• Friday, 7 December 2018
  • Deny Hermawan
  • 0

Pameran Temporer Museum Sonobudoyo 2018 bertajuk, “Sonobudoyo: Sejarah dan Identitas Keistimewaan” digelar sejak 30 November hingga 9 Desember 2018. Pameran dibuka Jumat, 30 November 2018 malam oleh GKR Hayu selaku perwakilan Kraton Yogyakarta.

“Museum haruslah dapat merespon generasi milenial,” pesan GKR Hayu saat membuka pameran.

Kisah Museum Sonobudoyo yang telah berdiri sejak tahun 1935  dihadirkan di sini melalui pameran koleksi, arsip, dan buku-buku kuno. Diharapkan, masyarakat dapat melihat perjalanan panjang dari sebuah institusi museum berusia 83 tahun yang sudah berdiri sejak 1935.

“Koleksi dari Jawa, Bali, Madura, dan Lombok mengisi keragaman dalam setiap sudut ruang pamer,” ujar Kepala Museum Sonobudoyo Diah Tutuko Suryandaru.

Peninggalan Buddhis tak luput menjadi primadona dalam pameran ini. Beberapa benda berharga tersebut adalah pemberian dari Java Institute.

Baca juga: Peninggalan Leluhur di Candisari yang Terserak

Salah satu yang menjadi primadona adalah  yang arca kepala yang diperkirakan sebagai Bhagavati Arya Tara Devi. Arca ditemukan tanggal 20 Oktober 1955 di Pijetan, Desa Ngoro-oro, Patuk, Gunung Kidul. “Sang Dewi” berasal dari masa klasik antara abad 8-12 M. Ia berbahan dasar perunggu berlapis emas 22 karat dengan teknik pembuatan “a cire perdue” dan “incrussi”. Kepala arca ini berukuran tinggi 33 cm dan lebar 17 cm.

Di sebelah kirinya, dapat dilihat Arca Vajrapani yang berasal dari Sambisari, Purwomartani, Kalasan, Sleman. Arca dengan nomor inventaris BG. 465 ini memiliki tinggi 28 cm, dan berbahan perunggu. Bodhisatwa Vajrapani digambarkan duduk di atas padmasana dalam sikap lalitasana. Tangan kanan bersikap memberi anugerah (varamudra), tangan kiri memegang bunga teratai mekar (padma) yang di atasnya terdapat vajra. Vajrapani memakai busana dan perhiasan lengkap dengan mahkota berupa kiritamakuta. Di bawah padmasana terdapat hiasan gajah menggendong singa, ini melambangkan bahwa kejahatan akan selalu dapat dikalahkan oleh kebaikan. Patut diketahui, tak hanya dikenal lewat kitab Mahayana / Tantra, Vajrapani adalah sosok yang juga muncul di Kanon Pali, sebagai yakka (yaksha) Vajirapani.

Di sebelah kiri arca Vajirapani, dapat ditemukan artefak khakkhara. Dalam bahasa Sansekerta,ini berarti “tongkat yang berbunyi”. Khakkhara adalah sejenis tongkat yang dipakai untuk berjalan, guna mengusir binatang-binatang di sekitar, agar tidak terinjak. Namun biasanya istilah ini mengacu pada bagian kepala tongkat dengan cincin-cincin yang bila dihentikan akan mengeluarkan bunyi gemerincing. Khakkhara saat ini masih bisa ditemukan dipakai oleh para bhiksu Mahayana baik di Tiongkok maupun negara oriental lain.

Kepala khakkhara sendiri biasanya terbuat dari logam seperti besi, perunggu, atau emas.  Khakkhara yang dipamerkan di sini adalah titipan dari BPCB Yogyakarta.

Selain itu, sebenarnya masih banyak benda-benda peninggalan kejayaan Buddhisme  di Nusantara yang menjadi koleksi museum. Namun karena keterbatasan tempat, hanya beberapa yang dipamerkan.

Menurut data katalog, masih ada genta (lonceng) besar dari kawasan Candi Kalasan, arca dhyani Buddha Wairocana, arca Bodhisatwa Ratnapani, arca Bodhisatwa Samantabhadra, arca Dhyani Budha Ratnasambhawa, arca Dhyani Bodhisatwa Awalokiteswara, arca Kubera/Jhambala, dan berbagai stupa/stupika.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *