Foto: SS Ana Surahman
Sebagai wujud simpati atas bencana banjir yang melanda Kota Medan dan sekitarnya, Pengurus Pusat Wanita Theravada Indonesia (WANDANI) menyelenggarakan pembacaan paritta bertajuk “Pray for Sumatera Utara”. Acara yang digelar secara online via Zoom pada Jumat (28/11/2025) ini dipimpin oleh Bhante Indaguno dan diikuti oleh kurang lebih 87 peserta dari berbagai kota di Indonesia.
Bhante Indaguno, Pembina umat Buddha Vihara Veluvana Klumpang, Deli Serdang, Sumatera Utara, menyampaikan keprihatinan mendalam atas serangkaian bencana yang melanda beberapa daerah di Indonesia termasuk banjir di Medan, yang tidak hanya berdampak pada umat Buddha.
Bhante menekankan pentingnya menyadari bahwa bencana merupakan bagian dari corak kehidupan yang tidak terelakkan, yaitu perubahan.
“Kehidupan itu tidak ada yang pasti, itu yang harus kita sadari sebagai umat Buddha. Perubahan itu nyata adanya dan terbukti dengan kondisi-kondisi di sekitar kita, baik yang berkaitan dengan alam maupun dengan diri kita sendiri,” terang Bhante.
Dalam pesannya, Bhante juga mendorong umat Buddha untuk menyadari pentingnya hidup selaras dengan alam, mengingat manusia adalah bagian dari alam semesta. Ia menjelaskan bahwa segala peristiwa di dunia tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan mengikuti hukum sebab-akibat, termasuk akibat ulah manusia yang tidak menghargai alam.
“Ketika manusia mengambil segala sesuatu tidak berimbang, alam akan menyeimbangkan diri sendiri. Saat keseimbangan itu terjadi, bisa jadi hal buruk yang datang. Itu akibat ulah manusia yang merusak alam. Air yang seharusnya ditampung oleh pepohonan besar, kini hutannya hampir gundul, berubah menjadi perkebunan. Keseimbangan itu pun tidak terjadi,” lanjutnya.
Bhante menghimbau agar dalam setiap tindakan yang berkaitan dengan alam, umat Buddha tidak hanya memikirkan keuntungan, tetapi juga dampak positif dan negatifnya bagi lingkungan, sosial, dan kemanusiaan. Hal ini sejalan dengan ajaran Buddhis tentang Paticcasamuppada atau hukum sebab musabab yang saling bergantungan.
“Ajaran dalam Buddhis adalah hukum sebab musabab yang saling berantai, Paticcasamuppada. Tidak ada sebab yang tunggal; semua adalah akumulasi dari sebab-sebab beruntun yang mengakibatkan akibat beruntun pula. Dengan menyadari hal ini, ketika bertindak kita akan memikirkan dampaknya bagi lingkungan, bagi diri, dan secara moral. Pertimbangannya multiaspek, itulah cara berpikir Buddhis untuk hidup selaras dengan alam,” tegas Bhante.

Foto Dhammasala Vihara Maha Suci Tanjung Pura, Medan, yang terendam banjir, Kamis (27/11/2025).
Lebih jauh, Bhante mendorong umat Buddha untuk menjadi teladan dalam menerapkan hidup harmonis dengan alam, dengan menjadikan praktik cinta kasih sebagai dasar, termasuk kepada lingkungan. Ia memberikan contoh tindakan sederhana yang dapat dilakukan.
“Kita sebagai umat Buddha harus memberi contoh untuk mencintai segala lini kehidupan: suka menanam pohon, tidak membuang sampah sembarangan. Itu hal sederhana, tetapi berdampak besar. Itulah cara kita mencintai alam. Syukur bisa sampai mengolahnya menjadi barang yang bermanfaat, tentu sangat positif dan mencegah kerusakan lingkungan,” ujarnya.
Selain itu, Bhante juga menganjurkan untuk melepaskan satwa ke habitatnya sebagai wujud mencintai kehidupan. Perubahan gaya hidup yang ramah lingkungan diharapkan dapat menjadi contoh bagi masyarakat luas.
“Dengan kita mencintai lingkungan, alam pun akan ‘senang’ dengan kita. Maksudnya, alam akan merespons tindakan kita, sehingga kebaikan dari alam yang akan kita terima,” jelas Bhante.
Menutup pesan Dhamma, Bhante mendoakan agar semua warga yang terdampak bencana dapat segera pulih dan menyadari bahwa segala yang terjadi salah satu faktornya adalah hasil dari sebab-akibat antara perilaku manusia dengan alam.
“Ketika semua orang melakukan kebaikan-kebaikan sederhana tersebut, dampaknya sangat besar. Sungai menjadi bersih, lingkungan hijau karena gemar menanam, tidak menebang pohon. Air tidak mengalir sembarangan karena diserap dan ditampung pepohonan besar. Ini akan mengurangi dampak negatif bagi kehidupan manusia, dan manusia dapat bertahan hidup lebih lama,” tandas Bhante.































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































