• Monday, 20 March 2023
  • Kirmi
  • 0

Minggu (19/3/2023), umat Buddha Vihara Buddha Murti, Klaten, Yogyakarta, dan sekitar melakukan Dharmayatra di Candi Banyunibo, Kab. Sleman. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari program pemanfaatan candi-candi Buddha di sekitar Jogja, Klaten, Sleman, dan sekitar. 

Pukul 7 pagi, sebelum Dharmayatra dimulai, pengurus vihara tampak sibuk menyiapkan perlengkapan puja. Anak-anak dan orang tua, pemuda dan dewasa, laki-laki dan perempuan mengambil peran masing-masing. Menyiapkan altar, menata tikar, sebagian lagi menyiapkan pengeras suara. 

Setelah semua siap, umat yang sebagian besar mengenakan pakaian adat Jawa mulai duduk rapi di depan candi untuk melakukan puja dan meditasi. Selesai puja bakti, kegiatan dilanjutkan dengan pradaksina mengelilingi candi sebanyak tiga kali. 

“Saat melakukan pradaksina, usahakan pikiran kita merenungkan Buddha, Dhamma, dan Sangha,” kata Bram Hastho memberi arahan sebelum pradaksina. Selesai pradaksina, Bram Hastho mengajak umat yang hadir membaca relief Candi Banyunibo. 

Upaya “Menghidupkan” Candi-candi Buddha

Bangsa Indonesia, khususnya umat Buddha mempunyai warisan yang sangat berharga dari leluhur Nusantara. Salah satu warisan itu berupa tinggalan candi-candi yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Untuk itu, Vihara Buddha Murti Desa Kotesan, Kec. Prambanan, Kab. Klaten merancang Dharmayatra sebagai upaya menghidupkan kembali nilai spiritualitas candi. 

“Dharmayatra atau ziarah ini dilakukan karena memberikan secercah cahaya atas kehidupan dan ajaran-ajaran dari Buddha. Dharmayatra ini juga sebagai sumber inspirasi dan petunjuk bagi umat atau komunitas spiritual yang ingin memperdalam praktek spiritual” jelas Bram Hastho.

Selain itu, menurut lulusan Doktor Filsafat Universitas Gadjah Mada itu, kegiatan ini juga dirancangnya untuk memperkenalkan warisan budaya kepada generasi muda buddhis dan umat secara umum. “Anak-anak muda buddhis perlu kita kenalkan dengan warisan leluhur buddhis untuk meningkatkan keyakinan,” terang Bram Hastho.

Bisma Bimo, salah satu peserta merasa senang mengikuti kegiatan. Ia mengatakan candi merupakan warisan budaya yang sangat mahal. “Untuk membangun candi dibutuhkan waktu yang lama, melibatkan banyak pihak, arsitek, seniman, bahan-bahan, dan sumber daya yang lainnya. Maka kita harus bangga dan melestarikannya, tidak hanya sebagai candi tetapi mempelajari ajaran yang disampaikannya.” 

Keistimewaan Candi Banyunibo

Candi Banyunibo adalah salah satu candi Buddha peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang masih kokoh hingga saat ini.  Candi ini terletak di Dusun Cepit, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta, berdekatan dengan Candi Ijo dan Ratu Boko.

“Candi Banyunibo merupakan salah satu candi yang memiliki relief paling lengkap dan kompleks”, jelas Bram Hastho. Menurut catatan sejarah dari Kamboja, Ratu Pramodawardhani istri Rakai Pikatan membangun 10 ribu candi mengelilingi merapi dan merbabu. Candi Banyunibo merupakan candi kesuburan dan kesejahteraan. 

“Salah satu keistimewaan dari candi ini adanya ventilasi udara. Ketika seseorang sedang meditasi atau bertapa tidak akan merasa kepanasan, tetap merasa sejuk meskipun di siang hari yang terik,” papar Bram Hasto. 

Setiap candi memang mempunyai keistimewaan dan ciri khas masing-masing. Seperti yang ada pada Candi Banyunibo, “Pada bagian stupa berbentuk seperti genta yang ditengkurapkan dan bagian langit-langit yang menyerupai bangunana orang Inka di Amerka Latin,” lanjut Bram mengagumi gaya arsitektur candi. [MM]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *