Indonesia merupakan negara yang besar dengan keanekaragaman suku, bangsa, agama, ras, dan budaya. Kemerdekaan Indonesia dari penjajah bangsa-bangsa asing juga hasil perjuangan bersama anak bangsa. Oleh karena itu, bapak bangsa mengambil semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila sebagai landasan ideologi bangsa.
Meskipun begitu, sebagian kelompok orang masih menganggap keberagaman bangsa ini sebagai ancaman. Perbedaan yang harusnya sebagai anugerah besar bangsa ini masih sering dinodai oleh sikap-sikap intoleran dari kelompok tertentu.
Karena itu, Buya Safii Maarif, sosok negarawan Indonesia yang getol memperjuangkan toleransi mengajak masyarakat Indonesia untuk saling menghargai sesama anak bangsa.
“Indonesia ini milik bersama karena para pejuang tidak peduli agama dan sukunya, mereka ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bangsa kita memakai semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang penciptanya seorang pujangga Buddha. Dan ini masuk dalam bingkai Pancasila,” ujar beliau dalam Saresehan Musyawarah Nasional Sekretariat Bersama Persaudaraan Muda-Mudi Vihara-Vihara Buddhayana Indonesia (Sekber PVMBI), Jumat (29/12), Gunung Kidul, Yogyakarta.
Menurut mantan Ketua Umum PP Muhamadiyah ini, Bhinneka Tunggal Ika mempunyai nilai universal yang bisa menjadi pemersatu bangsa-bangsa dunia.
“Bhinneka Tunggal Ika itu sangat universal, jadi harus diamalkan, tidak hanya sebagai semboyan yang dihafal saja. Semua manusia tidak ada yang sama. Jadi ini harusnya bukan hanya semboyan Indonesia saja, tetapi jadi semboyan dunia,” tutur beliau.
Oleh karena itu, Buya mengajak masyarakat Indonesia untuk beragama dengan bijak. “Kelompok garis keras itu melahirkan semua garis keras. Jadi kita harus jujur, agama kalau tidak dipakai secara otentik akan merusak. Agama mengajarkan kemanusiaan adalah satu.
“Otentik adalah obat yang mujarab untuk Indonesia. Saya tidak ada persoalan dengan siapa pun, bahkan untuk orang yang tidak beragama sekalipun saya tidak ada masalah. Karena indonesia ini milik semua makhluk yang hidup di sini, tidak boleh indonesia ini dimonopoli sekelompok orang saja.”
“Karena nilai otentisitas ini mahal sekali. Perbedaan itu kekayaan, tetapi orang yang beragama ini sumbunya pendek dan perbedaan dianggap sebagai ancaman,” lanjut beliau.
Lebih lanjut Buya mengajak Pemuda Buddhis ikut berperan aktif dalam menjaga kebhinnekaan. Beliau memberi contoh persahabatannya dengan tokoh Buddhis, Bhikkhu Pannyavaro dan Sudhamek AWS.
“Suatu kali saya datang ke Vihara Mendut bertemu dengang sahabat saya Bhante Pannyavaro. Saya tanya berapa pengikut bhante, beliau mengatakan yang penting bukan jumlah, tetapi kualitasnya. Saya malu sekali mendengar jawaban Bhante Pannyavaro. Beliau adalah sosok teladan.”
“Saya juga sudah berteman lama dengan Sudhamek, beliau adalah tokoh dan pengusaha yang berjiwa mulia. Jadi Anda semua tidak perlu minder, ada Sudhamek sabagai tokoh panutan Anda,” pungkas beliau.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara