Meskipun masih dalam tahap pemulihan pasca gempa, umat Buddha di Lombok, Nusa Tenggara Barat tetap antusias melakukan persembahan dana kepada bhikkhu Sangha. Sangha dana pada masa Kathina diselenggarakan di Vihara Giriratana Suriyan Lenong, Selasa (20/11). Acara dihadiri oleh 2 bhikkhu dan 4 samanera dan umat Buddha dari seluruh provinsi NTB, Bali, dan sekitarnya.
Vihara Giriratana Suriyan Lenong berada di Dusun Tangin Angin, Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. Dusun Tanan Angin merupakan salah satu daerah pedalaman yang berada di Lombok Barat. Untuk menuju ke sana, perjalanan dari Kecamatan Sekotong memerlukan waktu sekitar dua jam dengan jalan aspal berliku yang sebagian jalan rusak parah, bergelombang.
Tetapi di balik itu, mamasuki desa ini akan disuguhkan pemandangan alam perbukitan. Sepanjang jalan mengitari pantai biru nan murni yang menyejukkan hati. Terlebih lagi hal terindah yang bakal ditemui di desa tersebut suasana budaya, hal unik lainnya. Alam yang seju dengan pemandangan perbukitan dengan tempelan warna-warna derit para penambang emas yang menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat setempat.
Kathina berbalut budaya
Salah satu yang menarik dari umat Buddha Lombok adalah masih lestarinya budaya setempat. Dalam upacara keagamaan Buddha, seperti yang terlihat dalam Kathina dana kali ini, umat Buddha yang hadir mengenakan sarung/jarik yang dipadukan dengan kebaya khas Lombok.
Acara berjalan dengan tertib meskipun tanpa pengeras suara. Usai melakukan pujabhakti dan membacakan Niddikhanda Sutta, Umat Buddha dengan semangat mempersembahkan dana kepada bhikkhu Sangha. Saat mempersembahkan dana, seluruh umat Buddha menyanyikan lagu dana paramita dengan wajah penuh kebahagiaan.
Bhante Saccadhammo yang hadir dalam acara tersebut berpesan agar umat Buddha selain bekerja mencari penghasilan untuk kehidupan sehari-hari juga harus menimbun kekayaan Dhamma. “Desa ini merupakan area tambang emas tempat menimbun kekayaan, tetapi umat juga harus mengupayakan kekayaan Dhamma. Bukan cuma tambang emas, tetapi tambang kebajikan,” kata Padesanayaka Sangha Theravada Indonesia, Provinsi NTB dan NTT.
“Sangha dana artinya berdana kepada bhikkhu Sangha, setelah para bhikkhu menjalankan masa vassa (tinggal di suatu tempat selama musim hujan) untuk memperdalam Dhamma dan belajar vinaya. Sehingga momen ini tepat untuk menyimpang harta kebajikan seperti yang dijelaskan dalam Nidhikanda Sutta bahwa harta yang patut ditimbun adalah kebajian. Investasi yang tidak hilang saat disimpan, dan berbuah pada saat dibutuhkan. Serta bertata susila, mengembangkan kesadaran/meditasi,” tutur bhante.
Usai melakukan Sangha dana, para umat makan bersama dalam tradisi Begibung (Jawa; Kenduren. Makanan disajikan dalam piring dan gelas khas Lombok. Pada momen seperti ini terjalan kebersamaan dan komunikasi antarumat Buddha.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara