Pura Nusa Dharma secara administratif terletak di lingkungan Banjar Benoa, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Letaknya di sebuah pulau kecil yang terhubung dengan kawasan hotel-hotel mewah di Nusa Dua, Bali.
Sekilas pura yang memiliki luas lahan 2000 m² dan Luas Bangunan 6 m² ini mirip dengan pura-pura Hindu pada umumnya. Namun ada keunikan dan kisah menarik tersendiri terkait pura yang berdiri di sebuah pulau kecil ini.
Laman Kemendikbud.go.id menyebutkan, sejarah keberadaan pura ini diawali oleh Babah Tan Sie Yong, seorang Buddhis keturunan Tionghoa yang memancing di sebuah pulau kecil yang terpisah dari daratan Nusa Dua yang disebut Pulau Nusa Dharma.
Karena asiknya memancing, air pasang sangat besar membuat Babah Tan Sie Yong dan rekannya tidak dapat kembali ke Nusa Dua. Oleh karena itu ia dan rekan-rekannya terpaksa menginap di pulau Nusa Dharma untuk beberapa hari, sambil melakukan persembahyangan serta meditasi setiap malam, memohon agar air segera surut dan mereka bisa kembali ke Nusa Dua.
Pada saat itu ia dan rekannya juga berjanji jika selamat keluar dari Pulau Nusa Dharma akan berjanji membangun tempat suci di tempat tersebut.
Babah Tan Sie Yong dan rekannya bermalam sampai 10 hari lamanya di pulau Nusa Dharma, dan sesudah itu barulah air laut surut menjadi sangat kecil seperti air laut tersebut ada yang mengesernya hingga jauh ke tengah laut.
Oleh karena permohonan Babah Tan Sie Yong terpenuhi maka beliau kembali ke Nusa Dua dan pada tahun 1948 dibangunlah Pura Nusa Dharma oleh dia untuk memenuhi kaulnya jika berhasil selamat dari pulau Nusa Dharma.
Pura ini dibangun tepatnya pada tanggal 10 Juni 1948, yang tertulis di Prasasti Pura Nusa Dharma. Pura diupacarai secara agama Hindu, walaupun Babah Tan Sie Yong adalah keturunan Tionghoa yang beragama Buddha.
Upacara persembahyangan khusus atau yang lebih dikenal dengan Piodalan di pura ini jatuh pada hari raya Purnama Kasa. Khusus untuk pengempon pura ini adalah keluarga Jero Mangku Sandi dari Desa Bualu serta keluarga Babah Ketut Jaya (Tan Sie Yong), dan sebagai pengincen adalah Puri Jero Kuta.
Sejak berdirinya Pura Nusa Dharma, dikatakan banyak keanehan-keanehan yang terjadi di sana.
Salah satunya muncul beberapa sumber air tawar di areal pura tersebut yang sekarang dimanfaatkan sebagai air suci (tirta) untuk kepentingan upacara dan umat yang datang bersembahyang ke Pura Nusa Dharma.
Keanehan yang lain adalah munculnya sumber air yang membelah batu karang menjadi dua dan di dalamnya terdapat sebuah benda purbakala berupa Ketu Pandita yang sekarang diangkat dan ditempatkan pada sebuah pelinggih.
Kepercayaan-kepercayaan yang hidup di dalam masyarakat menyebut bahwa Pura Nusa Dharma banyak dimanfaatkan untuk melakukan permohonan seperti, memohon penyucian diri, memohon anak (nunas sentana), memohon obat bagi yang sakit, serta memohon keselamatan ( penglukatan).
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara