Vihaya Buddha Sakyamuni, Denpasar, Bali menyelenggarakan perayaan Magha Puja 2565 BE/2022 pada Rabu (16/2). Perayaan dimulai pukul 18.00 WITA dan disiarkan secara live streaming melalui kanal youtube Vihara Buddha Sakyamuni. Kurang lebih 50 umat mengikuti acara di dalam Dhammasala sementara 50 lainnya mengikuti secara online di youtube.
Mengingat kasus covid kembali meningkat, umat yang hadir diwajibkan menerapkan prokes dengan memakai masker dan menjaga jarak duduk. Acara dimulai dengan pujabakti yang dipimpin oleh Pmy. Sutikno Gunawan. Bhante Jotidhammo hadir secara virtual sebagai pengisi pesan dhamma.
Pentingnya Melatih Pikiran
Memasuki sesi Dhammadesana, Bhante Joti menyampaikan bahwa Magha Puja merupakan hari penting dalam kehidupan Sang Buddha. Peristiwa pada saat Magha Puja hanya terjadi satu kali selama hidup Guru Agung. Dalam peristiwa tersebut Guru Agung Buddha menyampaikan kotbah Ovadha Patimokha yang berisi instruksi Sang Buddha kepada murid-muridnya.
“Murid-murid beliau membutuhkan petunjuk yang praktis, yang mudah, yang bisa diigat para murid di mana pun berada, serta tidak pelu berpikir lama. Tanpa perlu mengingat lama tetapi dengan mudah murid-murid beliau dapat mengetahui dengan jelas intisari ajaran beliau,” katanya mengawali pesan dhamma.
Dalam Ovada Patimokha terdapat syair terdiri dari empat kalimat yang artinya; jangan melakukan perbuatan jahat/buruk, perbanyak perbuatan bajik, membersihkan hati dan pikiran, inilah ajaran para Buddha. Ajaran ini menurut bhante selalu diajarkan oleh para Buddha di masa lampau, masa sekarang, dan Buddha di masa mendatang.
Menjelaskan lebih jauh, bhante menitikberatkan pada kalimat ketiga yaitu membersihkan pikiran. “Pikiran ini adalah sumber dari segala macam perbuatan kita (Dhammapada ayat 1,2), pikiran ini pemimpin, mendahului segala macam perbuatan;ucapan,badan, dan yang bukan ucapan maupun bukan badan jasmani. Peranan pikiran sangatlah penting.”
Baik atau buruk tergantung keyakinan kita
“Dilihat dari ajaran Guru Agung, nampaknya beliau sangat mengutamakan penanganan pikiran. Dalam masyarakat, banyak yang mengatakan bahwa kita menjadi baik atau buruk tergantung dari keyakinan/keimanan kita. Tetapi dalam ajaran Buddha, untuk menjadi baik/buruk tergantung dari pikiran. Ini lebih realistis atau nyata sekali bahwa pikiran itu yang penting,” imbuhnya.
Pikiran buruk maupun baik jika didukung dengan kondisi-kondisi tertentu akan mempunyai kekuatan yang mendorong seseorang melakukan tindakan. Pikiran baik jika didukung dengan niat maka akan menjadi perbuatan baik, sebaliknya pikiran buruk jika didukung dengan nafsu maka akan menjadi perbuatan buruk. Pikiran juga lihai dalam merekayasa kenyataan, sehingga apa yang buruk bisa dianggap baik oleh pikiran. Begitu pula yang baik bisa dianggap buruk.
“Oleh karena itu Sang Buddha mengajarkan bhavana untuk melatih pikiran supaya bisa melihat segala sesuatu apa adanya, tidak direkayasa. Ini seperti pikiran yang lugu, kalau baik ya pikiran menerima itu sebagai baik, buruk sebagai buruk.”
Bhante melanjutkan bahwa membersihkan pikiran berarti melatih untuk membuat pikiran bisa melihat apa adanya, objektif, tanpa ada kepentingan. Inilah yang harus dilatih. Oleh karena itu meskipun seseorang meditasi hanya seperempat tapi sering dilakukan akan sangat bermanfaat. Pikiran menjadi kata kunci yang penting sekali untuk menentukan perbuatan baik dan buruk.
Untuk mendukung seseorang supaya mempunyai pikiran yang objektif, bhante menambahkan bahwa ada dalam satu kalimat yang awal sekali dalam Ovadha Pathimokha. “Sanga Buddha mengatakan “Khanti Paramam tapo titikkha”. Ini penting juga, Khanti ini kesabaran, ketabahan. Karena orang ingin melihat apa adanya membutuhkan ketabahan/kesabaran.”
Dengan tabah/sabar pikiran menjadi kalem, menjadi tenang. Ketika tenang itulah pikiran bisa melihat apa adanya. Di sinilah peran kesabaran atau ketabahan. “Kalau kita tidak punya kesabaran akan mudah marah dan membenci ketika menemui keadaan yang membuat kita tidak nyaman. Tanpa kesabaran kita juga akan mudah terbuai, melayang ketika menemui keadaan menyenangkan. Namun sabar di sini dalam artian pada hal yang membuat kita tidak nyaman.”
Ketidaknyamanan termasuk juga tekanan dalam hidup merupakan ujian manusia, sementara kesabaran atau ketabahan menjadi senjata untuk menghadapi ketidaknyamanan. “Sang Buddha mengajarkan kita untuk mengupayakan kesabaran di dalam diri, supaya pikiran kita tetap berpikir secara normal, yang apa adanya, sehingga bisa melihat hal yang baik dan buruk sebagaimana apa adanya. Kalau sudah bisa melihat kebenarannya maka otomatis orang akan memilih yang baik karena pada dasarnya semua orang ingin yang baik, ingin bahagia, tidak ingin menderita. Itulah pentingnya melatih pikiran kita,” tutup bhante. [MM]
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara