• Tuesday, 24 August 2021
  • Deny Hermawan
  • 0

Kawasan sekitar Candi Borobudur adalah saksi bisu pertempuran dahsyat Pangeran Diponegoro dan pengikutnya melawan tentara Belanda. Jejak-jejak Diponegoro di sekitar Borobudur bisa dijumpai lewat Babad Diponegoro dan sumber literatur dari Belanda.

Hal itu disampaikan Ki Roni Sadewo, seorang pendongeng Babad Diponegoro dalam webinar “Jejak-jejak Sang Pangeran di Kawasan Borobudur”, Kamis (19/8/2021) yang digelar Balai Konservasi Borobudur. Acara digelar dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-76.

Roni menyampaikan, di dalam Babad Diponegoro, yang merupakan otobiografi Pangeran Diponegoro, tertulis beberapa lokasi wilayah di sekitar Candi Borobudur, seperti Klangon, Tingal, dan Menoreh yang nama aslinya adalah Trajumas. Sebagian besar nama-nama antara babad dan lokasi sekarang masih sama.

Di dalam babad diceritakan jalur gerilya Pangeran Diponegoro, yakni bergerak dari Selarong (Jogja Selatan), menyebrangi Sungai Progo di Dusun Klangon, lalu singgah di selatan Kalibawang (Dekso), yang berada di Kulon Progo.

Setelah melakukan restrukturisasi pasukan, menurut Roni, Diponegoro lalu menemukan bahwa di kawasan Tinggal sudah dipakai baris-berbaris pasukan Belanda.

Diponegoro lantas memerintahkan pasukannya untuk menyerang Belanda. Kejadian ini dituliskan di dalam babad di bagian Pupuh Maskumambang.

“Kemudian terjadilah pertempuran besar di Tingal,” kata Ki Roni.

Ia meneruskan, menurut catatan Belanda De Java Oorlog (Perang Jawa), kejadian itu berlangsung pada 27 November 1825,
Tercatat, Diponegoro mengirimkan pasukan berjumlah 4.000 orang, ditambah 800 orang pasukan senapan. Banyak sekali korban jiwa melayang, di mana hampir 300 orang mayat korban jatuh di Sungai Progo.

Tingal menurut Ki Roni lantas berhasil dikuasai, dan menjadi basis pendukung Diponegoro, yang mendapatkan rampasan dua meriam Belanda.

Selain Tingal, di kawasan Borobudur ada beberapa tempat lain terkait Diponegoro. Ada Bukit Gondokusumo, yang dinamai dari salah satu basya (panglima perang) Diponegoro.

Lalu ada kawasan Salaman di Menoreh, yang menjadi transit tempat Diponegoro menjalani pengobatan selama sepekan setelah kena malaria. Setelah itu Diponegoro tinggal di pesanggrahan di Magelang yang dibuatkan Belanda, di masa ketika Diponegoro sudah ditangkap Belanda.

“Wilayah Magelang ini menang sarat dengan perjuangan Pangeran Diponegoro,” katanya.

Ia mengungkapkan, ketika awal Perang Jawa, Diponegoro menugaskan beberapa panglima perangnya pergi ke wilayah sekitar Borobudur dan mendudukinya. “Dengan perintah Kedu ben rata, ratakan Kedu,” katanya.

Ini dilakukan karena waktu itu Bupati Magelang [Kedu] berpihak ke Belanda. Sang bupati bersama Belanda pernah mengirim pasukan ke markas Diponegoro di Selarong, dan itu membuat Diponegoro marah.

Pembicara lain, Luardi “Blendug”, yang merupakan pemerhati sejarah lokal Desa Wanurejo Borobudur menjelaskan, menurut Babad Wanurejo, di Tingal sejak 1799 sudah ada Kadipaten Wanurejo yang berdiri otonom dan juga menentang Belanda.

“Kalau sekarang setingkat kabupaten,” katanya, menjelaskan Kadipaten Wanurejo, yang di dalamnya terdapat wilayah Kampung Tingal.

Di wilayah ini menurutnya terdapat berbagai macam peninggalan terkait Pangeran Diponegoro, yakni masjid, bedug genderang perang Diponegoro, dan pesanggrahan.

“Sebetulnya di dalam cerita Babad Pangeran Diponegoro, itu yang dimaksud Tingal itu wilayah [yang lebih] luas, bukan hanya kampung Tingal sekarang,” ungkapnya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *