“Ehipassiko ada untuk membawa perubahan. Keberadaan Ehipassiko di Indonesia tidak akan ada gunanya kalau tidak membawa perubahan, hanya memperkental ritual, hanya baca paritta doang, hanya banyak meeting; musyawarah daerah, musyawarah nasional, dan musyawarah-musyawarah lainnya,” tegas Handaka Vijananda dalam menyampaikan materi pelatihan nasional (pelatnas) Abdi Desa, Kamis (1/11).
Pelatnas adalah pertemuan rutin Abdi Desa Ehipassiko Foundation yang dilakukan setiap tahun. Pelatihan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan Dharma para Abdi Desa Ehipassiko yang bertugas membina umat Buddha di berbagai pelosok desa tanah air.
Pelatnas yang ke IX ini dilaksankan selama empat hari, Kamis – Minggu (1–4/11) di Laras Asri, Resort, Kota Salatiga. Tak hanya Abdi Desa, pelatnas kali ini juga diikuti oleh Kalyanamitra (para umat Buddha yang membantu Abdi Desa dalam menjalankan tugas Dhammaduta) yang jumlah keseluruhan sekitar 100 orang.
Sebagai ujung tombak pelestari Dharma di Indonesia, para Abdi Desa dan Kalyanamitra dibekali dengan berbagai strategi pembinaan umat Buddha. “Jadi orang baik saja tidak cukup, kita harus mempunyai strategi dan visi. Visi Ehipassiko tahun ini adalah, ‘Membangun Karakter Dharma’, kenapa berbeda dengan tahun lalu? Karena kita harus terus berinovasi sesuai dengan perubahan zaman,” terang pendiri Ehipassiko Foundation dalam menyampaikan visi misinya.
Untuk menjalankan visinya, Ehipassiko menjalankan tiga misi yaitu; Studi, Aksi, dan Meditasi. “Tujuan kita adalah melestarikan Dharma dan lingkungan, jadi perlu misi nyata. Studi, Aksi, dan Meditasi. Dalam bahasa Buddha Gotama; pariyatti, patipatti, pativedha. Ini kurikulumnya komplet. Umat tidak bisa hanya sekedar studi saja, aksi saja atau meditasi saja,” tegasnya.
Menghadirkan pembicara berkualitas
Pelatnas Abdi Desa adalah momentum yang selalu dinanti oleh para Abdi Desa. Selain sebagai ajang temu kangen dan membahas perkembangan desa binaan masing-masing, pelatnas juga digunakan sebagai kesempatan untuk meng-update pengetahuan Dharma.
Karena itu, setiap pelatnas Ehipassiko selalu mendatangkan narasumber dengan berbagai kemampuan di bidangnya masing-masing. Termasuk pada pelatnas kali ini yang menghadirkan tujuh narasumber yang mengisi berbagai materi selama tiga hari penuh. Mereka adalah; Kartika Swarnacitta, Handaka Vijananda, Rudy Rachman, Agus Santoso, Yulvian, Bhante Nyanasuryanadi, dan Bhante Sujato.
Kartika Swarnacitta membawakan materi wise internet. Manajer tunggal Abdi Desa Ehipassiko ini mengajak para Abdi Desa untuk membimbing umat agar bijaksana dalam menggunakan internet. “Saat ini internet sudah merambah perdesaan, sebagai abdi desa yang membimbing umat Anda harus dapat membimbing umat agar bijak dalam menggunakan internet.”
Meskipun tidak sepenuhnya berdampak buruk, menurut Kartika bila tak diawasi dengan baik penggunaan internet bisa menjerumuskan masyarakat, terutama anak-anak. “Internet memang memudahkan untuk berkomunikasi, mencari informasi bahkan kalau bisa memanfaatkan dengan baik dapat digunakan untuk berbisnis. Tetapi kalau tidak dilakukan dengan bijak, internet dapat menjerumuskan anak-anak kita, yang paling nyata adalah dampak ketagihan handphone canggih,” terang Kartika.
Sedangkan Yulvian yang merupakan pendukung setia Abdi Desa Ehipassiko menyampaikan materi ekonomi desa. “Semua orang membutuhkan makan. Anda semua sebagai Abdi Desa yang menjemput bola menjaga Dharma juga harus peka terhadap perekonomian umat. Jadi tak hanya melulu menyampaikan Dharma, tetapi juga bisa membangun terobosan untuk memberdayakan perekonomian umat,” kata Yulvian.
Senada dengan Yulvian, Bhante Nyanasuryanadi yang menjadi narasumber di hari ketiga juga menyampaikan perlunya inovasi para Dharmaduta. “Potensi apa pun yang ada di daerah binaan Anda coba digali, karena yang dibutuhkan umat itu tak hanya sekadar meditasi. Urusan perut ini juga sangat penting, kalau perutnya kenyang meditasi juga terasa nyaman. Jadi harus ada keseimbangan antara spiritual dan kesejahteraan,” kata bhante.
Bhante Sujato
Hadirnya Bhante Sujato sebagai narasumber menjadi nilai lebih pada pelatnas kali ini. Sebagai narasumber kehormatan, ia mendapat porsi lebih, yaitu mengisi tiga sesi pelatihan. Ia membimbing dan menyampaikan materi meditasi empat unsur, metta meditasi dan membedah Buddhis mula (early Buddhism). Selengkapnya akan diulas pada artikel khusus.
Abdi desa mengabdi di pelosok negeri
Ehipassiko adalah yayasan yang bervisi membangun karakter pribadi, masyarakat, dan lingkungan melalui cara hidup studi, aksi, meditasi berdasarkan Dharma Humanistik. Dalam menjalankan visinya ini Ehipassiko menjalankan berbagai program pelayanan, mulai dari menerjemahkan dan menerbitkan buku-buku Buddhis, memberikan bantuan sosial kepada masyarakat, memberikan beasiswa sekolah serta menggelar pelatihan-pelatihan meditasi.
Menurut data yang diperoleh BuddhaZine, saat ini Ehipassoko telah menerbitkan lebih dari 300 judul buku cetak dan 40 ebook, memberikan beasiswa kepada 2.712 siswa, 234 desa binaan, 340 vihara binaan dan 541 perpustakaan vihara.
Dari berbagai program Ehipassiko ini tak lepas dari peran para Abdi Desa. Saat ini Ehipassiko Foundation mempunyai 24 Abdi Desa yang mengabdi di berbagai pelosok Indonesia. Mereka adalah ujung tombak untuk melaksanakan visi dan program Ehipassiko. Mulai dari memberi pembelajaran Dharma kepada umat Buddha di vihara-vihara, memberikan bimbingan belajar kepada anak-anak sekolah, menyalurkan bantuan kemanusiaan, menyalurkan beasiswa hingga membagikan buku-buku Dharma terbitan Ehipassiko.
“Saya mengatakan Anda (para Abdi Desa) adalah Wira Dharma, prajurit Dharma. Keberadaan Anda adalah ujung tombak lestarinya Dharma di Nusantara,” kata Rudy Rachman.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara