Minggu, 12 September 2015 Keluarga Besar Theravada Indonesia (KBTI) Temanggung mengadakan perayaan Asadha Puja, atau yang dikenal juga dengan hari untuk pertama kalinya Buddha membabarkan Dhamma. Dengan konsep yang berbeda dengan perayaan biasanya yang diadakan di vihara, kali ini panitia mengusung konsep puja bhakti di alam terbuka dengan pelataran Dhammasekha Surya Jaya yang terletak di Desa Janggleng, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Lebih dari 3000 umat Buddha hadir dalam perayaan ini. Selain umat Buddha, acara ini juga dihadiri oleh tiga bhikkhu Sangha yaitu, Bhikkhu Dhammasubho, Bhikkhu Dhammakaro, dan Bhikkhu Guptadhamo.
Seperti sudah menjadi tradisi umat Buddha Temanggung, setiap acara selalu diawali dengan prosesi, begitu pula pada peringatan Asadha kali ini juga diawali dengan prosesi dari Vihara Dharma Surya menuju pelataran Dhammasekha Surya Jaya. Vihara Dharma Surya sendiri merupakan vihara pertama di Temanggung, yang didirikan pada tahun 1969 sekaligus menjadi tempat penahbisan Bhikkhu Sri Pannyavaro.
Pembawa panji bendera Merah Putih berada di barisan paling depan, disusul oleh bendera Buddhis, sarana puja bhikkhu sangha dan umat Buddha berjalan dengan melantunkan paritta-paritta suci. “Dalam melakukan prosesi, Anda harus melakukannya dengan hening sambil membacakan paritta-paritta suci, untuk menyebarkan cinta kasih kepada semua makhluk yang hadir di sini,” jelas Bhikkhu Dhammasubho sebelum memulai prosesi.
Jelang matahari terbenam, umat dan bhikkhu Sangha sudah memadati tempat acara dan dilanjutkan dengan puja bhakti. Nuansa Jawa sangat terlihat dalam acara ini, dari pembawa acara yang menggunakan bahasa Jawa kromo alus dengan dandanan ala dalang, ibu-ibu panendrama yang menabuh gamelan sambil menyanyikan gending-gending Jawa, sampai ceramah Dhamma Bhikkhu Dhammasubho yang disampaikan dalam bahasa Jawa.
“Dalam agama Buddha ada empat hari besar, namun yang diakui pemerintah sebagai hari libur nasional hanya hari raya Waisak, padahal hari Asadha tidak kalah pentingnya dengan hari raya Waisak,” ujar Bhikkhu Dhammasubho.
Menurut Bhante, hari Asadha adalah hari munculnya agama Buddha karena di hari Asadha untuk pertama kalinya Buddha membabarkan Dhamma. “Walaupun hari Buddha mencapai penerangan sempurna, tapi kalau tidak membabarkan Dhamma maka tidak akan ada agama Buddha,” jelasnya.
Lalu apa sebenarnya yang diajarkan Buddha pada hari Asadha? “Buddha mengajarkan tentang Dhammacakkapavatana Sutta yaitu jalan, ilmu, dalil bagaimana cara mengakhiri penderitaan.”
Buddha mengajarkan segala sesuatu ada sebabnya, begitu pula penderitaan pasti ada sebabnya. Buddha mengajarkan kita untuk menelusuri penyebabnya, bukan sibuk menyalahkan orang lain.
Bhikkhu Dhammasubho memberikan contoh, “Selama ini, terutama orang Jawa, ketika melihat anaknya jatuh langsung diambilkan air, lalu tanah tempat anaknya jatuh disiram air sambil bilang, ‘Setane wis lungo’ (Setannya sudah pergi). Itu adalah contoh yang salah, anaknya jatuh malah menyalahkan setan. Yang benar adalah dikasih tahu, ‘Kalau jalan hati-hati’,” ujar Bhante.
Sementara Parnu, ketua panitia perayaan ini menjelaskan bahwa perayaan ini bertujuan untuk menambah keyakinan sekaligus mengenalkan hari raya Asadha kepada umat. “Umat Buddha di pedesaan umumnya hanya mengenal hari raya Waisak, padahal hari raya dalam agama Buddha ada empat yaitu Waisak, Magha, Asadha, dan Kathina. Dan perayaan yang cukup besar ini salah satunya untuk mengenalkan kepada umat Buddha pedesaan, khususnya daerah Temanggung, untuk mengenal hari raya Asadha,” jelas Parnu.
Parnu menjelaskan bahwa perayaan kali ini bukan hanya acara hari itu saja, namun ada rangkaian acara Asadha yang sudah dilaksanakan sebelumnya, salah satunya adalah perlombaan Dhamma. “Pada tanggal 6 September yang lalu kita sudah mengadakan perlombaan-perlombaan Dhamma, diantaranya adalah lomba baca paritta, Dhammapada, ceramah Dhamma, cerita Jataka yang diikuti semua tingkatan dari Sekolah Minggu, Patria, dan ibu-ibu Wandani,” ujar Parnu.
“Kami berharap dengan adanya kegiatan seperti ini dapat menumbuhkan keyakinan umat Buddha sekaligus memberi kegiatan-kegiatan keagamaan Buddha, karena di daerah sini sangat minim kegiatan-kegiatan keagamaan Buddha yang dilakukan secara bersama-sama. Kami juga membuat piala bergilir, sehingga kegiatan ini nanti berkelanjutan. Ini sekaligus menjadi tempat untuk menyaring bakat-bakat anak muda Buddhis Temanggung untuk dikembangkan dan diikutkan dalam perlombaan-perlombaan tingkat nasional,” pungkasnya. Dalam perlombaan kali ini, piala bergilir dimenangkan oleh Vihara Dhammapannya, Dusun Kalimanggis.
Acara ini juga dimeriahkan dengan pertunjukan seni rakyat kuda lumping dan pertunjukan ketoprak. “Menyampaikan pesan Dhamma lewat seni itu sangat efektif, terutama bagi orang Jawa,” ujar Surat, seorang dalang Buddhis dari Temanggung.
Acara diakhiri dengan pembagian piala dan pertunjukan seni ketoprak semalam suntuk.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara