Magelang, 20 Juli 2014, Keluarga Buddhis Theravada Indonesia (KBTI) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar perayaan Maha Asadha Puja 2558 BE/2014. Hari raya Asadha merupakan salah satu dari empat hari raya dalam agama Buddha selain Waisak, Magha, dan Kathina.
Acara yang diselenggarakan di Vihara dan Candi Mendut ini diikuti oleh sekitar 900 umat Buddha di Jawa Tengah, DIY, dan tempat lain, serta dihadiri oleh pimpinan Sangha Theravada Indonesia. Dalam perayaan Maha Asadha Puja ini juga diselenggarakan pelatihan Atthasila yang diikuti oleh 710 orang. (Baca: Umat Buddha Jawa Tengah dan DIY Rayakan Asadha dengan Atthasila)
Berbaris rapi, tangan bersikap anjali dengan pakaian hitam putih, peserta Atthasila dan umat menunggu kehadiran Bhikkhu Sangha yang akan memimpin pradaksina Maha Asadha Puja di Candi Mendut. Dengan membawa persembahan bunga, lilin dan dupa di tangan, Bhikkhu Sangha berjalan memimpin barisan prosesi dari Vihara Mendut menuju Candi Mendut. Dipimpin oleh Bhikkhu Jotidhammo, Bhikkhu Sangha dan umat membacakan Asadha Puja Gatha yang dilanjutkan dengan pradaksina mengelilingi Candi Mendut sebanyak tiga kali searah jarum jam, kemudian kembali ke Vihara Mendut untuk melanjutkan puja bakti Maha Asadha Puja.
Asadha mempunyai arti yang sangat penting bagi umat Buddha aliran manapun, karena pada bulan purnama di bulan Asadha pertama kalinya Dhamma dibabarkan oleh Buddha kepada lima orang pertapa. Pada saat itu terbentuklah Sangha Bhikkhu untuk pertama kalinya yang sekaligus melengkapi Tiratana yaitu Buddha, Dhamma, dan Sangha. “Tiratana adalah pelindung spiritual dan penunjuk jalan ke arah mana kita akan pergi,” ujar Bhikkhu Sri Pannyavaro dalam pesan Dhamma.
Lebih lanjut Bhante menjelaskan bahwa kotbah pertama Buddha kepada lima orang pertapa tersebut merupakan inti jantung dari ajaran Buddha yang telah dibabarkan selama 45 tahun kehidupan Buddha. “Kotbah pertama tentang empat kebenaran mulia kalau disingkat dengan sangat singkat seperti yang Buddha ajarkan kepada Anuraya, yaitu ‘Semua yang saya ajarkan adalah tentang penderitaan dan lenyapnya penderitaan’,” jelas Bhante.
Empat kebenaran mulia membuka mata kita tentang penderitaan. “Usia tua, sakit dan mati adalah penderitaan. Namun usia tua, sakit, dan mati bukanlah penyebab penderitaan. Penyebab penderitaan yang sebenarnya adalah keinginan untuk tidak menjadi tua, sakit dan mati,” jelas Bhante.
Dalam mengakhiri kotbahnya, Bhante Pannyavaro berpesan, “Hati-hatilah dengan pikiran Anda. Buddha Gotama mengatakan bahwa penderitaan datang karena pikiran Anda sendiri. Kalau Anda bisa menerima ketuaan sebagai kenyataan alam, pada saat sakit terimalah sebagai sakit kemudian berobat, ketika kematian datang terimalah sebagai kematian, maka Anda tidak akan menderita.” Menjadi tua, sakit dan mati adalah hal yang wajar, oleh sebab itu seharusnya tidak membuat kita menderita.
Selamat merayakan Asadha 2558 BE/2014, semoga Tiratana selalu memberkahi kita semua.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara