Sebelumnya BuddhaZine telah banyak mengupas perjalanan Bhante Tithayanno yang membangun pendidikan Buddhis di Singkawang. Meskipun Bhante Titha lebih fokus membangun pendidikan, tak berarti ia mengesampingkan kegiatan vihara. Bahkan dalam perjalanannya, beliau mampu membangun sinergi antara Sekolah Asoka dengan aktivitas vihara yang padat.
Sekolah Minggu yang padat
Vihara Vimala Candra merupakan satu-satunya vihara Theravada di Kota Singkawang. Vihara ini terletak di Jl. Sagatani Gg. Anugerah 1, Kabupaten/Kota Singkawang. Sebagai satu-satunya vihara Theravada di Singkawang, vihara ini mempunyai kegiatan yang padat. Sebagai contoh, kegiatan sekolah Minggu Buddhis harus dibagi empat sesi karena banyaknya siswa dengan beragam usia sekolah.
“Awalnya kami kekurangan pembina Sekolah Minggu. Guru agama terbatas, sangat sedikit. Itu pun tidak semua bisa aktif, ada yang harus urus keluarga, dan lain-lain. Sementara Sekolah Minggu kita sampai 4 sesi, itu ‘kan perlu banyak tenaga pengajar. Sedangkan dari Patria kesulitan untuk merekrut kader baru,” tutur bhante.
Karena itu, untuk mendidik pembina sekolah Minggu dan mengurusi kegiatan vihara, Bhante Tithayanno menyelengarakan program Dharma Kumara. Program ini dijalankan setiap hari Minggu dan diikuti sebanyak 20 – 25 siswa SMP dan SMA dari berbagai sekolah. Pengajar dari program ini adalah guru Asoka dan aktivis vihara sini.
Program Dharma Kumara
“Pada awalnya, pesertanya dari berbagai sekolah di Singkawang. Tetapi kadang kalau jauh kurang konsisten, jadi pada penyelenggaraan program yang pertama dari sekitar 25 anak yang lulus hanya 5 orang.” Dalam program Dharma Kumara, para siswa diajari banyak hal; mulai dari public speaking, Photoshop, baca paritta, memimpin pujabakti, kepemimpinan, organisasi, hingga jurnalistik.
“Bukan hanya untuk menjadi pembina sekolah Minggu, mereka lulusan Dharma Taruna juga diharapkan dapat memimpin pujabhakti, ceramah dharma hingga mengurusi kegiatan vihara.”
Berkaca pada penyelenggaraan program Dharma Kumara tahun pertama yang dipandang kurang berhasil, pada tahun ke dua program ini dijalankan khusus untuk anak-anak Sekolah Asoka. Dengan berganti nama menjadi Dharma Taruna.
“Setiap Minggu anak-anak ini tidak mengikuti pujabakti di vihara, mereka ikut kelas khusus selama dua jam. Ternyata, dengan lebih fokus ke siswa Sekolah Asoka, lebih banyak yang jadi. Dari 20 orang minimal ada belasan yang lulus.” Tak hanya belajar di kelas, pada di Program Dharma Taruna, mereka juga praktik langsung mengorganisir kegiatan-kegitan vihara.
“Misalnya kalau baksos mereka yang urus semuanya dan sebagian sudah mulai masuk dhayakasaba vihara. Waisak, Maghapuja panitianya beda dengan dayakasabha, mereka sudah mulai masuk di kepanitiaan ini. Setiap tahun mereka adakan camping juga.” Tak hanya nama yang berubah, kelas Dharma Taruna pun diperpanjang, tidak hanya satu tahun.
Dengan program ini, kegiatan vihara semakin maju dan lebih terorganisir. “Lulusan Dharma Taruna kemudian sudah dipandang mampu, ini terlihat ketika diadakan lomba dhammadesana juara1 dan 2 adalah lulusan program ini,” lanjut bhante. “Sekarang sudah lebih maju, dulu itu waduh sulit sekali, pokoknya pembinaannya sangat sulit. Guru agama sangat sedikit, tapi sekarang sudah banyak kader-kader aktivis Buddhis di vihara ini,” pungkas bhante.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara