• Tuesday, 13 August 2024
  • Surahman Ana
  • 0

Foto     : Ngasiran

Semarang, 11 Agustus 2024 – Bhikkhu Sangha bersama umat Buddha Semarang melakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan Wisma Abu di Vihara Watugong, Semarang. Upacara tersebut dihadiri oleh Sangha Pamokha Sangha Theravada Indonesia (STI) Bhante Sri Pannavaro, serta Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu bersama perangkat kecamatan dan desa setempat.

Wirya Purwasamudra Miharja, Ketua Panitia Pembangunan, menjelaskan bahwa Wisma Abu dibangun sebagai sarana untuk menghormati para leluhur. “Pembangunan Wisma Abu ini merupakan wujud penghormatan dan pelimpahan jasa kepada leluhur yang telah meninggal dunia, khususnya mereka yang dikremasi. Wisma ini juga akan melengkapi fasilitas Vihara Watugong sebagai pusat keagamaan dan pendidikan,” ujar Wirya, yang juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Buddhagaya Vihara Watugong.

Upacara dimulai dengan pembacaan paritta oleh Bhikkhu Sangha, dilanjutkan dengan pesan Dhamma dari Bhante Sri Pannavaro. Dalam ceramahnya, Bhante Pannavaro menekankan pentingnya mengenang jasa orang tua melalui pembangunan Wisma Abu. “Abu dari kremasi akan disimpan sebagai kenangan bagi keluarga. Ini bukan berarti mengikat atau tidak merelakan kepergian orang yang meninggal, melainkan sebagai memori untuk menghargai keberadaan leluhur kita, terutama orang tua,” jelas Bhante Pannavaro.

Bhante Pannavaro melanjutkan, jasa orang tua kepada anak-anak tidak dapat diukur dan harus dikenang. Ia memberikan perumpamaan untuk menekankan besarnya jasa orang tua.

“Di dalam kitab-kitab penjelasan ada perumpaan seperti ini, seseorang yang mengajarkan ilmu duniawi dibandingkan dengan orang-orang yang mengajarka ilmu spiritual, guru spiritual mempunyai nilai sepuluh kali guru biasa. Tetapi seratus guru spiritual mempunyai nilai sama dengan seorang ayah. Seribu ayah sama nilainya dengan seorang ibu,” bhante melanjutkan.

Lebih lanjut, Bhante Pannavaro menegaskan bahwa penyimpanan abu bukanlah untuk meminta-minta kepada orang tua yang telah meninggal. Sebaliknya, setelah mengenang jasa baik orang tua, anak-anak seyogyanya melakukan pelimpahan jasa.

“Jadi, yang bisa dihaturkan kepada mendiang adalah melakukan kebaikan atas nama orang tua kita yang sudah meninggal. Itulah fungsi dari pembangunan Wisma Abu ini.”

Karbono, Pembimas Buddha Provinsi Jawa Tengah, memberikan apresiasi terhadap pembangunan Wisma Abu. Ia menyebutkan, “Pembangunan ini adalah langkah penting dalam perjalanan sosial dan spiritual. Selain sebagai penghormatan kepada leluhur, ini juga merupakan sarana untuk meningkatkan nilai-nilai keagamaan dan kebersamaan dalam masyarakat.”

Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, juga menyoroti peran Vihara Watugong dalam kegiatan sosial dan keberhasilannya menjadikan Kelurahan Pudak Payung sebagai desa terbaik di Provinsi Jawa Tengah dalam pemberdayaan masyarakat. “Kehadiran Wisma Abu akan menambah nilai bagi Vihara Watugong dan mendukung pencapaian Kelurahan Pudak Payung di tingkat nasional,” kata Hevearita.

Hevearita menegaskan dukungannya terhadap pembangunan ini, yang juga dianggap sebagai pengingat akan pentingnya bakti kepada orang tua. “Kami mendukung penuh pembangunan ini dan berharap dapat menjadi pengingat bahwa jabatan dan kekayaan tidak ada artinya tanpa bakti kepada orang tua. Kami siap memberikan dukungan sesuai dengan aturan yang ada,” ujarnya.

Acara diakhiri dengan pelimpahan jasa dan pemercikan tirta paritta oleh Bhikkhu Sangha, serta peletakan batu pertama oleh para Bhikkhu Sangha, tamu undangan, dan donatur pembangunan.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *