• Wednesday, 19 June 2019
  • Ngasiran
  • 0

Empat orang perempuan berjalan dengan anggun dari kanan dan kiri Candi Putih. Mereka mengenakan pakaian khas Jawa dengan mahkota di kepala. Tak lama berselang, dua orang laki-laki berperawakan gagah menyusul. Dengan iringan suara musik gamelan, mereka menyembah ke arah altar candi kemudian menari.

Mereka adalah penggambaran dari umat Buddha Vihara Dhamma Sundara, Solo dalam pementasan Sendratari bertajuk Praptaning Pratima; Datangnya Arca Buddha pelengkap Vihara Dharma Sundara, Solo dalam acara Waisak Puja Raya, Sabtu (15/6).

Dikisahkan pada saat Vihara Dharma Sundara selesai dibangun belum mempunyai arca sebagai objek pemujaan di altar utama. Dalam kondisi seperti itu, membuat umat berpikir untuk melaksanakan laku prihatin, membaca doa, dan paritta.

Melihat laku prihatin yang dilakukan oleh umat Buddha Vihara Dhamma Sundara, Dewa Indra yang  bertakhta  di Surga Tavatimsa turun ke bumi membawakan arca Buddha. “Dalam legenda dikatakan Dewa Indra ini duduk di tempat duduk berwarna kuning. Kalau tempat duduk Dewa Indra mulai panas, dia akan mencari  tau ‘ono opo kui nang ndonyo’. Oh Solo kae lagi prihatin mencari arca Buddha. Kemudia Dewa Indra turun membawa arca Buddha,” kata Bhante Pannyavaro menyampaikan pengantar pentas.

Dalam pertunjukan sendratari ini, sosok Dewa Indra diperankan oleh Oky Reza Afrita sang koreografer sekaligus pemimpin Nakula Sadewa (Nasa) Dance. Tak tanggung-tanggung, untuk menjiwai perannya kostum yang dikenakan Oky didatangkan langsung dari Bangkok, Thailand.

Baca juga: Peninggalan Buddhis Jadi Bagian Pameran Temporer 83 Tahun Museum Sonobudoyo

“Dewa Indranya ini memakai kostum yang dipinjam langsung dari Bangkok, Thailand. Mengapa Dewa Indra harus macak Thailand, karena arca utama di Vihara Dharma Sundara ini dari Thailand. Karena itu, seolah-olah Dewa Indra memberikan patung Buddha ini, dan karena patung Buddha ini dari Thailand maka Dewa Indranya macak Thailand,” lanjut bhante.

Seolah masuk dalam sekenario pertunjukan, saat Dewa Indra membawa turun Arca Buddha, Bhante Pannyavaro bersama Subekti, Ketua Vihara Dhamma Sundara dijemput oleh penari untuk naik ke atas pentas. Taburan bunga dan permainan lighting nan apik mewarnai saat bhante menerima rupang dari Dewa Indra yang menjadi puncak dari pementasan.

Melewati proses panjang demi sebuah totalitas

Meskipun diperankan oleh penari profesional jebolan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, perlu persiapan panjang untuk mementaskan Praptaning Pratima. “Persiapannya cukup panjang, satu bulan lebih. Karena kita harus membicarakan alur cerita, musik dan suasananya seperti apa,” kata Oky Bima kepada BuddhaZine.

Oky mengaku harus bolak-bali ke Vihara Mendut untuk belajar dan mematangkan ide ceritanya. Meskipun sebelumnya Nasa Dance sudah pernah mementaskan kisah Sidharta Gautama dalam sendratari Caritaning Mahamuni di Malaysia beberapa bulan lalu, tapi ia tak mau sembarangan, tidak mau main-main dalam berkarya.

“Tingkat kesulitannya, karena saya dan tim Nasa sendiri belum ada yang beragama Buddha. Jadi kami masih kesulitan untuk menggali cerita yang benar, ini yang membuat prosesnya menjadi panjang. Saya harus ke Vihara Buddhagaya Watu Gong, Semarang dulu untuk sowan dan diskusi dengan Romo Warto. Setelah itu, saya sowan Bhante Pannyavaro ke Vihara Mendut berkali-kali, kami berdiskusi langsung maupun lewat WA,” tutur laki-laki yang baru berusia 23 tahun ini.

Dengan kerja keras itu, Oky mengaku bangga dan terhormat bisa mementaskan cerita Buddhis, apalagi di hadapan para bhikkhu. Dia pun mengaku, pementasannya malam itu menjadi salah satu pementasan spesial dalam karirnya sebagai penari dan koreografer.

“Spesial dari malam ini adalah pertama kali saya menarikan tarian yang basic-nya Thailand. Karena sebelumnya saya pernah menggunakan kostum tapi hanya untuk foto shot saja. Selama ini memang saya menggeluti Thailand, saya belajar bahasanya, tariannya kemudian bertemu banyak orang-orang Thailand. Bisa seperti ini juga karena Bhante Pannyavaro juga. Beliau yang sangat mendukung saya untuk selalu berusaha. Malam ini betul-betul saya sangat terhormat bisa menari di depan para bhikkhu, terutama Bhante Pannyavaro, jadi benar-benar merasa sangat terhormat dan bangga,” pungkasnya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *