• Thursday, 3 January 2019
  • Surahman Ana
  • 0

Sajian yang berbeda ini bukan tanpa alasan, berdasarkan pengalaman pelaksanaan atthasila yang tahun ini sudah ke-15 kali, panitia ingin membuat sesuatu yang berbeda. “Peserta kita rata-rata anak remaja Buddhis dari berbagai desa, mereka butuh ruang baru untuk berinteraksi dengan menyenangkan. Bagaimana membuat kegiatan vihara yang menyenangkan, intinya itu,” terang Puji lebih lanjut.

Atthasila, merupakan acara rutin Pusdiklat Buddhis Bodhidharma, Bandungan, Kabupaten Semarang, yang dilaksanakan setiap akhir tahun. Atthasila adalah praktik menjalankan 8 aturan moralitas, yaitu menghindari (1) pembunuhan, (2) pencurian, (3) perbuatan tidak suci, (4) ucapan tidak benar, (5) minuman/makanan yang dapat melemahkan kesadaran, (6) makan setelah tengah hari, menari, menyanyi, bermain musik, dan pergi melihat pertunjukan, (7) memakai, berhias dengan bebungaan, wewangian, dan barang olesan (kosmetik) dengan tujuan untuk mempercantik tubuh, dan (8) menghindari penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan besar (mewah).

“Pada tahun ini, acara (pelatihan atthasila-red) kami buat berbeda tanpa menghilangkan esensinya. Kalau tahun lalu, atthasila (latihan menjalankan 8 sila) dilakukan selama 4 hari, tahun ini hanya 2 hari, selebihnya banyak waktu yang digunakan untuk kerja kelompok, outbond, bermain, dan saling mengenal,” ujar Dwi Pujiyanti, saat ditemui BuddhaZine Senin, (31/12/2018).

Pentas seni dan pergantian tahun

Senin (31/12/2018) para peserta sudah melepaskan diksa atthasila dan kembali menjalankan lima sila pedoman umat awam. Sejak pagi, mereka menghabiskan acara di luar ruangan, mulai dari bermain bersama (outbond) dan berlatih kesenian untuk menyiapkan pentas seni pada malam pergantian tahun.

Usai chanting dan refleksi diri, mereka menuju ke halaman Dharmasala, Pusdiklat Buddhis Bodhidharma. 40 anak yang telah terbagi atas kelompok-kelompok kecil ini unjuk kebolehan dalam pentas seni dan melantunkan yel-yel. Halaman Pusdiklat yang berada di pegunungan Ungaran ini mendadak semarak dengan musik.

Baca juga: Vihara Perlu Membuat Kegiatan Kreatif untuk Anak Muda

Jelang pukul 00.00 kurang 5 menit, mereka berbaris mengitari kayu bakar yang sudah tertata membentuk unggun. “Seperti waktu berjalan, demikian juga dengan kehidupan kita. Siap atau tidak siap waktu berjalan kehidupan pun berjalan. Mudah-mudahan kita menjadi manusia yang lebih baik, manusia yang setiap saat bisa menerima apa yang terjadi dalam hidup kita. Hidup yang lebih berarti kita songsong di tahun 2019 yaitu hidup yang bermanfaat untuk orang lain dan berguna untuk diri kita sendiri,” tutur Suhu Vidyasasana sebelum menyalakan api unggun.

Api menyala tepat pukul 00.00, kembang api mulai dinyalakan dan puluhan lampion harapan anak-anak remaja ini mulai berterbangan membawa mimpi-mimpi masa depan mereka.

Kesan

Dengan adanya penambahan acara ini, menjadikan suatu pengalaman baru yang mengasyikkan bagi peserta yang baru pertama kali mengikuti pelatihan dan menjadi kejutan bagi yang sudah pernah mengikuti pelatihan. Hal ini juga dirasakan oleh beberapa peserta yang ditemui oleh BuddhaZine.

“Yang pertama saya di sini mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan. Juga saya menjadi lebih banyak kenalan, dan yang menarik di tahun ini adanya outbond karena di tahun yang lalu tidak ada. Saya berharap setelah saya pulang ke rumah nanti saya bisa menerapkan kedisiplinan ini dalam keseharian saya,” terang Joko Prasetyo (17 tahun), peserta asal Boyolali yang masih sekolah di SMK Pembangunan Ampel.

Hal yang sama pun diungkapkan oleh remaja mahasiswi pendidikan dokter semester lima Universitas Sebelas Maret peserta asal Batam yang berdomisili di Solo.

“Saya memang bukan yang pertama kali mengikuti pelatihan atthasila ini, namun kali ini pelatihan terasa lebih seru! Serunya di tahun ini ada outbond tapi ada yang kurang di tahun ini yaitu peserta yang dari kalangan mahasiswa lebih sedikit dibanding tahun lalu. Saya berharap bisa menjadi pribadi yang lebih menghormati dan menghargai satu sama lain,” jelas Welani Arifans (21 tahun).

Menuju puncak kegiatan para peserta diajak untuk acara di luar aula, yaitu dengan pementasan seni masing-masing kelompok disambung dengan penyalaan api unggun dan kembang api serta pelepasan lampion menjelang tahun baru 2019.

Pelepasan peserta dilaksanakan pada pagi harinya tanggal 1 Janari 2019. Sebelum para peserta pulang BuddhaZine menemui dan berbincang dengan seorang anak yang merupakan peserta terkecil pelatihan atthasila.

“Saya senang sekali, acaranya lebih meriah daripada tahun kemarin. Panitianya juga baik-baik, terus saya diajarin tatacara makan dengan benar, dan banyak lagi yang diajarkan,” ungkap Wahyu Wijanarka yang akrab dipanggil Wija, anak kelas lima SD N Sumurgawe 1 asal Pentingan, Sumurgawe, Salatiga.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *