• Monday, 28 July 2025
  • Ngasiran
  • 0

Foto: Dok. Panitia

Di tengah dinamika zaman modern, Candi Jiwa – Blandongan di Karawang menjadi lokasi yang penuh makna bagi perayaan Asadha Puja, Sabtu 26 Juli 2025. Momen ini tidak hanya memperingati pemutaran Roda Dharma pertama oleh Buddha Gotama, tetapi juga menandai 70 tahun perjalanan Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) dalam membimbing umat Buddha di seluruh pelosok negeri.

Candi Jiwa, yang terletak di Situs Batujaya, merupakan peninggalan penting dari era Kerajaan Tarumanegara—salah satu kerajaan Hindu-Buddha tertua di Nusantara. Dengan arsitektur yang mengarah ke barat laut, menuju anak benua India, candi ini mencerminkan hubungan spiritual yang erat antara Nusantara dan tanah kelahiran Buddha Dharma. Lebih dari sekadar tempat ibadah, candi ini dahulu berfungsi sebagai pusat spiritual, pendidikan, dan pemerintahan, tempat para cendekia dan pemuka agama menyeimbangkan kebijaksanaan batin dengan tata kelola duniawi.

Dalam perayaan Asadha Puja kali ini, hadir sejumlah tokoh penting, termasuk Supriyadi, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama. Dalam sambutannya, Supriyadi mengatakan, “Kegiatan seperti ini tidak hanya memperkuat keyakinan umat Buddha, tetapi juga menjadi bukti nyata kontribusi umat Buddha dalam menjaga kerukunan dan kearifan lokal bangsa.”

Kehadiran tokoh-tokoh pemerintah dan pemuka agama menunjukkan harmoni antara kehidupan beragama dan negara, serta komitmen bersama dalam melestarikan warisan spiritual bangsa.

Hari Asadha memperingati pertama kalinya Buddha Gotama mengajarkan Dhamma kepada lima pertapa, yaitu Dhammacakka Pavatana Sutta (Kotbah Pemutaran Roda Dhamma). Saat itulah Sangha pertama terbentuk, menyempurnakan Tiga Permata: Buddha, Dhamma, dan Sangha. Nilai-nilai luhur inilah yang terus dihidupkan dalam perayaan Asadha Puja, sebagai refleksi spiritual sekaligus komitmen untuk menjalankan Dharma di tengah tantangan zaman.

Tahun ini menjadi tonggak penting bagi Majelis Buddhayana Indonesia, yang genap berusia 70 tahun. Didirikan oleh Ashin Jinarakkhita, organisasi ini lahir dari semangat menghidupkan kembali Buddha Dharma di Nusantara. Semangat persatuan lintas tradisi dan etnis ini terus diwarisi oleh Keluarga Buddhayana Indonesia, yang tidak hanya fokus pada pelatihan spiritual, tetapi juga aktif membina moral, menyebarkan kebaikan, dan menjaga harmoni sosial.

Kekhidmatan acara semakin terasa dengan kehadiran para bhikkhu terkemuka, seperti Nyanamaitri, Arya Kusalo, dan Lama Namgyal. Melalui khotbah mereka, nilai-nilai Dhamma disampaikan dengan relevansi kekinian: hidup selaras dengan alam, mengasah welas asih, dan menyucikan batin demi kebahagiaan sejati.

Di usia ke-70, Majelis Buddhayana Indonesia tetap teguh sebagai penjaga Dharma, menerangi jalan umat Buddha di tanah air. Warisan spiritual dari masa Tarumanegara hingga kini terus hidup, membuktikan bahwa Dharma tidak pernah padam—ia hanya menunggu waktu yang tepat untuk bersinar kembali.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *