• Sunday, 26 May 2013
  • Sutar Soemitro
  • 0

Salah satu momen paling mengesankan bagi seorang umat Buddha ketika memperingati detik-detik Waisak adalah bisa melewatkan detik-detik Waisak di puncak Candi Borobudur.

Maka berbahagialah sekitar 100 umat Buddha yang dikoordinir oleh Buddha’s Light International Association (BLIA) Jakarta yang pada Waisak kali ini berhasil melakukannya di candi yang berlokasi di Magelang, Jawa Tengah itu.

Sabtu, 25 Mei 2015, Bhiksu Vidya Sasana dan Bhiksu Duta Arya memimpin upacara tersebut. Prosesi dimulai pukul 08.45 WIB dari samping Hotel Manohara. Prosesi diawali dengan San Bu Yi Bai (Tiga Langkah Satu Sujud) dengan melafalkan “Namo Pen Shi Shi Cai Mou Ni Fo” (Namo Sakyamuni Buddhaya). “Kita konsentrasi penuh dan agungkan nama guru agung kita, Buddha Sakyamuni,” pesan Bhiksu Vidya Sasana yang merupakan ketua BLIA Jakarta.

Walaupun matahari mulai terik, tak mengurangi kekhidmatan prosesi. Begitu juga ketika ratusan pasang mata pengunjung candi yang mulai padat mengamati setiap gerak langkah mereka.

Sampai di tangga menuju zona satu kawasan candi, prosesi berhenti sejenak untuk beristirahat. Setengah jam kemudian prosesi dilanjutkan dengan pradaksina mengelilingi candi searah jarum jam sambil terus naik hingga stupa puncak. Pradaksina di stupa puncak dilakukan sebanyak tiga kali.

Puncak stupa Candi Borobudur sejenak hening saat Bhiksu Vidya Sasana memimpin meditasi menyambut detik-detik Waisak pukul 11.24.39 WIB. Tiap orang bermeditasi dan khusyuk dengan doa masing-masing. Tak lama usai detik-detik, prosesi pun berakhir dengan ucapan selamat Waisak dari Bhiksu Vidya Sasana.

“Waisak adalah hari kebangkitan karena memperingati lahirnya, mencapai penerangan sempurna, dan parinirvana Sang Buddha,” urai Bhiksu Vidya Sasana, “Artinya pada hari itu adalah kebangkitan kesadaran seorang manusia biasa mencapai Buddha. Waisak adalah hari kebangkitan untuk kita umat Buddha dan seluruh umat manusia.”

Setiap tahun Pusdiklat Buddhis Bodhidharma yang dipimpin Bhiksu Vidya Sasana selalu memperingati Waisak di puncak Candi Borobudur. “Harapan saya agar Borobudur dijadikan rumah ibadah umat Buddha, karena dua tahun ini UNESCO telah menentukan Borobudur ini adalah rumah ibadah terbesar umat Buddha. Jadi, bila saat detik-detik Waisak, kita tidak mempergunakannya, rasanya terlalu riskan buat kita umat Buddha,” tutur Bhiksu Vidya Sasana yang merupakan mantan Sekjen KASI.

20130525 BLIA Jakarta Peringati Detik-detik Waisak di Puncak Candi Borobudur_2

Ikut juga dalam peringatan Waisak kali ini adalah 10 anggota BLIA Malaysia. Ini adalah kali pertama bagi mereka memperingati Waisak di Candi Borobudur. Wilson Lee, salah satu dari mereka, merasa sangat terkesan, “Saya sangat gembira dan terkesan. Ini pertama kali kami datang ke Borobudur, kami berharap bisa datang kembali untuk merayakan Waisak.”

Wilson dan anggota BLIA Malaysia yang lain telah selama dua minggu ini berada di Indonesia, melakukan “live in”, yaitu tinggal di rumah umat Buddha di pedesaan Temanggung, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Banyu Urip, Kemiri, dan Sembong. Di sana, mereka ikut bekerja mengikuti pekerjaan warga desa setempat, memberikan bimbingan tentang Buddhisme, dan tentu saja belajar tentang bagaimana agama Buddha berakulturasi dengan budaya Jawa.

“Di sini agama satu dengan agama yang lain sangat harmonis dibandingkan dengan negara lain. Contohnya ketika kita merayakan Waisak di Borobudur, tapi banyak penganut agama lain yang juga datang,” kesan Wilson.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *