Negeri Atap Langit ini memang salah satu kawasan di dunia yang memiliki sejarah panjang terkait praktik Buddhadharma yang hidup dan lestari hingga kini.
Banyak makhluk agung dan suci yang muncul di Tibet “gara-gara” menjalankan praktik Buddhadharma. Salah satunya adalah Pabongkha Déchen Nyingpo, yang sering dianggap sebagai guru terbesar Tibet di abad ke-19, yang hidup antara tahun 1878 hingga 1941.
Pabongkha Rinpoche awalnya dikenal sebagai pembelajar yang membosankan dan tidak pernah menyelesaikan gelar Geshe Lharam-nya. Dia lamban dan cara pikirnya tidak tajam.
Baru kemudian ketika dia pergi untuk belajar dari seorang guru yang tidak terkenal yang bernama Dakpo Rinpoche. Dengan bimbingan gurunya, Pabhongka bermeditasi di gunung di Pertapaan Dakpo dan memperoleh banyak realisasi. Pabongkha Rinpoche kemudian menjadi sangat tergugah dan menjadi sosok yang sangat dicari untuk ajaran dan berkah selama sisa hidupnya.
Pabongkha Rinpoche menganggap gurunya ini sebagai guru akarnya yang telah memberinya meditasi Lam Rim secara intensif yang memberi Pabongkha Rinpoche realisasinya.
Ketika Pabongkha Rinpoche mengunjungi gurunya itu, dia akan menunggang kuda seperti biasanya orang pada hari-hari itu. Tetapi ketika pertapaan gurunya mulai terlihat di kejauhan, dia akan turun dan berjalan sambil bersujud sampai ke pintu masuk karena ini adalah penghormatannya kepada gurunya karena telah memberinya ajaran untuk mencapai realisasi tinggi.
Ketika Pabongkha berpamitan, dia akan berjalan mundur sampai pertapaan itu tidak terlihat lagi di pandangannya dan kemudian menunggangi kudanya dan melanjutkan perjalanannya.
Yang menarik adalah bahwa Pabongkha Rinpoche merupakan pria berbadan tambun, sehingga sangat sulit untuk bersujud dan berjalan mundur untuk jarak jauh. Tetapi dia melakukannya untuk menunjukkan rasa hormat yang terdalam kepada lama-nya.
Setelah mencapai realisasi, Pabongkha Rinpoche lantas menjadi guru, Kepala Biara, Kepala Biara Emeritus, Geshe tingkat tinggi, cendekiawan, yogi, meditator, dan bahkan guru dari Dalai Lama ke-14. Pabongkha ditawari menjadi administrator negara oleh Dalai Lama namun ia menolak permintaan tersebut karena tidak menyukai urusan politik.
Guru tersohor
Dia menjadi guru yang hebat dan tersohor, yang ketika mengajar pernah dalam satu dihadiri sampai 10.000 orang. Permintaan untuk memberikan inisiasi, ajaran dan transmisi lisan datang tanpa henti.
Banyak cerita tentang tanda-tanda khusus akan muncul kepada Pabongka Rinpoche. Dikatakan ketika dia memberikan inisiasi Sri Cakrasamvara (Heruka), banyak hadirin menyaksikan mata ketiga Pabongkha terbuka di dahinya. Dan ketika Rinpoche mengundang makhluk suci untuk masuk dan memberkati hadirin, orang-orang banyak yang mengalami kejang-kejang di badannya karena berkah yang luar biasa.
Rupang Cakrasamvara milik Pabhongka pernah menuangkan nektar dari mulutnya, disaksikan oleh banyak orang di hadapan Pabongka Rinpoche. Seringkali Kyabje Pabongka Rinpoche memiliki penglihatan yang jelas tentang Vajrayogini yang muncul padanya. Masih banyak lagi cerita tak lazim dari guru yang satu ini.
Ia dikenal sebagai sosok yang rendah hati, baik dan menggunakan banyak waktu hidupnya untuk menyebarkan Buddhadharma kepada semua orang yang meminta.
Karena popularitasnya yang ekstrem, ada banyak orang yang cemburu dan membuat rumor yang sesat tentang dirinya. Akhirnya muncul rumor bahwa Pabongkha menentang para guru dari aliran Nyingma, atau hoaks bahwa Pabongkha melemparkan dan membuang patung Guru Rinpoche ke dalam air.
Padahal menurut penuturan orang terdekat, Pabhongka meletakkan rupang Guru Rinpoche di altarnya juga, meski tidak di bagian tengah. Ini sebagai bukti bahwa Pabongkha menghargai semua sistem dan aliran Buddhis di Tibet.
Garis silsilah
Pabongkha Rinpoche sebenarnya berasal dari garis keturunan tulku yang sangat tinggi. Tetapi karena politik dalam pemerintahan Tibet, dia tidak diberikan nama tulku yang sebenarnya.
Ada beberapa tulku yang mengalami nasib ini. Pemerintah Tibet takut jika Pabongkha Rinpoche dikenali sebagai siapa dia sebenarnya, maka dia akan dianugerahi kehormatan besar, hadiah, kekayaan dan bahkan mungkin posisi dari Tiongkok di Tibet. Ini akan mengganggu keseimbangan kekuatan yang rapuh di Lhasa. Oleh karena itu garis inkarnasinya tidak diakui untuk melindungi kekuatan yang ada di pemerintahan Lhasa Tibet.
Pada tahun 1921 di Pertapaan Chuzang dekat Lhasa, Pabongkha Rinpoche memberikan pengajaran selama 24 hari tentang Lam Rim, atau “tahapan jalan”, yang dihadiri oleh sekitar 2.000 orang.
Banyak biksu datang dari tiga biara besar di Lhasa, dan lebih banyak lagi yang melakukan perjalanan berminggu-minggu dari provinsi tengah, dari Tsang, dan dari tempat yang jauh seperti Amdo dan Kham untuk acara ini.
Selama 24 hari ini, Kyabje Phabongkha Rinpoche dengan terampil menguraikan kata-kata Buddha dengan cara yang sangat sistematis dan terstruktur sesuai dengan kemampuan pengikutnya. Pengajaran Pabongkha Rinpoche ini mengandung semua instruksi Lam Rim yang merupakan Tahapan yang mudah untuk dipelajari, direnungkan dan dipraktikkan agar manusia bisa memperoleh kebahagiaan tertinggi.
Penuturan Pabhongka Rinpoche selama 24 hari lantas ditulis oleh muridnya Trijang Rinpoche menjadi teks berjudul Liberation in the Palm of Your Hand / rnam grol lag bcangs (Pembebasan di Telapak Tanganmu). Ini adalah buku spiritual klasik yang versi bahasa Inggrisnya memiliki ketebalan hampir 900 halaman, dan banyak dipakai untuk rujukan pengajaran guru Buddhis modern.
*(Informasi diambil dari berbagai sumber)
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara