• Monday, 5 March 2018
  • Ngasiran
  • 0

Jepara Bumi Kartini, merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang terdapat komunitas umat Buddha.

Menurut data Kelompok Kerja Penyuluh Agama Buddha Jepara, setidaknya terdapat sekitar 3.800 – 4.000 jiwa pemeluk agama Buddha. Umat Buddha Jepara tersebar di beberapa kecamatan desa hingga dusun.

Kecamatan Keling dan Donorojo menjadi basis umat Buddha Jepara saat ini. Baca: Sebaran Umat Buddha di Jepara.

Pada masa Kerajaan Kalingga, abad ke-6 agama Buddha sudah berkembang di Jepara, tetapi sempat mengalami tidur panjang. Pada tahun 1965 baru muncul kembali benih-benih agama Buddha yang berkembang hingga sekarang.

“Pada awalnya hanya di Tunahan sini, kemudian merembet ke Blingoh, Guwo, Damarwulan, dan lain-lain,” tutur Istri Almarhum Mbah Kalam kepada BuddhaZine saat di Temui di rumahnya Kamis, (31/1).

Baca juga: Melihat Falsafah Jawa dalam Bangunan Vihara Metta Karuna Jepara

Mbah Kalam yang kemudian menjadi Bhikkhu Kalanyuta, merupakan sosok terpenting dalam perkembangan agama Buddha di Jepara. Atas kegigihan perjuanganya bersama Mbah Karni, Tunahan, dan Mbah Kasboe, Blingoh, kini umat Buddha tumbuh hingga ke pelosok-pelosok desa.


Mbah Sudar. (Budi Ariyanto)

Mbah Sudar, 60 tahun, ketua Vihara Dhammaloka, Desa Ujung Watu, Donorojo, Jepara saat kami temui menuturkan bahwa perkembangan agama Buddha di desanya juga tak lepas dari peran Mbah Kalam.

“Yang tau persis sejarah umat Buddha sini, ya almarhum bapak saya. Kalau seingat saya dari Pak Kalam, waktu itu saya masih kecil dan dulu ada sekitar 50 kepala keluarga pemeluk agama Buddha di Desa Ujung Watu. Di beberapa desa sekitar sini seperti; Metawar, Benteng Portugis, Bangkelan, dulu juga ada tetapi sekarang sudah habis,” tuturnya dalam bahasa Jawa halus.

Desa Ujung Watu, terletak tidak jauh dari tempat wisata Pantai Benteng Portugis, sekitar satu jam perjalanan menggunakan sepeda motor dari Tunahan hingga tempat ini. Mbah Kalam, Mbah Karni, dan Mbah Kasboe pada masanya, dalam membina umat Buddha menempuh perjalanan dengan jalan kaki.

“Hampir semua umat Buddha di Jepara berasal dari Pak Kalam. Dari Blingoh, Guwo, Simo, Senggrong, Damarwulang hingga Desa Soko dulu ada umatnya, tapi yang Soko ini gagal, tidak bertahan lama. Dan Mbah Kalam dulu jalan kaki dalam melakukan pembinaan,” tutur Kasipan, Ketua Magabudhi Jepara yang menemani kami selama dua hari.

Perjumpaan awal dengan ajaran Buddha

Ki Soetoyo, atau lebih dikenal dengan Ki Toyo, seorang dalang kondang pada era 1960-1990-an dari Desa Dukuhseti, Kabupaten Pati adalah orang yang pertama kali mengenalkan ajaran Buddha kepada Mbah Kalam.

Di usia muda, Mbah Kalam belajar ilmu pedalangan dari Ki Toyo. Pada suatu hari, Mbah Kalam menanyakan sebuah ajaran kepada dalang yang juga kepala desa itu, kemudian secarik kertas berisi paritta perlindungan (tisarana) diberikan ke Mbah Kalam.

Baca juga: Perempuan-perempuan Tangguh dari Jepara

“Aku ora ngerti iki artine opo Nang (panggilan untuk anak laki-laki dalam Jawa), aku juga lagi ngangsu kaweruh tapi nek sampean pengen sinau iso lungo nang Rahtawu, Kudus. (Saya tidak tau ini artinya apa Nang, saya juga lagi belajar, tapi kalau kamu ingin tau lebih dalam bisa mencari tau ke Rahtawu, Kudus),” ucap Ki Toyo seperti yang diceritakan Mbak Tutik, anak kedua dari Mbah Kalam kepada BuddhaZine dua minggu lalu di rumahnya.

“Di Rahtawu Bapak diparingi majalah Waisak memperingati Buddha Jayanti. Mboh okeh iklane, tetapi buku itu banyak cuplikan-cuplikan dhamma koyo ngono mas. Yo koyo majalah nek saiki, tapi mboh nek zaman semono, tetapi tulisane Buddha Jayanti ngoten,” imbuh Tuti.


Pujabhakti di Jepara. (Budi Ariyanto)

Majalah yang berisi kutipan Dhamma tersebut kemudian yang menjadi pegangan Mbah Kalam dalam menyebarkan agama Buddha awal. Tetapi perjalanan itu tidak mulus, pada masa peristiwa G30 S, Mbah Kalam dituduh menyebarkan aliran sesat dan sempat dibawa ke Koramil. Di Koramil Kalam mendapat siksaan fisik dari aparat, namun majalah peganganya menjadi penyelamat.

“Pada saat di Koramil, bukunya itu ditunjukkan dan dibaca petugas yang mengambil kesimpulan bahwa itu bukan ajaran sesat dan bapak bukan PKI, akhirnya dibebaskan.”

Tuduhan terlibat PKI dan menyebarkan aliran sesat tak menyurutkan Mbah Kalam dalam menyebarkan ajaran Buddha. Mbah Kalam, Mbah Kasboe, dan Mbah Karni terus mengajarkan Dhamma kepada umat Buddha yang baru tumbuh pada masa itu.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *