Bella Clarissa (19) tak kuasa menyembunyikan raut muka kesedihan, matanya terlihat lebam, bekas menangis semalaman. Sejak pagi hari, mahasiswi semester 3 Universitas Indonesia ini terlihat keluar masuk rumah Pak Marimin (56), salah satu warga Dusun Krecek, Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Di rumah Pak Marimin ini, Bella bersama Sharen (20) menghabiskan waktu selama 8 hari, sejak Selasa (20/8).
Hari itu, Selasa (27/8) Bella Clarissa harus berpisah dengan keluarga Pak Marimin. Ia dan kawan-kawannya akan kembali melanjutkan aktivitas sebagai mahasiswa. Bagi Bella, perjumpaannya dengan warga Dusun Krecek, khususnya keluarga Pak Marimin meskipun singkat banyak memberi kenangan indah. “Hanya 8 hari saja, saya sudah bisa menganggap orang-orang yang baru saya kenal menjadi keluarga saya sendiri,” paparnya.
Di Dusun Krecek, Bella merasakan kenyamanan hidup yang jarang ditemukannya di tempat lain. Kenyamanan hidup bersama keluarga baru ini yang membuatnya terasa berat untuk berpisah. “Betapa sedihnya saya pada kata perpisahan ini, mungkin bisa dimisalkan dengan orangtua yang berpisah dengan anaknya karena anaknya harus menuntut ilmu di negeri lain. Memang sulit untuk melepaskan, tetapi mau bagaimana? Hidup itu keseimbangan antara mempertahankan atau harus merelakan,” tuturnya.
Kesedihan juga dirasakan oleh Lissa (19). Mahasiswi dengan nama lengkap Lissa Florencia Putri ini merasakan kehangatan sebuah hubungan keluarga selama tinggal di rumah Pak Surahmat. Kasih sayang dan perhatian yang diberikan oleh keluarga Pak Surahmat membuat merasa nyaman. “Tadi malam saya ditungguin sampai jam 1 dini hari Mas. Mbok’e dan Pak’e terlihat habis menangis, mereka sedih hari ini harus berpisah,” ujarnya kepada BuddhaZine.
Sebenarnya Lissa sendiri tak mau menunjukkan wajah sedih apalagi menangis saat perpisahan itu terjadi. Bahkan, beberapa saat sebelum perpisahan Lisa masih terlihat cerita, bercanda dengan teman-temanya. Tetapi tak lama berselang, setelah ia pulang untuk merapikan barang bawaanya Lissa terlihat meneteskan air mata. “Sebenarnya saya tidak mau menangis, apalagi dihadapan Mbok’e, Pak’e. Gak tau kenapa air mata bisa keluar,” ungkapnya sambil mengusap air mata.
Tak jauh berbeda dengan Bella dan Lissa, Shiervine Angelica (21) yang sudah 3 kali berkunjung dan tinggal di Dusun Krecek juga merasakan hal yang sama. Menurutnya lingkungan Dusun Krecek saat ini mempunyai perubahan yang signifikan, meskipun begitu sikap ramah dan penerimaan masyarakat terhadap dirinya masih sama. “Sempat kaget, sekarang banyak tanaman di depan-depan rumah warga. Perubahannya begitu cepat dari pertama dan kedua kali saya datang. Meskipun saat ini saya sudah live in yang ketiga, tapi meninggalkan masyarakat dusun sini masih sangat berat.”
Kesedihan juga dirasakan oleh masyarakat Dusun Krecek, isak tangis dirasakan oleh warga dan masyarakat saat berkumpul menghantarkan para mahasiswa naik mobil L-300 bak terbuka. Air mata, pelukan, ciuman yang tulus begitu terasa. Bulu kuduk terasa berdiri saat teriakan terdengar, “Terima kasih warga Krecek,” terucap oleh mahasiswa dari atas mobil.
Pelajaran hidup
Bella Clarissa, Lissa Putri dan Shiervine Angelica adalah 3 dari 52 Mahasiswa Universitas Indonesia yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Indonesia (KMB UI). Selama 8 hari, dari tanggal 10 – 27 Agustus 2019 mereka live in di Dusun Krecek, ini adalah kali kedua bagi KMB UI.
Selama tinggal di Dusun Krecek, banyak program dilaksanakan, seperti; pelatihan perawatan hingga proses pasca panen kopi, mengajar sekolah untuk anak-anak pendidikan usia dini, mengajar Sekolah Minggu, hingga memberikan pendidikan khusus untuk anak-anak Dusun Krecek.
Kedatangan anak-anak KMB UI di Dusun Krecek memang dirasakan memberi manfaat besar bagi perkembangan masyarakat dusun. Begitu juga bagi para mahasiswa yang sebagian besar adalah orang kota, tinggal di keluarga baru, mengikuti aktivitas ke ladang dan bersentuhan dengan kehidupan warga desa sebagai pelajaran berharga.
“Sungguh pengalaman dan perjalanan yang sangat menyenangkan, menarik, dan langka. Banyak pelajaran yang dapat saya petik dari kegiatan ini. Mulai dari mengetahui biji kopi, panen kopi, kerja bakti tingkat rukun tetangga (RT), pentingnya kebersamaan, rajin untuk puja setiap hari. Warga dusun krecek sangat ramah dan sopan. Saya merasa sangat nyaman dan beruntung bisa berkumpul dengan warga Dusun Drecek. Tinggal di sana serasa di rumah sendiri, dengan keluarga sendiri.
“Lingkungannya juga bersih dan bebas polusi membuat saya kagum dengan dusun ini. Mungkin dari sejuta atau bahkan lebih orang, saya termasuk salah 1 orang yang paling beruntung bisa langsung mengenal warga Dusun Krecek. Walaupun susah sinyal dan harus numpang wifi di rumah-rumah tertentu, tetapi itu tidak menjadikan beban bagi saya. Anak anak di sana yang selalu mengajak untuk bermain, jajan, belajar, mereka selalu menghiasi warna warni hari saya. Tidak ada satu pun kata bosan dan capek di sana.
“Sungguh, 8 hari yang sangat menyenangkan dan akan terus saya kenang dalam hidup saya. Dari sini, saya belajar untuk bersyukur atas apa yang telah Buddha berikan kepada saya. Atas kesempatan untuk bertemu dengan warga Dusun Krecek, melihat langsung pertunjukan kuda kepang dan kuda lumping, belajar tentang kopi, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan warga di sana. Ternyata banyak orang-orang yang tidak seberuntung saya. Terima kasih Dusun Krecek telah menerima saya dengan baik,” tutur Bella terkesan.
Kesan mendalam juga disampaikan oleh Lissa Putri selamat tinggal di rumah keluarga Pak Surahmat. Bisa mengikuti aktivitas Pak Surahmat ke ladang, mengambil nira aren, memberi makan dan menyentuh ternak kambing dan sapi adalah pengalaman baru baginya. “Saya suka hewan-hewannya, waktu saya dikasih izin menyentuh sapi dan kambingnya itu menyenangkan sekali. Seumur hidup, baru kali ini saya bisa menyentuh hewan,” katanya bangga.
Tak hanya itu, Lissa juga mendapat kesempatan untuk menonton karnaval dan pertunjukan seni perayaan Kemerdekaan RI di Dusun Batursari, Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. “Hari Senin, (26/8) kemarin saya ikut ke Batursari, ke rumah Ibunya Mbok’e. Di sana, saya diterima dengan ramah, disuruh masuk, dikasih makan rasanya benar-benar seperti ada ikatan emosional, saya senang sekali. Pengalaman seperti ini mungkin tidak akan saya dapatkan di kota, gotong royongnya dapat, saling membantu kepada sesama, semua orang tersenyum, ini adalah kebahagiaan yang sesungguhnya,” pungkas Lissa.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara