masing-masing organisasi. “Kita di pusat selalu melakukan koreksi, merumuskan aturan dan kebijakan untuk mengurai persoalan-persoalan yang kami terima.

“Untuk mengurai persoalan kerancuan dalam fungsi dan tugas pokok lembaga-lembaga ini dibutuhkan adanya sekertariat bersama (Sekber) KBI. Dengan adanya Sekber KBI ini bisa menjadi perekat bagi hubungan kerja segitiga Buddhayana. Segitiga Buddhayana adalah tiga organ besar KBI yaitu SAGIN, MBI, dan Yabuddhi,” ungkap Bhante Nyanasila.

Baca juga: Peluncuran Program Pendidikan Keluarga Buddhis Indonesia

Untuk memperjelas rumusannya Bhante Nyanasila menyampaikan hubungan kerja segitiga Buddhayana yang pada intinya adalah menjelaskan secara detail mengenai tugas pokok, fungsi, serta ruang lingkup dalam pelayanan umat. Menurut Bhante Nyanasila, apabila setiap organ dalam KBI memegang prinsip-prinsip kerja yang sudah terumuskan dalam hubungan segitiga Buddhayana maka persoalan tumpang tindih tanggung jawab tidak akan terjadi.

Lebih memperhatikan umat Buddha di desa-desa

Selain membahas persoalan organisasi, pada rapat ini juga digunakan untuk membahas dan merumuskan program kerja KBI Jatim selama satu tahun kedepan. Pendidikan, kesejahteraan ekonomi dan pembinaan umat Buddha di desa-desa menjadi perhatian khusus kepengurusan baru.

“Yang pertama, pendidikan mulai dari Sekolah Minggu, semua vihara harus ada sekolah minggu dengan guru yang kreatif dan berkualitas. Kemudian yang lebih luas adalah Dhammaseka untuk pendidikan formal maupun non formal dan yang terakhir adalah pendidikan formal mulai dari play gourp, TK, SD, SMP, SMA maupun Universitas. Kalau perlu kita harus menyediakan beasiswa untuk anak-anak kita supaya bisa memperoleh pendidikan yang berkualitas,” tutur Tosin, Ketua MBI Jatim yang baru terpilih tahun lalu.

“Yang kedua, kesejahteraan umum berkaitan dengan ekonomi. Program untuk ekonomi ini lebih cenderung pada program usaha, bisa berbentuk seperti koperasi, bisa juga dengan pengembangan sentral bisnis yang sudah ada di setiap kecamatan. Ini yang paling potensial dan sudah berjalan adalah di Mahavihara Mojopahit, pasarnya sudah ada tinggal pengembangan saja.

“Dan yang ketiga, pengembangan organisasi dan pembinaan umat Buddha di daerah-daerah. Vihara-vihara di daerah seperi Banyuwangi, Pasuruan, Madiun, Malang, Blitar dan daerah-daerah harus lebih serius diperhatikan. Saya sudah mulai kunjungi beberapa daerah yang potensial, dan memang mereka harus sering-sering kita datangi,” tegas Pak Tosin.

Selain itu, program-program tahunan yang sudah berjalan juga tak luput dari perhatian. Pelatihan kepanditaan, keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan lintas agama dan pengembangan teknologi juga harus tetap dilaksanakan.

“Seperti perayaan Waisak pada tahun-tahun sebelumnya kita akan mengangkat tiga tema; melahiran Sidharta Gotama, mencapai pencerahan dan parinibana (wafat) Buddha Gotama. Ini masih akan kita laksanakan di tiga tempat berbeda, yang jelas pada detik-detik Waisak akan diselenggarakan di vihara masing-masing. Kususnya untuk Vihara BDC, akan kerjasama dengan Pemerintah Kota Surabaya, mereka akan menyediakan konsumsi,” kata Hudy Suharto, salah satu pengurus Yabuddhi.

“Puncaknya dengan tema parinibana Buddha Gotama akan dilaksanakan di Mahavihara Mojopahit,” imbuh Pak Hudy.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *