• Thursday, 24 March 2022
  • Deny Hermawan
  • 0

Imagine there’s no heaven
It’s easy if you try
No hell below us
Above us, only sky

Imagine all the people
Livin’ for today
Ah

Imagine there’s no countries
It isn’t hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion, too

Imagine all the people
Livin’ life in peace
You”

Itulah penggalan lirik lagu Imagine, sebuah lagu karya musisi legendaris John Lennon, yang muncul dalam album solo keduanya tahun 1971, Imagine. Pada 2004, majalah Rolling Stone memilih Imagine sebagai lagu ketiga terbaik sepanjang masa.

Lirik lagu tersebut diilhami oleh harapan-harapan Lennon akan dunia yang lebih damai. Tak ada surga dan neraka, tak ada negara dan agama, tak ada saling meniadakan, hanya ada perdamaian.

Penulis pertama kali familiar dengan lagu ini di era awal 90’an. Kala itu terjadi Perang Teluk antara AS dan sekutunya melawan Irak. Lagu ini kerap diputar di stasiun TV satu-satunya saat itu, TVRI, sebagai harapan agar perang segera usai. Sekitar tiga dekade berselang, lagu ini maupun liriknya kini juga lumayan viral, di tengah situasi perang antara Rusia dan Ukraina.

Mungkin belum banyak yang tahu, bahwa titik mulai kelahiran lagu ini adalah ketika John Lennon–yang kala itu masih menjadi pentolan The Beatles– bertemu dan berbincang dengan calon isterinya Yoko Ono di pameran seni Galeri Indica di London pada tahun 1966. Sebelumnya, pada tahun 1964, Yoko Ono telah menerbitkan sendiri 500 eksemplar bukunya yang berjudul Grapefruit. Buku kecil yang menantang, karena berisi ide-ide absurd, lucu, dan terbuka, yang telah dia catat sejak dia pertama kali memutuskan menjadi seorang seniman.

Meski lagu Imagine dirilis tahun 1971, John Lennon butuh waktu agak lama untuk mengakui bahwa buku Grapefruit memberinya ide untuk menulis lirik lagu Imagine. Pada 6 Desember 1980, dua hari sebelum dia dibunuh, John dan Yoko duduk untuk wawancara dengan Andy Peebles dari Radio BBC, dan ketika mereka membahas topik Imagine. John Lennon mengatakan ini:

“Sebenarnya itu harus dikreditkan sebagai lagu Lennon-Ono karena sebagian besar—lirik dan konsepnya—berasal dari Yoko. Tapi hari-hari itu aku sedikit lebih egois, sedikit lebih macho, dan aku agak tidak menyebutkan kontribusinya. Tapi itu langsung dari Grapefruit, bukunya. Ada setumpuk potongan tentang ‘Bayangkan ini’ dan ‘Bayangkan itu.’ … Tetapi jika itu Bowie, aku akan menempatkan ‘Lennon-Bowie,’ kamu tahu. Jika itu laki-laki, kamu tahu …. Harry Nilsson—Old Dirt Road, itu ‘Lennon-Nilsson.’ Tetapi ketika kami menggarap [Imagine] aku hanya memasukkan ‘Lennon’ karena, kamu tahu, dia hanya istri dan kamu tidak mencantumkan namanya, kan?”

Yoko Ono yang dipengaruhi Zen

Yoko Ono telah menjadi seniman eksperimental yang penting sejak tahun 1960’an. Lahir pada tahun 1933 dari keluarga kaya di Tokyo dengan garis keturunan perbankan dan samurai, Yoko Ono tumbuh dengan mempelajari agama Buddha, estetika Jepang, dan musik klasik. Pada 1960’an dia pindah ke Greenwich Village di New York. Ono berkenalan dengan beberapa tokoh penting di dunia seni, termasuk Marcel Duchamp, kolektor Peggy Guggenheim, komposer John Cage, seniman video Nam June Paik hingga pendiri Fluxus George Maciunas.

Dalam berkarya, Yoko Ono mulai mengaburkan batas antara seni dan kehidupan sehari-hari, seniman dan penonton. Dan dia mempopulerkan prinsip budaya dan spiritualitas Asia berbasis Zen yang “anti konvensi” untuk audiens barat yang lebih besar.

Salah satu karyanya yang terkenal dari periode awalnya adalah performance art “Cut Piece” (1964), di mana dia “menyerahkan” tubuhnya dan sebuah gunting kepada masyarakat yang menonton langsung, sehingga mereka dapat memotong bagian dari pakaiannya sampai akhirnya dia benar-benar telanjang. Karyanya yang dipentaskan di beberapa kota di dunia itu mengangkat makna feminisme, kekerasan, dan protes perang Vietnam.

Pada tahun 1964 juga, Ono menerbitkan Grapefruit, sebuah buku kumpulan puisi pendek yang berisi instruksi aneh dan tidak lazim kepada pembaca, termasuk: “Bakar buku ini setelah Anda membacanya.”

“Imagine one thousand suns in the
sky at the same time.
Let them shine for one hour.
Then, let them gradually melt
into the sky.
Make one tunafish sandwich and eat.”

(“Bayangkan seribu matahari di langit secara bersamaan.
Biarkan mereka bersinar selama satu jam.
Kemudian, biarkan mereka meleleh secara bertahap ke langit.
Buat satu sandwich ikan tuna dan makanlah.”)

Itu adalah salah satu penggalan puisi di buku Grapefruit. Ada lagi misalnya ini:

“Imagine the clouds dripping.
Dig a hole in your garden to
put them in.”

(“Bayangkan awan-awan menetes.
Gali lubang di kebun Anda untuk
masukkan mereka.”)

Terlihat seperti haiku atau puisi Zen bukan?

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *