• Wednesday, 6 April 2016
  • Ngasiran
  • 0

Seberapa penting kemampuan bercerita bagi seorang guru ataupun pengasuh Sekolah Minggu?

“Ada suatu ungkapan, ‘Seorang  guru yang tidak bisa bercerita, ibarat orang yang hidup tanpa kepala’. Betapa tidak, bagi para pengasuh anak-anak (guru, tutor), keahian bercerita merupakan salah satu kemampuan yang wajib dikuasai. Melalui metode bercerita inilah para pengasuh mampu menularkan pengetahuan dan menanamkan nilai budi pekerti luhur secara efektif, dan anak-anak menerimanya dengan senang hati,” tutur Kak Bimo, seorang pendongeng asal Bantul, Yogyakarta yang mendapat gelar Master Pendongeng Indonesia.

Menurut pendongeng yang memiliki nama lengkap Bambang Bimo Suryono ini, “Bercerita adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia. Bahkan dalam teks kitab suci pun banyak berisi cerita-cerita”.

Pada pelatihan mendongeng di PAUD/TK Saddhapala, Dusun Krecek, Desa Getas, Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung pada Selasa (22/3) lalu, Kak Bimo memberikan sejumlah tips dalam mendongeng.

Sebelum mendongeng kepada anak usia dini, ada tiga hal yang harus dipersiapkan, yaitu:

  1. Pemilihan tema dan judul, untuk mendapatkan tema bercerita yang tepat disesuaikan dengan usia anak. Anak berusia di bawah 4 tahun, menyukai cerita horor dan fabel, seperti: Si Wortel, Tomat yang Hebat, Anak Ayam yang Manja, dan lain-lain. Umur 4-8 tahun, anak menyukai dongeng jenaka, seperti: kepahlawanan, Perjalanan ke Planet Biru, dan lain-lain. Anak usia 8-12 tahun menyukai dongeng petualangan fantastis rasional (sage), seperti: Persahabatan Si Pintar dan Si Pikun, Karni Juara Menyanyi, dan lain-lain.
  2. Waktu penyajian dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang konsentrasi dan daya tangkap anak. Anak umur di bawah 4 tahun waktu yang efektif maksimal 7 menit, 4-8 tahun 10-15 menit, dan 8-12 tahun 25 menit. Namun apabila cara penyajian menarik waktu bisa lebih panjang.
  3. Suasana (situasi dan kondisi). Suasana disesuaikan dengan acara atau peristiwa yang sedang atau akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, dan lain-lain. Oleh sebab itu, seorang pendongeng harus memperkaya materi cerita supaya bisa menyesuaikan suasana dengan tema bercerita.

Selain tiga hal di atas, dalam mengasah kemampuan bercerita, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Teknik bercerita. Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi, serta ekspresi. Seorang pencerita harus pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional adalah (1) Narasi, (2) Dialog, (3) Ekspresi (terutama mimik muka), (4) Visualisasi gerak/peragaan (acting), (5) Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim, (6) Media/alat peraga (bila ada), dan (7) Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.
  2. Mengkondisikan anak tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Misalnya dengan menggunakan aneka tepuk, tepuk satu, tepuk tenang, lomba duduk tenang, dan lain-lain. Ikrar sebelum cerita dimulai, contoh: tidak akan berjalan-jalan selama cerita berlangsung, tidak akan menebak dan mengomentari cerita, tidak akan mengobrol, dan tidak akan membuat gaduh.
  3. Teknik membuka cerita ”Kesan pertama begitu menggoda selanjutnya terserah Anda”. Kalimat yang mengingatkan kita pada iklan salah satu produk. Hal ini mengingatkan pula betapa pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah. Mengapa harus menggugah minat? Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang kuat.
  4. Menutup cerita dan evaluasi. Ini dapat dilakukan dengan menanyakan tokoh dalam cerita tersebut dan nilai yang dapat dicontoh.
  5. Penanganan keadaan darurat, apabila saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu jalannya cerita, pendidik harus segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik (tertib). Contoh kejadian yang sering terjadi: anak menebak cerita, apabila hal ini terjadi, pendongeng bisa mengubah alur cerita.
  6. Media dan alat bercerita berdasarkan cara penyajiannya. Bercerita dapat disampaikan dengan alat peraga maupun tanpa alat peraga (direct story). Sedangkan bercerita dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga langsung (membawa contoh langsung: kucing, dan lain-lain) maupun peraga tidak langsung (boneka, gambar, wayang, dan lain-lain). Agar bercerita lebih menarik dan tidak membosankan, pendidik disarankan untuk lebih variatif dalam bercerita. Adakalanya mendongeng secara langsung, panggung boneka, papan flanel, slide, gambar seri, membacakan cerita, dan sebagainya sehingga kegiatan bercerita tidak membosankan.

20160406 Tips Mendongeng untuk Anak Sekolah Minggu ala Kak Bimo 2

Kak Bimo menjelaskan, “Untuk dapat menguasai aspek-aspek keterampilan teknis dari penyajian cerita di atas, tentu membutuhkan persiapan yang matang. Selain itu, kemampuan dalam bercerita agar dapat memunculkan berbagai unsur di atas, dan tersaji secara padu, hanya dapat dikuasai dengan pengalaman dan latihan yang tekun. Bercerita memang salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Sebagai sebuah keterampilan, penguasaannya tidak cukup hanya dengan memahami ilmunya secara teoritik saja. Yang lebih penting dari itu adalah keberanian dan ketekunan dalam mencobanya secara langsung.”

Kak Bimo dalam setiap aksi panggungnya selalu menyihir anak-anak. Berbagai penghargaan tingkat nasional maupun intenasional telah didapatkan, seperti pada tahun 2005 ia menjadi sarjana dan pemuda berprestasi se-Asia Tenggara; penemu metode Story Based Teaching, mazhab baru dalam dunia dongeng pada tahun 2007; dan menjadi pencipta cerita tercepat, dalam 60 menit menghasilkan 100 cerita dengan metode analisa dan prognosis system pada tahun 2008. Tak hanya itu, pendongeng kelahiran Bantul, 14 Mei 1974 ini juga mampu menirukan berbagai karakter suara.

“Saya mengaum, ber-acting, melucu, meliuk-liuk, kadang berjalan cepat ke samping, melambat ke belakang, langkah gagah ke depan, berbisik, berteriak, mengendap-endap, tertawa. Anak-anak takjub, gembira, antusias, ternganga, terinspirasi, tercerahkan. Mereka terlibat dan bersemangat dalam belajar budi pekerti setiap hari seperti itu. Ah, alangkah indahnya berada di pentas cerita, di mana saya menjadi sutradara dan aktornya. Sejak hari pertama mengajar, itulah yang terbayang di benak saya. Saya berusaha keras mewujudkannya,” ujar Kak Bimo. Dan kini ia telah benar-benar mewujudkannya dan menularkannya kepada para pengajar lainnya untuk menjadi pendongeng seperti dirinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *