Foto: Dok. Panitia
Koordinator Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan GUSDURian, Jay Akhmad, menegaskan bahwa keberagaman tidak hanya tentang menjaga kerukunan, tetapi juga menyangkut penegakan hak-hak konstitusional setiap warga negara.
“Keberagaman bukan hanya soal kerukunan. Membicarakan keberagaman adalah membicarakan penegakan hak konstitusi warga negara,” ujar Jay dalam pernyataannya.
Merujuk pemikiran KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Jay menjelaskan bahwa keberagaman adalah bagian integral dari upaya menciptakan perdamaian. Namun, menurutnya, perdamaian hanya bisa terwujud apabila didukung oleh keadilan.
“Perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi. Keadilan itu diwujudkan melalui penegakan hak konstitusi,” tegasnya.
Jay mencontohkan sejumlah kasus penolakan rumah ibadah di Indonesia sebagai tantangan dalam menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan. Menurutnya, permasalahan ini menunjukkan perlunya perhatian serius terhadap penegakan konstitusi.
“Konstitusi kita jelas menjamin kebebasan beragama bagi seluruh pemeluknya. Tantangan kita ke depan adalah memastikan masyarakat dapat menjalankan ibadah dengan tenang,” tambahnya.
Sebagai upaya mempromosikan toleransi, Jaringan GUSDURian menggelar Festival Beda Setara atau Best Fest pada 10–16 November 2024. Festival ini digelar untuk memperingati Hari Toleransi Internasional yang jatuh pada 16 November sekaligus Haul ke-15 Gus Dur. Berlangsung di berbagai titik di kampus UIN Sunan Kalijaga, acara ini dirancang untuk merayakan keberagaman dan menanamkan nilai-nilai toleransi.
Salah satu kegiatan utama festival ini adalah Pasar Bestari. Jay menjelaskan bahwa pasar ini tidak hanya menjadi ruang transaksi ekonomi, tetapi juga wahana dialog rasa dan keberagaman antar masyarakat.
“Pasar Bestari menjadi tempat di mana dialog keberagaman tumbuh melalui interaksi sehari-hari,” jelasnya.
Festival ini juga menghadirkan Forum Belajar, yang memberi kesempatan kepada pelajar dan kaum muda untuk mempelajari tradisi serta keyakinan berbagai agama di Indonesia. Kegiatan ini berlangsung setiap sore pada 11–15 November 2024, dengan menghadirkan praktisi dan tokoh agama dari berbagai kepercayaan seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Katolik, dan Konghucu.
Selain itu, Panggung Budaya dan Bioskop Rakyat akan menampilkan film-film bertemakan keberagaman. Pemutaran film ini bertujuan meningkatkan pemahaman dan empati terhadap perbedaan agama di masyarakat.
“Kami ingin publik bisa belajar dan memahami keberagaman agama melalui media budaya,” ungkap Jay.
Puncak acara festival adalah Simposium Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, yang mengundang akademisi dan praktisi keberagaman untuk berdiskusi tentang upaya menjaga kebebasan beragama di Indonesia.
“Ini adalah bentuk perjuangan kita agar hak konstitusi beragama masyarakat tetap terjaga,” imbuh Jay.
Acara lain yang menarik perhatian adalah Pameran Sengketa Rumah Tuhan. Pameran ini mengangkat isu sengketa rumah ibadah dan dampaknya terhadap keharmonisan antarumat beragama. Jay menyebut pameran ini sebagai sarana edukasi penting untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga rumah ibadah sebagai simbol keberagaman.
Dengan serangkaian kegiatan tersebut, Festival Beda Setara diharapkan dapat menjadi ruang dialog, pembelajaran, dan perayaan keberagaman untuk seluruh masyarakat Indonesia.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara