“Kami memang sengaja memilih bulan puasa untuk mengadakan perayaan Waisak, supaya kami bisa berbagi dan buka bersama dengan teman-teman Muslim,” ujar Suyat (54), pengurus Vihara Dhamma Puspita, Dusun Cendono, Kelurahan Getas, Temanggung, Jawa Tengah.
Kamis, 25 Juni 2015, umat Buddha Kecamatan Kaloran, Temanggung, kembali mengadakan perayaan Waisak. Meskipun hari raya Waisak sudah lewat jauh, yaitu pada tanggal 2 Juni 2015 lalu, dan telah memasuki bulan puasa, namun umat Buddha di kecamatan Kaloran yang terdiri dari 40 vihara lebih tetap semangat dalam memperingati hari lahir, mencapai pencerahan, dan mangkatnya Buddha Gotama.
Lima bhikkhu hadir dalam perayaan ini, yaitu Bhikkhu Dhammakaro, Bhikkhu Cattamano yang juga pembina Sangha Theravada Jawa Tengah, Bhikkhu Cittanando, Bhikkhu Cittavaro, dan Bhikkhu Kemadiro. Turut hadir pula Lurah Getas, Kapolsek Kaloran, dan tokoh-tokoh lintas agama Kecamatan Kaloran.
Antusiasme masyarakat Buddhis Temanggung terlihat dengan banyaknya umat yang hadir. Kecilnya kapasitas Vihara Dhamma Puspita membuat beberapa rumah warga harus menjadi tempat berteduh undangan yang hadir.
Hadirnya siswa-siswi Sekolah Ehipassiko Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang yang sedang mengadakan live in di Desa Kalimanggis membuat perayaan Waisak semakin meriah. “Luar biasa ya perayaan Waisak di kampung, banyak sekali umat yang hadir,” ujar Yarma, salah satu guru pendamping.
Bhikkhu Dhammakaro dalam ceramahnya menyatakan, “Perayaan Waisak kali ini terasa istimewa. Istimewa karena perayaan Waisak dilaksanakan pada bulan puasa, sehingga kita bisa merasakan buka bersama dengan tokoh-tokoh agama lain. Selain itu, kehadiran siswa-siswi Sekolah Ehipassiko BSD juga membuat vihara ini menjadi lebih berwarna. Semoga ini menjadi pengalaman tersendiri bagi siswa-siswi dan mereka mengetahui bahwa di kampung-kampung juga banyak umat Buddha.”
Bhante melanjutkan, dalam hidup berbangsa dan bernegara, kebersamaan merupakan hal yang sangat penting, bahkan seorang pertapa hutan sekalipun membutuhkan masyarakat, apalagi umat perumah tangga yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang beragam.
“Dalam pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) pada tahun 1997, Vihara Saddhapala Cengkareng (Jakarta Barat), Gereja Trinitas, beberapa Masjid dan Koramil Cengkareng merupakan perintis. Jadi umat Buddha sebenarnya sudah turut andil dalam membangun kehidupan damai antar agama. Dan semoga dimulai dari Vihara Dhamma Puspita ini, kehidupan damai antar agama semakin terjalin,” ujar bhikkhu yang baru genap 20 vassa ini.
Bhante menambahkan, “Ajaran Buddha sangat luas, bahkan yang telah ditulis dalam kitab suci Tipitaka, kalau bukunya ditaruh di lemari tidak cukup satu lemari. Namun kalau kita rangkum, ada sepuluh pokok ajaran Buddha, yaitu dasa punyakiriyavattu. Dalam dasa punyakiriyavattu yang pertama adalah dana. Dana adalah kerelaan.” Ia mencontohkan kerelaan hati ibarat tanah yang gembur dan subur, tanah yang gembur ditanam apa pun bisa tumbuh.
Sementara itu Dwiyanto, Kepala Desa Getas menyampaikan apresiasinya dan turut berbahagia kepada umat Buddha yang mengutamakan kebersamaan dan kerukunan dalam melaksanakan perayaan Waisak, “Bukan hanya kali ini kami para perangkat desa hadir dalam perayaan Waisak, bahkan pada tanggal 13 Juni kemarin saya bersama perangkat desa Getas mengadakan Dharmasanti Waisak yang dihadiri oleh para bhikkhu dari Sangha Theravada dan Mahayana.”
Perayaan Waisak dilanjutkan dengan makan malam dan buka puasa bersama tokoh agama dan masyarakat Muslim yang juga hadir dalam perayaan tersebut.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara