• Monday, 22 June 2015
  • Michael Bliss
  • 0

Setelah sempat terlelap selama lebih dari 1000 tahun di Indonesia, silsilah bhikkhuni mazhab Theravada di Indonesia bangkit kembali melalui upacara Upasampada Bhikkhuni Theravada Pertama di Indonesia yang diadakan pada bulan Waisak 2559 BE/2015, tepatnya pada Minggu (21/6/2015).

Pentahbisan ini merupakan titik terang bagi perempuan-perempuan Buddhis Indonesia yang ingin mendedikasikan hidupnya dengan memilih jalan hidup berselibat untuk mewujudkan potensi pencapaian spiritualnya.

Selain sebagai titik terang, pentahbisan ini bertujuan untuk memperkokoh empat pilar agama Buddha mazhab Theravada di Indonesia, yang terdiri dari: umat pria (upasaka), umat wanita (upasika), Sangha Bhikkhu, dan Sangha Bhikkhuni.

Upasampada bersejarah tersebut diselenggarakan di Wisma Kusalayani, Lembang, Bandung.

“Ini merupakan kehormatan yang luar biasa bahwa Indonesia menjadi tuan rumah acara pentahbisan internasional yang diikuti oleh pelbagai samaneri (calon bhikkhuni) yang berasal dari luar negeri,” kata Ketua Persaudaraan Bhikkhuni Theravada Indonesia (Perbhiktin) Bhikkhuni Santini.

Ayya Santini, begitu ia lebih akrab disapa, menambahkan, sembilan samaneri yang menjalani pentahbisan, dua diantaranya berasal dari Indonesia dan tujuh lainnya berasal dari luar negeri. Mereka adalah Bhikkhuni Vajiradevi dan Bhikkhuni Sadhika (Indonesia), Bhikkhuni Medha (Srilanka), Bhikkhuni Anula (Jepang), Bhikkhuni Santasukha dan Bhikkhuni Santamana (Vietnam), Bhikkhuni Sukhi dan Bhikkhuni Sumangala (Malaysia), dan Bhikkhuni Jenti (Australia).

Upacara pentahbisan dipimpin oleh Ven. Bootawatte Saranankara (Malaysia) sebagai upajjaya dan Bhikkhuni Santini sebagai upajjayani, serta sejumlah bhikkhu dan bhikkhuni dari berbagai negara hadir sebagai kammavacacarini, saksi dan undangan. Upacara upasampada tersebut juga mendapat atensi besar dengan hadirnya sekitar 1500 umat sampai-sampai kursi undangan tak muat menampungnya.

Upacara upasampada dimulai setelah makan siang. Kesembilan calon bhikkhuni melakukan pradaksina sebanyak tiga kali mengelilingi stupa yang terletak di sebelah belakang komplek wisma, sementara para umat menabur bunga di lantai yang dilangkahi para calon bhikkhuni. Suasana hening dan syahdu, semua hadirin menjaga keheningan dengan khidmat. Yang terdengar hanya suara lonceng yang dipukul berulang-ulang.

Usai pradaksina, calon bhikkhuni berjalan menuju para bhikkhu dan bhikkhuni yang kemudian membentuk iring-iringan bersama-sama menuju gedung uposathagara. Sebelum dijadikan tempat upasampada, gedung uposathagara terlebih dahulu dibuka secara resmi oleh Ven. Bootawatte Saranankara dan upasampada dibuka secara resmi oleh Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI Dasikin, yang dilanjutkan dengan persembahan dana kepada para calon bhikkhuni oleh para pejabat negara dan sponsor.

Upasampada dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pentahbisan oleh Sangha Bhikkhuni yang dipimpin Bhikkhuni Santini, sedangkan tahap kedua pentahbisan oleh Sangha Bhikkhu yang dipimpin Ven. Bootawatte Saranankara.

20150622 Upasampada Bhikkhuni Theravada Pertama di Indonesia Setelah Seribu Tahun_2  20150622 Upasampada Bhikkhuni Theravada Pertama di Indonesia Setelah Seribu Tahun_3

“Berdasarkan informasi sejarah, Upasampada Bhikkhuni di Indonesia sudah tidak dilaksanakan lagi lebih dari 1000 tahun lampau,” jelas Ketua Panitia Handani Widjaja. “Upasampada Bhikkhuni hari ini akan menjadi momentum bersejarah proses kemajuan dan percepatan penyebaran Ajaran Buddha di bumi Indonesia tercinta.”

“Mulai hari ini, tidak ada lagi keraguan bagi para umat Buddha Indonesia, khususnya perempuan, untuk menjalani hidupnya meninggalkan kehidupan berkeluarga, menjadi seorang Samana/Bhikkhuni,” lanjut Handani.

Sementara itu Dasikin tidak memungkiri adanya beberapa pihak di dalam agama Buddha yang tidak menyetujui dibangkitkannya kembali Sangha Bhikkhuni setelah sempat punah sejak abad ke-11.

“Persaudaraan Bhikkhuni Theravada Indonesia merupakan wujud dari kesetaraan gender dalam perannya mempertahankan Buddha Dhamma. Buddha sendiri telah meletakkan dasar yang kuat terhadap penghormatan hak-hak perempuan, menempatkan perempuan sebagai individu yang harus dihormati bukan sebagai samana, melainkan sebagai sosok seorang ibu,” jelas Dasikin.

Ayya Santini sebagai bhikkhuni Theravada pertama di Indonesia, sejak ditahbis menjadi bhikkhuni pada 15 April 2000 hingga saat ini, belum bisa diterima sepenuhnya oleh semua kalangan Buddhis. Kehadiran bhikkhuni Theravada di Indonesia dan sejumlah negara memang masih menimbulkan pro dan kontra karena ada yang menganggap silsilahnya sudah terputus.

Ayya Santini tidak mengenal lelah memperjuangkan kesetaraan gender dalam hal spiritual sehingga pernah dianugerahi penghargaan The Outstanding Women in Buddhism Award oleh PBB pada tahun 2007 dalam rangka Hari Wanita Internasional.

20150622 Upasampada Bhikkhuni Theravada Pertama di Indonesia Setelah Seribu Tahun_4

Ayya Santini menjelaskan, pentahbisan ini bertujuan untuk memberikan inspirasi positif kepada kaum wanita Buddhis Indonesia yang memiliki keinginan untuk menjalani hidup sebagai bhikkhuni. Selain itu, hal ini merupakan titik terang atas pengakuan penuh posisi wanita dalam agama Buddha di Indonesia.

“Pada dasarnya agama Buddha tidak membedakan pria dan wanita berdasarkan gender. Buddha sendiri menekankan bahwa dalam sebuah perkawinan, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama,” kata Ayya Santini. Ayya berharap, melalui pentahbisan ini, kaum wanita Buddhis Indonesia terinpirasi untuk secara aktif mendukung perkembangan agama Buddha di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *