Foto : Surahman Ana
Antusiasme umat Buddha Temanggung dalam berdana tercermin dalam perayaan Sangha Dana Masa Kathina di Vihara Sasana Paramita Velusindoro Arama, Dusun Sigarut, Desa Rejosari, Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, pada Minggu (12/11/2023). Perayaan dihadiri oleh lima anggota Sangha dan juga diikuti oleh umat dari kota-kota besar seperti Bekasi, Jakarta, Surabaya, Bali, dan lainnya.
Perayaan Kathina di vihara yang dikepalai oleh Bhante Jayaratano ini dilingkupi dengan pemandangan yang indah dan udara sejuk. Selain karena lokasinya di lereng Gunung Sindoro, vihara ini berdiri di samping sungai dan hutan bambu yang rimbun. Vihara ini baru dipugar beberapa tahun lalu dengan gaya arsitektur yang unik dan altar yang artistik, membuat siapa pun umat yang melihat akan terpesona dengan keindahan dan kemegahannya.
Acara semakin memukau dengan penampilan dari tiga artis Buddhis terkenal yaitu Lyna, Santo, dan Lie Fun. Dalam suasana yang penuh kehangatan, mereka melantunkan lagu-lagu Buddhis dengan suara emasnya, menambah suasana kemeriahan dan keagungan acara.
Dhammadesana oleh Bhante Santacitto
Membuka pesan Dhammanya, bhante mengapresiasi antusias umat Buddha Temanggung khususnya dalam mengikuti acara pesta kebajikan ini. Bhante menyampaikan bahwa Kathina berbeda dengan perayaan hari besar Agama Buddha lainnya. Kathina, menurut bhante bukanlah nama bulan melainkan nama bingkai yang digunakan oleh para bhikkhu pada jaman Sang Buddha untuk menjahit jubah. Kisah ini melatarbelakangi munculnya perayaan Kathina yang berlangsung hingga sekarang.
“Jadi awalnya adalah persembahan jubah, Kathina mengacu pada jubah itu sendiri yang diberikan setelah berakhirnya masa vassa. Kemudian seiring waktu, yang diberikan oleh umat tidak hanya jubah tetapi juga kebutuhan pokok lain para bhikkhu. Ini berlangsung sampai sekarang yang dilakukan oleh umat Buddha di seluruh dunia,” terang bhante.
Kathina menjadi momen bagi umat Buddha untuk melakukan kebajikan khususnya berdana kepada para bhikkhu. Berdana, bhante menjelaskan adalah satu praktek Dhamma yang sangat dianjurkan oleh Guru Agung Buddha. “Sang Buddha selalu menekankan bahwa pemahaman Dhamma tidak cukup, kalau hanya digunakan sebatas teori atau pengetahuan saja. Tanpa dipraktekkan, Dhamma tidak akan membawa manfaat yang besar,” tegas bhante.
Memperjelas hal ini, lebih dalam bhante menyampaikan ajaran Sang Buddha yang tertuang dalam Anguttara Nikaya, yaitu perumpamaan yang bisa dijadikan sebagai pedoman oleh umat Buddha. Perumpamaan tersebut di antaranya: Pertama, seekor tikus tidak pernah membuat sarang atau lubang, dan juga tidak pernah tinggal di sarang atau lubang; Kedua, seekor tikus yang membuat sarang atau lubang, tetapi tidak pernah tinggal di sarang atau lubang; Ketiga, seekor tikus yang tidak pernah membuat sarang atau lubang, tetapi tinggal di sarang atau lubang; Keempat, seekor tikus yang membuat sarang atau lubang, dan dia juga tinggal di sarang atau lubang yang dia buat.
“Makna perumpamaan yang pertama, tikus yang tidak pernah membuat sarang atau lubang dan tidak pernah tinggal di sarang atau lubang, adalah perumpamaan bagi orang-rang yang tidak pernah belajar Dhamma, tidak pernah merenungkan Dhamma, tidak pernah mencari tahu tentang Dhamma, tidak pernah mendengar Dhamma, dan dia juga tidak pernah mempraktekkan Dhamma. Tidak semua orang punya kesempatan untuk mempelajari Dhamma, apa lagi mempratekkannya,” jelas bhante.
Yang kedua, bhante melanjutkan, tikus yang membuat sarang atau lubang tetapi tidak pernah tinggal di sarang atau lubang. Ini perumpamaan bagi orang yang sebenarnya paham, banyak mengetahui tentang ajaran Buddha, suka mendengarkan Dhamma, merenungkan Dhamma bahkan suka berdebat mengenai Dhamma, akan tetapi tidak pernah praktek Dhamma.
“Memiliki banyak pengetahuan Dhamma, tapi tidak pernah dipraktekkan. Hidup tidak sesuai dengan apa yang telah dipahami.”
Bhante juga menjelaskan bahwa orang dalam jenis kedua ini diibaratkan orang yang ingin menangkap ular berbisa tetapi dipegang ekor atau badannya, akibatnya ular berbalik menggigit orang tersebut. Maksudnya, orang yang hanya belajar Dhamma, mempunyai pengetahuan Dhamma yang banyak tetapi digunakan untuk mengkritik orang lain, merendahkan orang lain, menyombongkan diri sendiri, ini akan membawa kerugian bagi dirinya sendiri.
Berlanjut penjelasaan perumpamaan ketiga yaitu tikus yang tidak membuat sarang atau lubang tapi tinggal di sarang atau lubang. Perumpamaan ini menggambarkan orang-orang yang sebenarnya tidak punya pemahaman Dhamma atau hanya memiliki sedikit pemahaman Dhamma dan tidak sampai mendalam, tetapi orang tersebut mempraktekkan pemahaman Dhamma yang ia miliki.
“Jadi, meskipun hanya sedikit pengetahuan Dhamma yang kita miliki, tapi kalau kita praktekkan sebenarnya ini lebih memberikan manfaat daripada banyak pemahaman Dhamma tapi tidak pernah dipraktekkan,” kata bhante.
Lebih jauh bhante menjelaskan, bahkan dengan pengetahuan Dhamma yang sedikit namun dipraktekkan dengan sungguh-sungguh dan berkelanjutan bisa megantarkan seseorang untuk mencapai tingkat kesucian tertinggi. Menegaskan hal ini, bhante menceritakan satu kisah peristiwa yang terjadi di masa kahidupan Sang Buddha. Dimana kala itu Sang Buddha mempunyai seorang murid yang tidak bisa mengafal seluruh peraturan kebhikkhuan. Murid tersebut merasa putus ada dan berniat untuk lepas jubah. Namun kemudian Sang Buddha memanggilnya dan memberikan nasehat.
“Sudahlah kalau begitu, bisa tidak kamu melakukan ini; apap pun bentuk pikiran yang disertai dengan keserakahan, lenyapkan itu; apa pun bentuk pikiran yang disertai kebencian, lenyapkan itu; apa pun bentuk pikiran yang disertai dengan kebodohan, lenyapkan itu,” bhante menirukan nasehat Sang Buddha. Diceritakan murid tersebut merasa bisa menjalankan nasehat Sang Buddha. Kemudian ia berusaha untuk terus mempraktekkan nasehat Sang Buddha hingga akhirnya mencapai kesucian arahat.
Bagi umat Buddha, bhante melanjutkan, meskipun tidak hafal seluruh ajaran Sang Buddha tapi ada satu ringkasan yang sering kali di dengar oleh umat Buddha, bahkan bhante meyakini semua umat Buddha sudah memahaminya yaitu, tidak berbuat kejahatan apa pun, selalu berbuat kebajikan, dan membersihkan hati dan pikiran dari segala kotorannya.
“Ini juga sudah lebih dari cukup, apalagi kalau mau belajar, menggali lebih dalam dan juga mempraktekkanya, ini tentu sempurna. Seperti perumpamaan yang keempat, ada tikus yang membuat sarang atau lubang dan dia juga tinggal di sarang atau lubang tersebut. Ini perumpamaan bagi orang-orang yang berusaha mempelajari Dhamma, memahami Dhamma sebanyak-banyaknya, menggali Dhamma semakin dalam, suka mendengarkan Dhammadesana, dan ia pun juga mempraktekkan Dhamma tersebut. Ini adalah yang terbaik.”
Selanjutnya bhante mendorong seluruh umat Buddha untuk mempratekkan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. “Karena Dhamma yang kita pelajari akan memberikan buah, memberikan keberkahan jika dipraktekkan. Apalagi kita paham dan yakin dengan hukum karma, dimana yang baik memberikan kebahagiaan dan yang buruk memberikan penderitaan. Itulah kenapa Bapak Ibu datang ke sini untuk berbuat kebajikan di momen Kathina ini,” pungkas bhante.
Perayaan dilanjutkan dengan persembahan dana berupa kebutuhan pokok para bhikkhu. Karena banyaknya umat yang hadir, proses persembahan dana terbagi menjadi empat lokasi yaitu dua lokasi di dalam Dhamasala vihara, dua lokasi lainnya di pelataran vihara. Dengan penuh semangat umat mengantri untuk bisa memberikan persembahan dana di momen istimewa ini.
Usai mempersembahkan dana, umat mengikuti pelimpahan jasa dan pemercikan tirta berkah oleh bhikkhu Sangha. Acara ditutup dengan namaskara dan ramah tamah. Umat pulang dengan hati penuh sukacita dan inspirasi, membawa pesan kebajikan dalam tindakan sehari-hari.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara