• Friday, 14 July 2017
  • Ngasiran
  • 0

Peringatan Asadha (Asalha) kembali degelar dengan meriah di Candi Borobudur. Ribuan umat Buddha dari berbagai daerah hadir. Kehadiran puluhan bhikkhu Sangha dan samanera membuat suasana menjadi lebih khidmat.

Sebagai satu rangkaian peringatan Asadha selama tiga hari telah diadakan pembacaan ulang 10 Sutta dalam acara Indonesia Tipitaka Chanting selama 3 hari di Taman Lumbini, Komplek Candi Borobudur. Peringatan Asadha Agung sebagai acara puncak digelar di Pelataran Candi Borobudur Sabtu, (8/7).

Bhikkhu Subhapannyo, ketua Umum Sangha Theravada Indonesia menyampaikan bahwa bisa menghadiri Puja Bakti Agung Asalha di pelataran Candi Borobudur merupakan suatu berkah. “Hari Raya Asadha (asalha) merupakan salah satu hari raya paling penting dalam agama Buddha. Dengan mengikuti puja bakti agung yang dihadiri oleh banyak bhikkhu Sangha, samanera dan athasilani seperti ini adalah kesempatan langka dan tentu memberikan nuansa spiritual tersendiri”.

Hari Raya Asalha diperingati sebagai hari pertama kalinya Buddha Gotama membabarkan Dharma kepada lima orang petapa yaitu, Kondana, Badya, Vappa, Mahanama dan Asaji. Pada saat itu Buddha Gotama membabarkan Dhamma yang dikenal dengan Dhammacaka Pavattana Sutta.

Ceramah Dhamma

“Hari ini, 2605 tahun lalu Sangha dilahirkan oleh Guru Agung Buddha Gotama. Hari ini, untuk pertama kalinya Dhamma dibabarkan. Oleh karena itulah hari ini sangat penting karena hari ini 26 abad yang lalu, Tiratana atau Triratna muncul secara untuk bagi umat manusia. Tiratana inilah yang menjadi pangkal keyakinan seluruh umat Buddha, apa pun golongannya, Theravada, Mahayana, Vajrayana dan lain-lain semua berkeyakinan kepada Triratna,” tutur bhante Sri Pannyavaro dalam uraian Dhammanya.

Lebih lanjut Bhante Pannyavaro menyampaikan bahwa yang diajarkan Guru Agung Buddha Gotama adalah persoalan mendasar umat manusia, yaitu tentang penderitaan dan cara menghentikan penderitaan. “Sejak masa yang sangat jauh sekali, umat manusia berusaha untuk membebaskan dirinya dari penderitaan. Akan tetapi, sering cara yang kita tempuh tidak benar, bukan melenyapkan penderitaan, tetapi sekedar menutupi penderitaan.”

Bhante memberi contoh, “Penderitaan itu seperti penyakit, demikian Guru Agung kita Buddha Gotama menguraikan dalam Sutta Magandia, penyakit koreng saudara. Ada tiga macam orang menghadapi koreng, yang pertama ditutup disembunyikan, sangat berbahaya, korengnya akan bertambah infeksi.

“Cara yang kedua, suatu saat koreng itu gatal, apalagi waktu malam kita tidur setengah sadar, kita menggaruk koreng itu, enak saudara, borok itu kalau gatal digaruk nikmat. Itulah menutupi penderitaan, menggaruk goreng kehidupan, nikmat saudara. Penderitaan itu adalah penyakit yang nikmat, karena kita ingin menggaruk koreng-koreng kehidupan, tetapi koreng itu akan menjadi lebih besar. Amat sulit untuk diobati kemudian.

“Cara yang ketiga, diobati, apakah mudah ibu bapak dan saudara mengobati koreng apalagi koreng kehidupan? Tidak mudah! Seorang dokter mencuci koreng rasanya perih sekali bikin menangis, kemudian koreng itu diobati, diperban sampai tidak bisa digaruk. Apakah saudara senang? Malam hari mencari sendok, mencari potelot untuk menggaruk koreng yang diperban karena gatal.”

Hawa nafsu

“Ia membuat kita menderita. Kita sudah tau hidup adalah penderitaan, ini jalaran (penyebab) kita menderita. Menggaruk hawa nafsu akan menimbulkan penderitaan baru, tetapi Guru Agung kita mengatakan, kalau koreng Anda ini sudah sembuh, mana lebih nikmat menggaruk koreng atau tangan kita sudah sembuh? Tentu tangan yang sudah sembuh lebih nikmat daripada menggaruk koreng.

“Kalau tangan sudah sembuh tidak ada koreng, apakah Anda ingin menggaruk saat malam? Tidak karena akan menjadi perih, tidak nikmat. Kesembuhan itulah sembuh dari penderitaan, itulah Nibana.

“Sulit saudara menyembuhkan koreng kehidupan, tetapi kita harus mengobati dengan melakukan apa yang diajarkan oleh Guru Agung kita Buddha Gotama. Luar biasa obat itu, tetapi apakah obat itu menyembuhkan? Belum tentu kalau kita tidak mengonsumsi obat itu dengan benar, obat tinggal obat, penderitaan itu jalan terus.”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *