Tidak sedikit umat Buddha yang berada di perantauan khususnya luar pulau Jawa terkendala dalam pelaksanaan ibadah di vihara atau cetiya. Hal ini karena tidak adanya vihara di lokasi perantauan atau kalaupun ada jaraknya terlampau jauh.
Dengan adanya fasilitas vihara sekalipun di wilayah perkotaan setidaknya bisa menjadi tempat bagi para umat Buddha perantauan untuk sesekali beribadah di vihara. Seperti halnya di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, terdapat salah satu vihara yang sering digunakan umat Buddha perantauan terutama dari Jawa untuk beribadah yaitu Vihara Buddharatana.
Vihara ini tepatnya beralamat di Jalan Khatulistiwa, Gang Famili no. 37, Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara, Kabupaten Pontianak. Letak vihara berada di kota kecamatan yang lebih mudah diakses oleh umat perantauan.
Tanmery, Kepala Sekolah Minggu Buddhis (SMB) Vihara Buddharatana menyatakan bahwa mayoritas umat vihara ini adalah dari Tionghoa dan perantauan dari Jawa. Umat aktif berkegiatan, akan tetapi khususnya Sekolah Minggu masih terkendala kurangnya tenaga pendidik.
“Umat vihara Buddharatana ini lebih banyak dari Tionghoa dan dari Jawa yang merantau di sini. Dan mereka cukup aktif melaksanakan puja bakti di sini, selain itu Sekolah Minggu juga berjalan lancar. Hanya saja kami ada kendala untuk SMB masih kurang tenaga pengajar dan pengurus vihara juga berkurang karena banyak umat yang pergi ke luar daerah untuk bekerja,” papar Mery kepada BuddhaZine pada Sabtu (6/4).
Mery menambahkan bahwa beberapa umat perantauan Jawa juga menjadi guru ataupun Romo Pandita di vihara ini. Dan karena kebanyakan umatnya adalah perantauan, perkembangan umat di vihara ini mengalami naik turun.
“Kalau hari-hari biasa lebih sedikit yang datang ke vihara, tapi kalau pas hari raya kelihatan banyak sekali umatnya,” Mery menambahkan.
Sejarah Singkat Vihara Buddharatana
Berawal dari sebuah rumah sederhana yang disewa oleh keluarga dr. All Fuchl Slauw atas permintaan dari guru Agama Buddha, saat itu Bapak Supangat, agar disewakan sebuah rumah sebagai tempat untuk kebaktian dan kegiatan SMB. Kegiatan ini pun akhirnya terpenuhi tepatnya pada tahun 2003. Dan pada bulan Mei 2003, untuk pertama kalinya rumah sederhana tersebut berfungsi sebagai rumah ibadah dengan nama Cetiya Buddha Ratana.
Enam tahun kemudian, pada tahun 2009 pengurus cetiya mendapatkan info bahwa tanah beserta sebuah bangunan rumah kayu di seberang cetiya akan dijual. Hal ini disampaikan kepada Buddhist Fellowship Indonesia (BFI) yang saat itu berkunjung pada tanggal 25 Mei 2009.
Mendengar hal ini, BFI akhirnya berminat membantu pembelian sebidang tanah tersebut dengan luas 23 x 37 m2. Oleh BFI tanah dan rumah tersebut diserahkan kepada Sangha Theravada Indonesia (STI) untuk kemudian direnovasi dan difungsikan sebagai pengganti bangunan cetiya yang masih berstatus sewa.
Beberapa tahun setelah digunakan, karena rumah kayu tersebut sudah cukup tua dan untuk memaksimalkan penggunaan lahan yang masih luas, sehingga perlu untuk membangun tempat kebaktian yang baru. Selain itu juga mengingat umat yang datang kebaktian semakin bertambah, begitu juga dengan semakin berkembangnya siswa-siswi SMB.
Maka atas prakarsa bhikkhu Sangha, para donatur, dan umat Buddha dibentuklah panitia pembangunan untuk segera mempersiapkan dan menjalankan proses pembangunan Vihara Buddharatana yang akhirnya berdiri hingga saat ini.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara