Sangha Theravada Indonesia menggelar pabajja samanera. Latihan hidup sebagai samana yang dilaksanakan mulai 28 April sampai dengan 12 Mei 2017 di Vihara Tanah Putih, Semarang. Upacara penahbisan samanera dilakukan di dhammasala Vihara Tanah Putih. Sebanyak delapan bhikkhu senior Sangha Theravada turut hadir dalam upacara penahbisan ini.
“Selama dua minggu, dua belas samanera dari berbagai daerah di Indonesia ini akan diajak untuk berlatih teori dan praktik Dhamma. Namun yang berbeda dari pabajja-pabajja sebelumnya, selain berlatih di Vihara Tanah Putih, para samanera juga akan menjalankan aktivitas di vihara-vihara lain seperti, Vihara Dhammapala Deplongan, Vihara Vidyasasana, Candi Garon, Sumowono, Vihara Dhammasurya Dusun Janggleng. Selama berada di desa-desa para samanera akan menjalankan aktivitas pindapatta, menghadiri perayaan Waisak dan bermeditasi di kebun-kebun di alam terbuka,” ujar Bhante Khemadiro dalam penahbisan para samanera.
Sebuah pesan
Bhante Sri Pannyavaro berpesan kepada para samanera untuk menjalankan praktik Dhamma dengan melihat ke dalam diri masing-masing.
“Menjadi Samanera harus tumbuh dari keyakinan terhadap Tiratana, Tiga Pertama. Permata Buddha, Dhamma, dan Sangha yang sekaligus menjadi pelindung. Menjadi samanera tanpa keyakinan terhadap Tiratana, tidak akan banyak memberi manfaat untuk kemajuan batin Anda sekalian. Oleh karena itu melatih diri menjadi samanera harus tumbuh dan timbul dari keyakinan terhadap Tiratana,” tutur bhante mengawali pesan Dhamma.
“Permata pertama yang paling dekat dari kita adalah guru agung kita Buddha Gotama. Dilahirkan di Lumbini, kurang lebih 600 tahun Sebelum Masehi sebagai putra mahkota Kerajaan Kapilavastu dengan nama Siddharta Gotama.
“Siddharta melihat penderitaan makhluk-makhluk, penderitaan itu mendorong dirinya untuk meninggalkan kenikmatan duniawi yang tidak kekal dan mencari jalan untuk membebaskan makhluk-makhluk dari penderitaaan. Setelah berjuang selama enam tahun di Hutan Uruvela kemudian bermeditasi di bawah pohon Bodhi seperti yang kita kenal sekarang, pada saat bulan Purnama Siddhi di bulan Vesaka yang sebentar lagi kita rayakan, Bodhisattva Siddharta akhirnya mencapai pencerahan sempurna atas usahanya sendiri.
“Oleh sebab itulah Bodhisattva Siddharta kemudian disebut sebagai Sammasambuddha, yang mencapai pencerahan atas usahanya sendiri dan membabarkan apa yang beliau capai, itulah kemudian diberi nama Dhamma yang menjadi permata kedua,” jelas bhante.
“Dhamma itulah yang mengubah Bodhisattva Siddharta, seorang manusia biasa menjadi manusia luar biasa Sammasambuddha. Dhamma itulah yang mengubah makhluk-makhluk yang membuat transformasi, yang membuat perubahan makhluk-makhluk dari penderitaan menuju pembebasan. Pembebasan dari penderitaan,” terang bhante.
Dhamma
Secara singkat Dhamma itu adalah praktik sila, samadhi, dan pannya. Sila sikha, citta sikha dan Pannya sikkha. Melatih sila menjaga perilaku, ucapan dan perbuatan terus menerus apakah sebagai samanera atau umat awam, upasaka dan upasika. Karena dengan menjalankan sila, maka kekotoran-kekotoran batin akan berkurang.
“Sila, samadhi, dan pannya bisa disingkat, bisa disebut dengan kalimat lain, melatih sila, melatih meditasi samatha, dan melatih meditasi vipassana. Meditasi samatha itulah samadhi, meditasi vipassana itu mengembangkan kebijaksanaan. Itulah latihan yang harus samanera lakukan, itulah yang harus kita lakukan.
“Sebab yang membuat kita menderita ada di dalam diri kita, tumbuh atau muncul dalam diri kita, tidak dari luar. Kemudian, bagaimana mengatasi sebab penderitaan itu? Dimulai dari dalam, dari dalam diri ini dengan menjadi perilaku, sila dengan melatih meditasi samatha dan meditasi vipassana. Melatih itu diri kita sendiri, bukan orang lain, sebagai jalan untuk menghapus, mengatasi sebab penderitaan. Karena sebabnya juga berada di dalam diri kita bukan di luar.
“Kalau kita sudah melatih di dalam diri kita, maka penderitaan akan berkurang. Siapa yang merasakan kebahagiaan? Di mana kebahagiaan itu dirasakan? Di dalam diri ini juga. Kebahagiaan dan kebebasan tidak bisa dicari di luar, di buku-buku, di relik-relik, di sutta-sutta, tetapi dirasakan di dalam diri ini setelah kita melatih diri.
“Oleh karena itu saya mengatakan empat kebenaran arya, dukkha, sebab dukkha, jalan menuju lenyapnya dukkha dan lenyapnya dukkha itu berada di dalam diri kita sendiri. Tidak banyak sebetulnya teori yang harus dipelajari, yang pokok-pokok memang perlu dipelajari tapi praktik ini lebih perlu. Praktik sila, samadhi dan pannya.
“Oleh karena itu, pabajja samanera kali ini yang lebih fokus pada upayoga, mengajak para samanera untuk melihat Dhamma, melihat empat kebenaran arya ke dalam, bukan sekadar membaca huruf-huruf, bukan sekadar membaca buku-buku. Itulah yang harus dipraktikkan para bhikkhu, samanera, dan umat. Kalau tidak ada latihan melihat ke dalam, tidak ada praktik ke dalam, Dhamma hanya sebagai kebanggaan saja, Dhamma hanya sebagai kepuasan berpikir saja tidak banyak manfaat dalam kehidupan kita.
“Seseorang yang sudah mencapai kebebasan, seseorang yang sudah mulai mencapai kebebasan, semakin banyak-semakin banyak. Orang ini disebut orang suci, orang yang sudah mulai terbebas dari penderitaan, mencapai sotapanna, sakadagami, anagami, dan arahat inilah Sangha, permata yang ketiga. Membuktikkan bahwa ajaran Buddha itu bisa dipraktikan dan ada hasilnya, hasilnya adalah mereka yang mencapai kesucian, arya pugala.
“Camkan benar-benar, ingat benar-benar inilah sumbernya para samanera belajar agama Buddha. Tidak sekadar senang pada ajaran Buddha, tidak sekadar senang belajar Dhamma, tetapi ada keyakinan yang kuat dan keyakinan itu harus digunakan sebagai awal untuk praktik ke dalam,” tutup bhante.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara