• Saturday, 9 May 2020
  • Surahman Ana
  • 0

Lumbini bergetar takjub, karena terpilih menjadi pijakan langkah pertama Bodhisattwa nan Agung. Hutan Gaya berselimut kebahagiaan menyambut datangnya guru dewa dan manusia, pembimbing agung tiada tara.

Kusinara bertabut keharuan mengantar parinibbana Sammasambuddha. Sujudku dan hormatku kepada-Mu, penemu permata Dhamma nan mulia, yang indah pada awalnya, indah dipertengahan, dan indah pada akhirnya.

Sujud dan hormat kami kepada-Mu, pemimpin persaudaraan Arahat suci, pembimbing semua makhluk. Sujud dan hormat kami kepada-Mu, Bhagava yang sempurna welas asih dan kebijaksanaan-Nya. Selamat Hari Tri suci Waisak 2564 BE. Mari selalu berada di jalan Dhamma, semoga berkah Waisak suci melimpah kepada anda.

Sebait kata-kata puja yang dibacakan menjelang pembabaran Dhamma dalam perayaan Hari Tri Suci Waisak 2564 BE/2020 di Cetiya Dhamma Manggala, Sunter, Jakarta pada Kamis (7/05).

Pemandangan tak seperti biasanya nampak pada perayaan Waisak kali ini. Umat Buddha dunia merayakan hari rayanya di tengah-tengah pandemi Covid-19.

Di Indonesia sendiri para umat melaksanakan perayaan di rumah masing-masing, sedangkan puja bakti detik-detik Waisak di vihara-vihara seluruh Indonesia hanya dilakukan oleh beberapa umat. Salah satunya di Cetiya Dhamma Manggala.

Puja bakti hanya dilakukan oleh empat orang, dua bhikkhu dan dua pandita. Bhante Kamsai Sumano berlaku sebagai pemimpin Puja bakti. Ceramah Dhamma diisi oleh Bhikkhu Dhammasubho Mahathera melalui aplikasi Zoom.

“Saudara-saudara sedhamma, Waisak tahun ini terasa istimewa karena dalam satu bulan ini kita bebarengan dengan perayaan hari besar keagamaan yang lain. Tapi ada yang lebih istimewa yaitu Waisak tahun ini berbarengan dengan menyebarnya virus Corona yang singgah di beberapa negara termasuk Indonesia yang disebut dengan wabah Covid-19. Ini tidak biasasnya.” tutur Bhante mengawali ceramah.

“Saudara-saudara sedhamma, meskipun sementara orang menganggap wabah adalah musibah dan bencana, tetapi bagi mereka yang sudah mengendap jiwanya, melihat sesuatu dengan mata hati, berbicara dengan bahasa rasa. Corona mempunyai makna yang lain. Benar kalaupun corona dianggap musibah, tapi musibah yang membawa hikmah.”

“Saudara-saudara sekalian keadaan atau situasi yang sekarang ini, yaitu Waisak kita adalah mendengar bahasa bisik alam. Yang mana alam semesta yang terdri dari bumi, langit , samudera raya sedang punya gawe, yaitu dandan-dandan, bersih-bersih.”

“Maksudnya, Bopo Angkoso (Bapak Angkasa) sedang merawat jagat, Ibu Bumi sedang merias diri. Dandan-dandan, menyembuhkan, memperbaiki, mengembalikan kepada keharmonisan.“

“Kalau di Hari Tri Suci Waisak memperingati tiga perisitiwa penting dalam kehidupan Buddha Gotama, nah sekarang alam semesta sedang bekerjasama ketiga-tiganya, ibu bumi, bopo angkoso dan samudera raya. Alam semesta ini sedang berbenah diri.”

“Maka dari itu pada saat-saat ini kita dianjurkan untuk membantu alam semesta yang sedang punya gawe. Caranya sesuai dengan istilah jaman sekarang yaitu jaman now, nang omah wae (di rumah saja). Alam semesta sedang mengajak kita untuk tetap di rumah saja dan bersih-bersih diri, demi mencegah penyebaran Corona ini.”

“Bersih diri bukan hanya dilakukan secara fisik namun batin, mental kita juga kita bersihkan. Di hari Waisak ini kita merenungkan sifat-sifat luhur Sang Buddha untuk membersihkan batin kita supaya kita mempunyai kehidupan yang bersih, hidup yang tidak cacat. Baik cacat secara sosial, cacat moral, maupun cacat spiritual.”

“Cacat sosial maksudnya yang berhubungan dengan lingkungan sekitar, hubungan horizontal. Misal minjam barang tidak dikembalikan, hutang tidak membayar, ingkar janji. Yang kedua cacat moral, moral dalam bahasa Buddhis adalah sila. Sila menjadi pagar, angger-angger, wewaler, rambu-rambu. Sila sebagai pelindung dan penjaga yang aman bagi tingkah laku umat manusia supaya tidak menjadi berbahaya dan mengganggu bagi orang lain. Jadi bagi yang melanggar sila atau pagar ini berarti telah cacat moral. “

“Dunia akan selamat oleh orang-orang yang malu berbuat jahat dan takut akan akibatnya. Orang-orang akan selamat bukan dengan pagar kawat berduri tetapi dengan pagar hati, yang membuat seseorang takut pada dirinya sendiri. Mereka yang takut akan dirinya sendiri apabila dia taat sila.”

“Lalu cacat yang ketiga adalah cacat spiritual. Spiritual itu wilayah batin, karena batin sangat berperan penting dalam kehidupan. Dalam isitilah Jawa lahir iku utusaning batin. Wujud cacat batin adalah berupa niat; niat keserakahan, niat kebencian, niat kedunguan. Kedunguan melahirkan sifat tidak peka, tidak peduli, masa bodoh. Dari kedunguan akan menumbuhkan keserakahan dan kebencian. Inilah wujud cacat spiritual.”

“Sang Buddha sendiri telah menjadi manusia yang tanpa cacat ketiga-tiganya dan itulah yang membedakan kualitas seorang Buddha dibandingkan dengan manusia lainnya. Untuk itu marilah di Hari Suci Waisak ini kita bersama merenungkan dan menumbuhkan sifat-sifat luhur dalam diri kita demi hidup yang berkualitas, dan sebagai wujud dukungan kita kepada alam semesta (Bapak Angkasa, Ibu Bumi) yang sedang punya gawe,” pungkas Bhante.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *