Waisak 2565 sekaligus catur windu kinerja Penerbit Karaniya (32 tahun) dirayakan melalui webinar bedah buku berjudul “Borobudur: Biara Himpunan Kebajikan Sugata”. Buku tersebut ditulis oleh seorang doktor kelahiran Bogor yang kini berdomisili di AS, Hudaya Kandahjaya. Acara ini diikuti kurang lebih 200 peserta via aplikasi Zoom dan disiarkan secara langsung di kanal Youtube Penerbit Karaniya yang diikuti oleh 23 kanal Youtube wihara dan beberapa institusi seluruh Indonesia pada Minggu (30/5).
Buku Borobudur: Biara Himpunan Kebajikan Sugata ini juga telah diserahkan kepada Menteri Agama RI dalam acara Dharmasanti Tri Suci Waisak 2565 BE di Jakarta, Kamis lalu (27/5).
Hadirnya buku yang bisa menambah wawasan kita terhadap Borobudur ini mendapat sambutan hangat dari Dirjen Bimas Buddha, Supriyadi.
“Saya atas nama pribadi dan perwakilan Dirjen Bimas Buddha menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Penerbit Karaniya yang terus berkarya untuk menyediakan buku-buku Buddhadharma yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pepatah mengatakan, bahwa buku adalah jendela dunia. Dengan demikian kehadiran buku-buku yang diterbitkan dari Penerbit Karaniya menjadi bagian penting untuk umat Indonesia untuk mendalami untuk mempelajari atas substansi Buddhadharma yang merupakan ajaran luhur dari Guru Agung kita Buddha Gotama. Semoga kehadiran buku-buku yang diterbitkan terus bertumbuh, terus bertambah, sehingga kebutuhan akan informasi, akan substansi Buddhadharma semakin tersedia bagi umat Indonesia,” tutur Supriyadi.
Acara berlanjut untuk mengupas isi buku Borobudur ini.
Sebelum Hudaya menguraikan isi buku, tidak lupa ia mengucapkan terima kasih terhadap berbagai pihak yang telah mendukung terbitnya buku Borobudur yang ia tulis, khususnya kepada Penerbit Karaniya dan Raina sebagai desainer sampul buku.
Perjalanan menulis buku
“Judul buku Biara Himpunan Kebajikan Sugata ini diambil dari terjemahan Sugatagunagana vihara yang tercantum di Prasasti Kayumwungan atau dulu dikenal sebagai Prasasti Karang Tengah,” tutur Hudaya.
Kata vihara berarti biara, tetapi biara yang dimaksud adalah bukan tempat ibadah tapi kediaman. Seperti brahmavihara, kediaman yang menghimpun sifat-sifat Brahma. Biara himpunan kebajikan Sugata ini juga merupakan kediaman yang menghimpun sifat-sifat Sugata.
Buku yang ia tulis ini membahas upaya memahami Borobudur, “upaya ini tidak gampang, karena pengertian Borobudur yang diwarisi mirip tumpukan berbagai benang kusut,” imbuh Hudaya.
Hudaya menambahkan bahwa Profesor De Casparis menjadi orang pertama yang mengungkap kekusutan benang tentang Borobudur. Banyaknya benang kusut dari pemahaman kita terhadap Borobudur yang kemudian diuraikan oleh Hudaya melalui berbagai bukti yang merujuk pada bangunan candi warisan leluhur ini. Ia juga akan terus melakukan penelitian untuk mengungkap ide sehingga isi buku agar semakin dekat dengan gagasan awal mulai didirikannya Candi Borobudur.
Ide untuk menulis buku tentang Borobudur ini bermula saat Hudaya melakukan penelitian secara diam-diam terhadap Borobudur selama dua tahun dan pada November 1988 ia menghentikan penelitian karena kehabisan bahan. Kemudian Bhante Aryamaitri mengajaknya untuk berdiskusi tentang pentingnya mempelajari Borobudur dan Adi Buddha. Pada saat diskusi kedua tulisan tentang Adi Buddha terbit, tetapi tulisan tentang Borobudur baru terbit tahun ini.
Prasasti Kayumwungan dan Borobudur
Ia juga menjelaskan bagaimana perjalanannya menulis isi buku serta hubungan Prasasti Kayumwungan berhubungan erat dengan Borobudur. Saat di Universita Berkeley, ia membaca Prasasti Kayumwungan dengan terjemahan yang dianggap kurang benar. Karena itu ia berinisiatif untuk membuat terjemahan baru.
Menurut De Casparis, prasasti ini berhubungan dengan tiga candi, yakni Borobudur, Mendut, dan Pawon. Namun, faktanya prasasti ini hanya menceritakan tentang satu candi yang dikukuhkan pada 26 Mei 824 M. Bentuk candinya semacam bulatan rembulan, harus naik untuk mencapai altar panggung, serta berlipat sepuluh.
“Nah penting bagi kita di jawa mengerti bahwa pembangunan Candi Borobudur itu dilaksanakan setelah tempatnya itu dipilih secara khusus,” ujar Hudaya.
Seperti kita ingin mendirikan suatu bangunan pun harus memilih tempat yang sesuai. Begitu pula dengan pembangunan Borobudur yang memilih tempat secara hati-hati agar bisa mendorong terkabulnya harapan-harapan umat yang melaksanakan pradaksina.
Selanjutnya Hudaya mengungkapkan bahwa aktivitas pradaksina di sekeliling Borobudur ini laksana berziarah ke delapan lokasi di Madyadesa. Pengertian ini berdasar oleh keyakinan orang Jawa sejak dulu bahwa kawasan Jawa Tengah merupakan replika Madyadesa di kawasan tengah India Utara. Kita bisa memperhatikan nama-nama sungai di Jawa Tengah seperti Sungai Sarayu yang sama dengan Sungai Sarayu di India. Kemudian ada Sungai Progo yang diambil dari kata-kata toponim di India yaitu Prayaga dan Ilanyawat.
Borobudur juga disamakan dengan Venuvana dan ini menjadi salah satu persoalan yang menimbulkan perdebatan kalangan sarjana karena mereka bertanya atau menyebutkan bahwa Venuvana itu Ngawen dan sebagainya. Padahal, Venuvana berhubungan dengan pemberian dari Raja Bimbisara kepada Buddha Gotama yang baru saja mencapai Pencerahan Sempurna dan pemberian ini unik.
Menurut Buddhaghosa, pemberian ini menimbulkan gempa bumi ketika pernyataan pemberian ini disampaikan kepada Buddha Gotama. Sela 4 tahun Buddha Gotama tinggal di Venuvana, beberapa petapa merasa iri karena Raja Bimbisara selalu memberi persembahan, hingga akhirnya petapa tersebut menantang Buddha untuk bertanding kesaktian.
Dari pertandingan kesaktian tersebut kemudian muncullah Buddha Avatamsaka atau untaian karang Buddha. Dari peristiwa inilah yang menjadi dasar penamaan Kitab Suci Gandawyuha yang berarti pagelaran agung di bawah pohon mangga.
Masih banyak lagi kisah menarik dari Borobudur yang belum disampaikan oleh Hudaya dalam sesi ini. Dengan harapan kita bisa menggali lebih dalam lagi informasi terpercaya seputar Borobudur agar bisa menambah wawasan serta pemaknaan nilai-nilai Borobudur.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara