Ketika dunia berjuang keras untuk mengimbangi efek yang semakin ekstrem dari perubahan iklim antropogenik pada pola cuaca, produksi pangan, ekosistem, dan populasi hewan, Kerajaan Buddhis Bhutan pada tahun lalu, menjadi negara bebas karbon yang pertama dan satu-satunya di planet ini.
Contoh dan model hidup bahwa ada pendekatan yang lebih baik dan bisa diterapkan untuk pembangunan ekonomi dan demi kelangsungan, Bhutan melakukan sesuatu yang mana setiap negara memiliki kekuatan untuk melakukannya: menghentikan perusakan lingkungan dan mulai melindunginya.
Terpencil dan daratan yang terkurung, bertengger di udara murni Himalaya timur, Bhutan secara teratur masuk peringkat di antara negara-negara paling bahagia di dunia. Dengan populasi hanya 736.000 jiwa, berdasarkan data pemerintah tahun 2017, juga merupakan salah satu negara terkecil dan negara yang memiliki sedikit industri di dunia, namun memiliki pengalaman signifikan dalam menjaga keseimbangan mengelola pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, yang terkenal dalam pendekatan konservatif “Gross National Happiness” (GNH) untuk pembangunan ekonomi.
Tingginya tingkat hutan yang menutupi kerajaan itu — sekitar 72 persen — berarti bahwa tidak hanya Bhutan memenuhi janjinya untuk tetap netral karbon, ia telah menjadi salah satu penyerap karbon yang langka namun penting di bumi, dengan hutannya menyerap lebih banyak karbondioksida daripada yang dihasilkan oleh negara itu.
Bhutan menghasilkan sekitar 2,2 juta ton karbondioksida setiap tahun, tetapi menyerap lebih dari 6 juta ton. Negara ini juga melarang penebangan hutan untuk diekspor dan berusaha menjadi 100 persen organik pada tahun 2020.
Pemandangan salah satu daerah di Bhutan. Foto Ryan H
Bhutan juga merupakan negara Buddhis Vajrayana yang tersisa di dunia. Tradisi spiritual tertanam di dalam kesadaran dan budaya negeri terpencil ini, di mana telah berkembang dengan sejarah tak terputus sejak awal tahun yang berasal dari Tibet oleh guru Buddha abad ke delapan Padmasambhava, yang juga dikenal sebagai Guru Rinpoche. Hasilnya, keberlanjutan telah menjadi bagian dari identitas nasional Bhutan.
Filosofi GNH diperkenalkan pada akhir tahun 1970 oleh raja keempat negara itu, Jigme Singye Wangchuk, mengambil inspirasi dari budaya Buddhis tradisional kerajaan. Sebuah alternatif untuk metrik tradisional dalam mengukur pembangunan nasional, seperti produk nasional bruto (GNP) atau produk domestik bruto (PDB), GNH didasarkan kepada empat prinsip dasar atau “pilar:” pemerintahan yang baik, pembangunan sosio-ekonomi berkelanjutan, pelestarian dan promosi budaya, serta pelestarian lingkungan.
Meskipun tidak menentang perkembangan material atau kemajuan ekonomi, GNH menolak mengejar pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan akhir, sebaliknya berusaha mengembangkan pendekatan yang lebih holistik untuk menyeimbangkan pembangunan dan kesejahteraan sosial, mewujudkan prioritas budaya dan sosial ke dalam tujuan pembangunan untuk menciptakan masyarakat yang lebih bahagia dan adil.
Perkampungan di Punakha, Bhutan. Foto Ipek Morel
“Para raja kami yang tercerahkan telah bekerja tanpa lelah untuk mengembangkan negara kami, menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi secara hati-hati dengan pembangunan sosial, kelestarian lingkungan, dan pelestarian budaya, semua dalam kerangka pemerintahan yang bagus,” Perdana Menteri Bhutan Lyonchhen Dasho Tshering Tobgay mengatakan dalam TED Talk 2016, yang mana beliau juga mengakui bahwa, seperti setiap negara, Bhutan juga bergulat dengan tantangan dan masalah yang signifikan, baik ekonomi maupun sosial: “Kenyataannya adalah kami merupakan negara kecil terbelakang berusaha melakukan yang terbaik untuk bertahan hidup. Tetapi kami baik-baik saja; kami bertahan. Faktanya, kami berkembang.”
Baca juga: 7 Tempat Suci Buddhis Terindah di Dunia
Ada sejumlah alasan di balik keberhasilan lingkungan hidup Bhutan – negara itu menghasilkan dan mengekspor listrik bersih yang dapat diperbaharui serta berinvestasi di industri hijau serta pertanian organik. Inisiatif pemerintah lainnya untuk mendorong pembangunan berkelanjutan meliputi:
1. Mewajibkan hutan lindung minimal 60 persen dalam konstitusi negara.
2. Promosi listrik tenaga air sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil.
3. Bekerjasama dengan Nissan untuk mendistribusikan mobil listrik.
4. Menyubsidi penerangan LED, transportasi umum listrik, dan kendaraan listrik.
5. Menyediakan listrik gratis bagi komunitas pedesaan untuk mencegah penggunaan kayu sebagai bahan bakar.
6. Rencana bagi pemerintah untuk sepenuhnya tanpa kertas.
“Kami mengelola ini karena kami menggunakan sumber daya terbatas dengan sangat hati-hati, dan karena kami tetap setia kepada misi inti GNH, yang merupakan ‘pengembangan dengan nilai-nilai.’” Tshering Tobgay menekankan.
Lyonchhen Dasho Tshering Tobgay
“Ekonomi kami kecil dan kami harus memperkuatnya. Pertumbuhan ekonomi itu penting. Tetapi pertumbuhan ekonomi itu tidak harus datang dari merusak budaya unik atau lingkungan murni kami.”
Namun Bhutan memiliki tali yang rumit untuk dinavigasi. Terjepit di antara persaingan politik yang tidak menyenangkan dari pusat ekonomi Tiongkok dan India. “Rasio jumlah orang terhadap daratan – ukurannya hampir sama dengan Swiss tetapi hanya 1/10 penduduk,” kata Erin Levi, penulis buku Bradt Travel Guide to Bhutan. “Sangat lambat dalam pembangunan – jalan pertama dibangun pada tahun 1960-an, yang juga berarti orang juga terlambat untuk memiliki mobil.”
“Sekarang, bagaimanapun, untuk pertama kalinya ada jam sibuk di Thimphu, satu-satunya ibukota di Asia yang tidak memiliki lampu lalu lintas.”. Kurang dari 75 persen penduduk Bhutan mengidentifikasikan diri sebagai umat Buddha, menurut data tahun 2010 dari Pusat Penelitian Pew yang berbasis di Washington, DC, dengan perhitungan umat Hindu untuk sebagian besar sisanya. Sebagian besar umat Buddha Bhutan mengikuti aliran Drukpa Kagyu atau aliran Nyingma Buddhis Vajrayana. (Buddhistdoor.net)
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara