Setidaknya ada tiga tujuan dari rangkaian kegiatan pemuda Buddhis Temanggung, Jawa Tengah memperingati kebangkitan kembali agama Buddha Temanggung. Pertama, mengunjungi dan mengajak pemuda Buddhis yang belum aktif untuk mengikuti kegiatan ini melalui kegiatan Safari Vihara. Safari Vihara dilaksanakan setiap Minggu, sejak tanggal 17 April hingga 8 Mei 2016, dengan mengunjungi vihara-vihara pinggian yang jarang dibina dan digunakan untuk kegiatan bersama.
Kedua, memperkenalkan tokoh deklarator kebangkitan agama Buddha Temanggung dan sejarah perjuangannya melalui kegiatan Napak Tilas Kebangkitan Agama Buddha dengan nyekar ke makam dan mengunjungi tokoh pejuang. Untuk membangkitkan kembali agama Buddha di Temanggung tidak mudah, banyak rintangan menghadang, terutama pada awal-awal perkembangan. Hanya tekad dan semangat untuk menciptakan masyarakat yang berbudi luhur yang mendorong para tokoh pejuang mau berjalan kaki dari desa ke desa, dari gunung ke gunung untuk mengajarkan agama Buddha. Dengan pendekatan sejarah ini, diharapkan pemuda Buddhis Temanggung dapat mengambil semangat dan meneruskan perjuangan para tokoh untuk melestarikan ajaran Buddha di daerah masing-masing.
Ketiga, menumbuhkan keyakinan generasi muda terhadap ajaran Buddha. Inilah yang menjadi tujuan akhir dari rangkaian kegiatan pemuda Buddhis Temanggung, Semarang, dan Kendal. Dan untuk menumbuhkan keyakinan, pada acara puncak digelar sarasehan dan Dhammadesana bersama Bhikkhu Atthapiyo.
Sebanyak 250 lebih pemuda Buddhis dari Temanggung, Semarang dan Kendal hadir pada malam puncak peringatan “kebangkitan” kembali agama Buddha Temanggung yang di gelar hari Sabtu (3/6) di Vihara Buddha Metta, Dusun Mranggen, Desa Tempuran, Kecamatan Kaloran. Dimulai dengan Dhammadesana oleh Bhante Atthapiyo, vihara yang ukurannya tidak telalu besar ini tidak mampu menampung pemuda Buddhis yang hadir, sehingga banyak pemuda yang harus duduk di luar.
Memulai uraiannya, bhante pertama dari Flores ini menyampaikan, bahwa semangat pemuda Buddhis dapat menghangatkan Temanggung yang dingin. “Pada awal saya menyatakan diri menjadi pemuda Buddhis, saya tidak pernah menemukan komunitas pemuda Buddhis seperti sekarang. Banyak pemuda yang mengatakan dirinya Buddhis, tapi ketika ditanya tentang agama Buddha mereka tidak paham. Dia bilang, ‘Saya Buddhanya cung-cung cep’. Jadi saya bingung yang saya tahu di Indonesia itu aliran agama Buddha hanya Theravada dan Mahayana, mana ada aliran cung-cung cep. Itulah sebabnya mereka mudah berpindah,” jelas Bhante.
Kemudian Bhante bercerita pada awal ia mengenal ajaran Buddha, “Perjalanan hidup saya bertemu dengan Buddhis itu tidak gampang. Itulah mengapa Buddha mengatakan bahwa Dhamma itu permata, bukan batu bata. Saya mengenal Buddhis ketika berumur 22 tahun. Sebelum itu saya tidak tahu yang namanya agama Buddha, karena saya lahir di Pulau Flores, di kota yang dikenal dengan Bunda Maria Ibunya Yesus. Dari umur 0 sampai 22 tahun, saya Kristen Katolik. Sejak di dalam kandungan ibu, saya sudah dibaptis dan om saya seorang pastur mengatakan, kalau saya lahir akan menjadi pastur. Eh ternyata salah, malah menjadi bhante.”
“Sebagai manusia yang berpikir, ada kegelisahan dalam diri saya. Timbul pertanyan-pertanyaan, seperti ketika saya melihat ada orang cacat. Dia lahir sudah cacat, jelek miskin, hidup lagi. Tetapi di sisi lain, ada orang ganteng, kaya, terkenal panjang usia pula. Jadi saya pertanyakan itu kepada guru saya, dan beliau menjawab mengapa kamu tanyakan itu, itu adalah misteri Ilahi. Jadi jangan diulas lagi. Saya baru menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu setelah belajar agama Buddha, terutama tentang hukum karma,” ujar Bhante.
Oleh sebab itu, Bhante Atthapiyo mengajak anak muda untuk belajar memahami ajaran Buddha dengan benar supaya tumbuh rasa bangga dan keyakinan menjadi pemuda Buddhis. “Ketika di sekolah atau kuliah, carilah komunitas Buddhis. Ajaklah mereka untuk belajar bersama dan diskusi memahami ajaran Buddha. Selain itu, masuklah organisasi Buddhis dan belajarlah berorganisasi, supaya kekuatan kolektif keyakinan dan karma baik dapat mendukung dalam belajar Dhamma. Kalau tidak ada komunitas, ya ciptakan. Ajak teman-temanmu yang beragama Buddha.”
Refleksi, komitmen, dan lampion harapan
Setelah makan malam bersama, kegiatan dilanjutkan dengan refleksi. Para pemuda diajak untuk mengingat kembali rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan dari pertama kali, dan mengingat tujuan diadakannya rangkaian kegiatan untuk menciptakan komitmen bersama mewujudkan tujuan tersebut.
Diawali dengan pembacaan parita Aradana Devata (mengundang para dewa) sebagai pengantar suasana hening dan sakral, pemuda Buddhis menuliskan komitmennya dalam sebuah kertas. Lalu kertas tersebut dimasukkan dalam amplop. Amplop ditulis namanya dan nama vihara. Masing-masing pemuda membacakan komitmennya di hadapan altar Buddha dan disaksikan semua pemuda.
“Anda, setiap individu mempunyai komitmen sendiri. Di depan altar Buddha, dengan disaksikan para Bodhisattva, para desa dan teman-teman Anda, Anda membacakan komitmen Anda sendiri. Jagalah komitmen Anda sendiri, tiga bulan kemudian komitmen tersebut akan kita kirim ke vihara Anda masing-masing. Dan Anda harus buka secara bersama-sama untuk mengingatkan apakah komitmen Anda sudah Anda lakukan atau belum,” ujar Saryanto, tokoh pemuda Buddhis Temanggung.
Sebagian besar pemuda Buddhis berkomitmen untuk meneruskan perjuangan para pendiri agama Buddha Temanggung. Ratna Devi Sehati misalnya, pemuda Buddhis dari Dusun Cendono ini berkomitmen untuk terus belajar Dhamma dan meneruskan perjuangan tokoh pendiri. “Saya, Sehati, di hadapan altar Buddha berkomitmen untuk tetap memegang teguh permata (Dhamma) yang telah saya miliki. Dan berjanji untuk meneruskan perjuangan para pendahulu agama Buddha,” tekad Sehati.
Acara malam itu ditutup dengan penerbangan lampion harapan. Seluruh pemuda Buddhis Temanggung, Semarang dan Kendal, mempunyai harapan yang sama, yaitu lestarinya Buddha Dhamma di daerah masing-masing dan Indonesia.
Malam puncak, bukan akhir
Pemuda Buddhis sudah mengerti sejarah perjuangan para tokoh, meskipun belum sepenuhnya mewarisi semangat mereka. Setidaknya saat ini mereka sudah mempunyai komitmen bersama untuk memajukan Buddha Dhamma di daerah masing-masing. Selanjutnya untuk menjaga komitmen mereka, perlu peran dari semua pihak untuk selalu mengingatkan komitmen mereka dengan berbagai kegiatan dan pembinaan setiap saat.
Yang menjadi koreksi selama ini, organisasi-organisasi Pemuda Buddhis masih terkendala dalam melakukan kaderisasi, sehingga setiap ada kegiatan hanya segelintir orang yang aktif. Untuk membangun keterlibatan individu dalam setiap kegiatan, tidak bisa semua pemuda dikumpulkan di suatu tempat dan diajak kegiatan bersama-sama.
Rangkaian kegiatan pemuda Buddhis Temanggung yang sudah terlaksana hanyalah pancingan untuk membangun perspektif setiap individu pemuda Buddhis terlibat dalam kegiatan. Ke depannya pembinaan harus dimulai dengan mengaktifkan kegiatan pemuda dari masing-masing vihara, per wilayah hingga kabupaten dan antar kabupaten dengan berbagai variasi kegiatan, dari puja bakti, meditasi, ceramah Dhamma hingga kegiatan yang bersifat ekonomi. Sehingga setiap individi mau dan mampu mengeluarkan ide-ide kreatif untuk memajukan Buddha Dhamma.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara