• Tuesday, 30 October 2018
  • Ngasiran
  • 0

Kolese De Britto adalah Sekolah Menengah Atas Katolik yang diasuh oleh Serikat Jesuit yang terletak di Yogyakarta. Selama tiga hari, Selasa – Kamis (23-25/10) sebanyak 40 siswa tinggal dan hidup bersama keluarga yang beragama Buddha. Dusun Krecek, Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Temanggung merupakan salah satu dusun Buddhis yang digunakan sebagai tempat live In toleransi. 

“Merawat kebhinnekaan, menjaga kerukunan sebenarnya tidak banyak membutuhkan teologi atau teori yang bagus-bagus. Karena kerukunan harus dilakukan melalui tatap muka dan srawung, bukan untuk diperdebatkan di forum-forum,” Bhante Pannyavaro.

Hidup di lingkungan berbeda, tinggal bersama keluarga berbeda keyakinan hingga mengikuti segala aktivitas keluarga yang ditinggali adalah upaya yang dilakukan oleh SMA Kolese De Britto, Yogyakarta untuk mengenalkan keberagaman. Melalui program pekan toleransi, anak-anak ini melakukan live In di berbagai komunitas dan kelompok agama yang berbeda.

“Anda harus berani keluar dari zona nyaman, merasakan dan mengalami hidup di tempat berbeda dengan keluarga berbeda suku maupun agama. Kata ‘mengalami’ ini adalah hal terpenting dari live in toleransi yang akan Anda lakukan selama tiga hari ke depan,” terang Romo Mulyadi kepada para siswa.

Baca juga: Perdamaian dan Toleransi Sekolah Perempuan di Desa Getas, Temanggung

Mereka diajak mengikuti seluruh aktivitas keluarga yang ditinggali. Mulai dari bangun pagi meditasi di vihara, mengenal lingkungan, ikut bekerja di ladang, kerja bhakti membangun rumah hingga mengikuti pujabhakti anjangsana keluarga. Meskipun tinggal di rumah keluarga yang berbeda agama, seakan perbedaan tidak memisahkan antarkeluarga dan para siswa. Mereka mampu membaur, berkomunikasi hingga melakukan pekerjaan-pekerjaan petani di desa.

“Saya merasa sangat senang bisa tinggal bersama Bapak/Ibu di sini. Meskipun kita mempunyai keyakinan yang berbeda, Bapak/Ibu tetap mau menerima kami tanpa membedakan,” tutur Otniel sebelum meninggalkan Dusun Krecek, Kamis (25/10/2018) di ruang Dhammasala.

Bisa hidup di desa, tanpa gadget dan uang memberi kesan mendalam bagi siswa kelas XI MIPA ini. “Ketika ke ladang, kami tidak banyak membantu kayaknya, malah lebih banyak merepotkan. Tapi Bapak/Ibu tetap baik kepada kami, memperlakukan kami seperti anak sendiri. Kami hanya bisa bilang terima kasih,” pungkasnya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *