• Monday, 25 November 2024
  • Surahman Ana
  • 0

Foto: Surahman Ana

Sabtu (16/11/2024), umat Buddha di Vihara Buddha Metta Kampung Mranggen, Desa Tempuran, Kecamatan Kaloran, Temanggung, menggelar perayaan Sangha Dana di Bulan Kathina yang berlangsung khidmat. Acara ini menjadi momen yang membahagiakan setelah lama tidak diselenggarakan acara besar di vihara tersebut. Panitia bahkan mengundang umat Buddha dari seluruh Kabupaten Temanggung dalam perayaan ini.

Sejak pukul 11.00 WIB, rombongan umat Buddha dari berbagai vihara mulai berdatangan, memenuhi tenda-tenda yang terpasang mengelilingi vihara hingga jalan utama kampung. Guyuran hujan lebat tidak mengurangi semangat dan kekhidmatan umat dalam mengikuti acara yang dihadiri tiga Bhikkhu Sangha termasuk Bhante Guttadhammo, Bhante Dhirasarano, dan Bhante Sarago ini.

Pada malam harinya, perayaan juga dirangkai dengan syukuran atas bantuan satu set gamelan yang diterima dari Pembimas Buddha Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Penyerahan simbolis gamelan tersebut sebelumnya telah dilaksanakan pada 12 Januari 2024. Puncak syukuran ini dimeriahkan dengan pentas wayang kulit semalam suntuk.

Acara Kathina diawali dengan puja bakti dan dilanjutkan pembacaan Nidhikanda Sutta oleh para Mahasiswa dari STABN Sriwijaya yang sedang menjalankan KKN di wilayah Desa Tempuran. Pesan Dhamma disampaikan oleh Bhante Guttadhammo.

Melatih Diri dalam Kebajikan

Mengisi pesan Dhamma, Bhante Guttadhammo menekankan agar umat Buddha harus melatih kebajikan terus menerus dan juga berusaha untuk mengolah batin. Ia menambahka bahwa Bulan Kathina menjadi kesempatan melatih kebajikan berdana untuk mengurangi kekotoran batin.

“Bulan Kathina ini kesematan umat Buddha untuk menimbun jasa. Jasa kebajikan ini harus didasari dengan pengertian yang benar. Cara berpikir kita harus benar, karena jika pangertian dan cara berpikir kita salah, kita bisa timbul rasa iri ketika melihat orang lain bahagia, melihat orang lain sukses. Ini karena pemahaman yang keliru,” jelas bhante.

Lebih lanjut bhante menerangkan bahwa, pengertian benar dalam melakukan kebajikan harus didasari dengan keyakinan akan hukum karma. Dimana perbuatan baik akan membuahkan kebahagiaan, sementara perbuatan buruk akan membuahkan penderitaan. Keyakinan yang mantap akan hukum karma tidak akan menggoyahkan seseorang dalam berbuat baik serta menjaga seseorang untuk tidak tergoda berbuat buruk dalam segala kondisi.

“Kalau tidak bisa mengolah pikiran, ya susah hidupnya. Orang yang memiliki pikiran benar, meskipun saat ini belum bisa memetik hasil kebajikan, dia akan tetap melaksanaka kebajikan sebanyak-banyaknya. Karena kita hidup tidak hanya sekali, selama kita masih memiliki kekotoran batin, kita akan berputar-putar dalam proses lahir dan mati terus menerus. Kenapa demikian? Karena kita masih memiliki kekotoraan batin, keserakahan, kebencian, iri hati, kekikiran dan lainnya.”

Menurut bhante, berdana merupakan salah satu jalan untuk membersihkan kekotoran batin dalam diri seseorang. Berdana berarti latihan mengikis keserakahan, kekikiran, dan kemelekatan, yang menjadi salah satu sebab seseorang akan terus mengalami kelahiran kembali setelah kematian. Berdana berarti perjuangan dalam peperangan melawan kekotoran batin berwujud pikiran-pikiran buruk yang muncul ketika akan melakukan kebajikan.

Memperjelas penjelasan ini, bhante menceritakan sebuah kisah sepasang brahmana yang tertuang dalam Dhammapada Atthakatha. Sepasang brahmana tersebut mempunyai keinginan untuk mempersembahkan dana kain kepada Sang Buddha, namun karena ia hanya memiliki selembar kain yang dipakai berdua secara bergantian dengan istrinya, maka terjadilah perang pemikiran dalam dirinya. Diceritakan bahwa brahmana tersebut menghabiskan tiga hari untuk memikirkan dan akhirnya memutuskan untuk tetap mempersembahkan kain tersebut.

Setelah sukses melakukan dana, brahmana tersebut berteriak, “Aku menang, aku menang.” Karena pada saat itu ada raja, disuruhlah prajurit untuk menangkap brahmana karena berteriak-teriak. Raja kemudian menanyakan alasan kenapa brahmana tersebut berteriak menang.

“Karena saya mau berbuat baik, di pikiran saya terus berperang antara mau atau tidak, karena saya hanya mempunyai selembar kain yang dipakai berdua dengan istri saya. Kalau saya berikan, saya tidak punya kain lagi. Tetapi akhirnya saya memutuskan untuk tetap mempersembahkan kain saya, karena itulah saya merasa menang melawan pikiran-pikiran buruk saya sendiri,” bhante menirukan penyataan brahmana.

Perkataan brahmana tersebut ternyata membuat sang raja terharu, kemudian raja memberikan dua bandel kain. Namun, setelah diterima brahmana, kain tersebut kembali dipersembahkan kepada Sang Buddha. Raja kembali memberi kain bahkan lebih banyak, 10 bandel. Brahmana tersebut kembali mempersembahkan semua kain itu kepada Sang Buddha. Ketiga kalinya, raja memberi kain lebih banyak lagi yaitu 20 bandel. Akhirnya brahmana tersebut hanya mengambil dua lembar kain, satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya, selebihnya dipersembahkan kepada Sang Buddha.

“Mengapa dia bisa melakukan demikian, karena mempunyai pengertian benar dan kebijaksanaan.”

Lebih dalam, bhante menyampaikan setelah seseorang melakukan dana, juga harus melatih sila atau kemoralan dan juga meditasi untuk terus mengikis kekotoran batin. Dengan sila dan meditasi yang terjaga maka akan tumbuh kebijaksanaan, mengerti hal yang buruk dan yang baik, mengerti yang salah dan yang benar. 

“Maka dalam Theragatha disebutkan, “Seseorang hendaknya berbuat baik apakah sedikit atau banyak, sebab setiap siang dan malam kehidupan kita berkurang sebanyak itu.” Sekarang mumpung masih sehat, masih punya semangat, masih kuat, ini kesempatan berharga. Bebuat baik tidak harus memaksakan diri, tapi semampunya dan seikhlasnya. Ini namanya latihan.”

Di akhir pesan Dhammanya, bhante mendorong agar orang tua wajib melatih anak-anaknya dalam kebajikan. Menurut bhante, seseorang yang lihai dalam kebajikan karena hasil latihan melakukan kebajikan-kebajikan kecil yang terus menerus. “Maka tidak perlu iri melihat orang lain melakukan kebajikan besar, karena dia sudah melatih diri dalam banyak kebajikan-kebajikan kecil sebelumnya.”

“Ibarat tanaman, kebajikan seperti padi atau jagung, pikiran-pikiran buruk seperti halnya hama atau gulma. Maka untuk mendapatkan panen yang bagus harus membersihkan hama dan gulma pikiran ini. Ketika berdana harus disertai dengan keyakinan tentang hukum karma, pikiran harus diliputi kebahagiaan baik sebelum berdana, pada saat melakukan dana, dan setelah berdana. Selamat berdana, semoga semua makhluk hidup berbahagia,” pungkas bhante.

Perayaan dilanjutkan dengan persembahan dana kepada para Bhikkhu Sangha, dan ditutup dengan pelimpahan jasa serta pemercikan air paritta.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *